Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
sweetrevoirs Dec 2016
Relei ingat. Baju hangat kuning kecoklatan, 4 kerutan di tangan kanan dekat siku dan 5 lainnya di dekat bahu kiri. Rok kotak-kotak selutut yang untung dan sayangnya tak pernah terisngkap sedikit pun angin berkata tiup. Adalah pakaian yang melekat di badan Malia kali mereka bertemu tatap.
Udara dingin malam Sabtu sama sekali tidak membuat para pujangga mengurungkan niatnya untuk berteriak kata cinta. Atau cerita patah hati. Mungkin iya di tempat lain, tapi tidak di sini, di 8th Avenue, sebuah ruangan tak terpakai beberapa tahun lalu yang di percantik jadi sebuah tempat pertemuan para penyair dari berbagai penghujung kota. Dengan satu podium kecil –sekitar setinggi 1 meter dan selebar tiga dada- di sebelah barat, membelakangi dinding yang berwarna merah marun sedangkan tiga dinding lainnya adalah batu bata yang tidak dipoles.
Malam itu Relei seperti malam Sabtu lainnya, berjalan dari kamar loft ke tempat favoritnya, menyusuri 6 blok dalam suhu 21 derajat dengan tentu pakaian hangat.
Semua wajah yang berpapasan, tak ada satupun yang Relei lupa. Ada 13 wanita, 8 diantaranya bermata coklat, dan 6 pria, satu diantaranya memegang setangkai bunga mawar, yang sudah bertatap sapa selama perjalanannya menuju 8th Ave. 8 bunyi klakson mobil dan 4 suara orang bersin yang selalu di balasnya dengan “semoga tuhan memberkati”. Tidak, Relei tidak selalu menghitung seperti ini dalam sehari-harinya. Hanya saja Relei selalu ingat.
“ Lalu bulan masih saja datang, pun tak sepertimu, yang malam ke malam, masih saja semakin semu.” Seorang wanita paruh baya sedang membacakan barisan terakhirnya di atas podium dengan parau sangat menghayati. Penyair lain yang ada di ruangan itu menjentikkan jari mereka terkagum, ada juga yang bersorak kata-kata manis. Kode etis dalam pembacaan puisi di 8th ave adalah : tidak perlu bertepuk tangan terlalu kencang untuk berkata bahwa kau kagum akan satu puisi, cukup dua jari saja.
“ Biarkan aku datang ke mimpi buruk mu, lalu mimpi indah mu, lalu mimpi mu yang kau bahkan tak tahu tentang apa, atau pun mengapa,” Selanjutnya adalah giliran seorang perempuan muda yang naik ke panggung. Ia bercerita tentang buah mