Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
Aisyah Adler Mar 2016
Perasaan ini terus bergelung
Bersembunyi di dalam relung.
Seakan mencoba tuk keluar, namun keadaan tak mendukung.
Ia pun lelah akan waktu yang terus berjalan namun berbanding terbalik dengannya
Yang hanya duduk beralaskan rasa percaya
Menatap langit kelabu menunggu turunnya rintikkan hujan pertama.
Walau kerinduannya semakin lama semakin bertambah,
Ia tak pernah bosan untuk membendungnya
Dan menunggu,
Menunggu datangnya hujan.
Karena ia percaya bahwa seberapa besar kerinduannya, seberapa dalam rasa sakitnya, dan seberapa lama ia menanggung deritanya, hujan yang turun akan menyapu bersih luka di relungnya.
Bagaikan obat penawar yang selalu ia temukan saat penyakitnya kembali datang.

Ia tak pernah bosan bercerita kepada langit,
yang dengan setia mendengar celotehannya.
Sambil menunggu turunnya hujan, ia bercerita akan lika liku yang ia alami.
Mendongak menatap langit, dan bercerita.
Sejenak ia dapat mengalihkan perhatiaannya dari hingar bingar sekitar
dan menemukan ketenangannya sendiri.
Yaitu bersama langit, saat menunggu hujan.

Rintikan pertama menerpa wajahnya. berhasil mengangkat sudut-sudut bibirnya.
Ia tersenyum.
Yang ditunggu memang tak pernah datang terlambat.
Diikuti dengan rintikan lainnya dan kemudian hujan turun dengan deras.
Inilah kebahagiaannya.
Namun juga kesedihannya.
Saat rintikan hujan yang turun berhasil membuatnya tersenyum sekaligus menangis.
Karena dapat membawa ketenangan dan penghapus luka,
namun juga dapat membawa kerinduan yang turun disetiap rintikannya.

“Jika hujan tidak dapat membuatku seutuhnya bahagia, lantas kemana lagi aku harus mengadu?”
Aridea P Nov 2011
Palembang, Selasa 29 November 2011

Aku yang selalu menyalahkan diri sendiri atas kesalahan ku
Terus menerus berfikir apa pantas tuk mendapatkan itu
Bila berdoa saja pun aku selalu bolos

Aku yang kata orang tak sadar diri
Selalu dan selalu membela diri
Memang iya, aku melakukannya sendiri

Aku yang sedang-sedang saja
Tak pintar, tak menarik pun tak beruang
Masih mau bersedekah untuk batin ini juga

Aku yang segalanya
Segalanya bohong, malas, bodoh
Hanya bisa menangis ataupun acuh seperti orang hilang

Aku yang masa depannnya suram
Tak berani berucap mau jadi apa
Kalau mengadu pada-Nya saja aku sungkan

Aku yang hidupnya menyedihkan
Duduk memangku harapan
Menunggu keajaiban Tuhan
Raihah Mior Dec 2017
Dalam retrospeksi
minda naif kecilku pernah berimaginasi
memikirkan dunia luar sana yang bagaikan fantasi
hati merontakan suatu kebebasan yang diimpi
namun kini ku sedari, itu semua hanyalah persepsi
seorang gadis kecil yang dahulunya bercita-cita tinggi
masa sudah tiba untuk kembali ke realiti.

Selamat datang ke Kota Korupsi
di mana manusia-manusia bertopengkan syaitan
kehausan kuasa, kerakusan harta duniawi
dipuja, dipuji dan disanjung tinggi
pil penawar pula makanan ruji untuk depresi
tiada lagi tempat mengadu, tempat meluahkan hati
hanya tinggal kata-kata yang kehilangan erti
terpapar di kotak skrin empat segi.

Bangsaku semakin alpa, agamaku jauh sekali
soal halal haram tidak dipertikaikan lagi
hanya topik sembang santai di kedai kopi
bicara hari nanti ditolak dahulu ke tepi.

Dunia yang dahulu semakin pudar
hanya serpihan di hujung sudut memori
masa berlalu terlalu pantas, terlepas dari jari-jemari
sekarang sudahpun tiba generasi baru menapakkan kaki
namun, lihatlah sejarah mengulangi dirinya sekali lagi
selagi nafas belum terhenti
selagi kita belum pergi.
My first actual sajak written for my Penulisan Kreatif class. Not my best work, but I'm genuinely quite proud of it. We had to recite it in class and I actually did it, with hand movements, ****** expressions, intonation, all that jazz (it was even accompanied by a Tron soundtrack hahahah). Basically the poem's just a little commentary on what globalization has brought to the people of my side of town. But I guess it applies to everyone too. The world keeps changing and evolving anyway. What are we to do. *shrugs*
NURUL AMALIA Aug 2017
berawal dari waktu
memaksaku menyeret kakiku
melangkah gontai sambil pergi
aku merengek, terisak !
dan mengadu pada-Nya
tunggu ini secepat aku berkedip barusaja
ya, dulu memang aku kecil
nyaliku memang masih payah
masih terjerat pada keduanya
bahkan sekarangpun..

keduanya ingin aku yang terbaik
aku tak tahu yang dirasa mereka
tapi aku sendiri berontak
menyalahkan waktu yang jelas tak akan berhenti
aku kutuk waktu
mengapa begitu kilat
ragaku masih ingin tetap dirumah

tunggu, sejenak aku merasa keliru
bukankah ini baik
aku juga ingin membuat keduanya senang
mimpi harus coba kupanjat
tangga itu sudah dihadapanku
aku termasuk yang beruntung
bersyukurlah!
batinku melerai
aku meyakinkan diriku sekuat tenaga

"ini bukan rumahku" gertakku
saat aku tiba ditempat asing itu
akupun terpaksa tinggal
demi pengetahuan yang ingin kuraup
iya, jika belum paham akan kujelaskan
aku seorang mahasiswa sekarang
predikat yang melekat padaku kini
berat..
pandangan semuanya akan berbeda terhadapku

sungguh aku menemui teman baik
berjuang sama sama, namun tetap harus sendiri
aku menarik nafas..
waktuku kini juga telah memaksaku
rasanya pagi sudah menjadi sore
agaknya aku harus selesaikan hariku
mengerjakan tugas akhirku disana...
memang sulit sekali ketika saatnya tiba harus merantau untuk mencari ilmu, apalagi aku anak tunggal. gak bisadeh jauh dari ortu, and btw jadi anak kos itu enak enak enggak, mungkin kamu kamu juga kalau anak kos bakal ngerasain. dan welcome skripsi.. hope you will be passed sweetly.. okay waktu memang sangat cepat berlalu, gunakan waktumu sebaik mungkin. akupun masih belajar dan mencoba.
Zharfa Zhafirah Nov 2017
Kau membiru di subuh hari
Kau merindu di siang hari
Menunggu kabar sang permaisuri
Mengadu rindu di senja hari
Berharap tak pergi lagi
Bertanya tuk pulang lagi
Aridea P Jan 2014
Palembang, 20 Januari 2013

Rasanya kalau sudah bicara denag-Nya,
Seperti menempelkan goresan luka di hati dengan hansaplas
Pedih, tapi lekas sembuh
Tak berdarah, tak berbekas

Rasanya kalau selesai mengadu pada-Nya,
Seperti membersihkan darah yang menetes dari ujung jari
Perih, dan darah kan berhenti
Luka tertutup kembali

Rasanya kalau belum menghadap-Nya,
Seperti menunggu pengumuman juara kelas di sekolah
Detak jantung berirama kencang
Perut mual bak naik Halilintar
Malah tangis memecah
annvelope Apr 2017
Ayah,
Ayah nampak penat, rehat Ayah.
Cukup lah bertahun Ayah membanting tulang,
Sakit penat tak pernah Ayah mengadu mengeluh.

Rehat Ayah, Ayah sudah penat.
Biar aku yang membantu Ayah.
Selamat Ulang Tahun Ayah.
annvelope Jan 2015
Dia
Dia,
Bagaikan angin yang menderu,
Lembut dan tenang menyapaku.
Bagaikan matahari,
Menerangi hidupku.

Di kala aku kesunyian,
Dia menjelma.
Di kala aku kesepian,
Dia juga yg ada untukku.
Di kala aku sedih,
Dia tempatku mengadu.
Dikala aku gembira,
Dia yang aku mahu.

Tidak bermakna hidupku,
Tanpa dia di sisi ku.
For Zahipslangstar
Nara S Aug 2022
Merindu itu tidak indah
Yang indah adalah bertemu
Setelah lama tak bertukar gundah
Didalam rangkulan saling mengadu

Merindu itu tidak indah
Yang indah adalah bertemu
Setelah lama tak bersentuh
Dibawah selembar kain saling menjamu

Merindu itu tidak indah
Yang indah adalah bertemu
Setelah terdengar lafalan khitbah
Sah tak lagi jadi sekedar tamu
Selesaikah rindu dan berakhirkah sedu?
fake memories Nov 2016
Dan bayang mu semakin semu
Ku tanya bulan dia tak tahu
“Aku mencintaimu” katamu, sendu
Tapi bohong terpampang di matamu

Hujan datang menghapus cerita
Aku mengadu kepada senja
Kau pergi begitu saja
Meninggalkanku dalam derita
Safira Azizah Sep 2019
Apa yang terjadi ketika
minyak tanah bertemu api?
Kebakaran.
Itulah yang terjadi pada kami
Saling menghabisi sampai terlalu sering.

Tapi terkutuklah!
Tiada habis-habisnya sumber daya kami,
mungkin baru habis kala reyot nanti!/
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
Saat-saat kami melebur
menghasilkan bunga api yang berkobaran—
saling mengadu tinggi lidah api,
hingga disembur air mata
dari mulut sang jawara,
itu lebih berharga dalam sarekat ini
dibandingkan bercokol bagai sahaya di kelas./

Sungguh absurd.
Sepertinya kami harus jauh-jauh
dari lahan gambut,
biar tak ada lagi karhutla bersengkarut.
Sebab Lautan pun
membara dekat-dekat kami./

Tapi
Jangan serius-serius betul lah
Kami lucu benar, percayalah.
Kami lebih suka berkelakar,
daripada diciduk karena jadi makar.
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
#ReformasiDikorupsi
-M- Sep 2019
Kepada bumi yang semakin liar.
Dipenuhi sesak yang membakar.
Kepada para manusia yang disebut pemimpin.
Lihatlah tempat-tempat di mana kami bermukim.

Panas, seakan membakar diri.
Peluh berjatuhan semakin jadi.
Tanpa hirauan dari kalian para petinggi.
Melepas kata seolah akan kami pahami.
Sudahilah kepura-puraan kalian.
Kami muak akan kepalsuan.
Kau bungkam kami dengan janji manis.
Kemudian kau tertawa dengan bengis.

Hancur sudah perlahan mimpi.
Tak satupun orang-orang yang peduli.
Terbujur kaku dingin diam membisu.
Kepada siapa lagi kami kan mengadu.

Banyak kata terbuang percuma.
Mengkoarkan segala duka penuh kecewa.
Kepada mereka para petinggi yang berkuasa.
Takpunya hati dan rasa bela sungkawa.

-M-
ia Jan 2021
Kenapa kau pergi masa aku perlu kau sangat sangat?
Kenapa kau pergi sedang aku belum tabur semua kasih sayang aku pada kau?
Kenapa kau pergi dalam keadaan aku tengah serabut?
Kenapa kau pergi?

Tapi Tuhan kata lain
Dia kata cukup masa yang dia beri untuk aku pinjam kau dari Dia

Siapa nak dengar cerita aku
Siapa nak dengar mengadu aku?
Marah aku? Gembira aku? Siapa?
Aku rindu kau
Kau rindu aku tak?
It is my language! BAHASA MELAYU!! Happy reading everyone. It is for my beloved bestfriend in th entire world. I miss her so much :)

— The End —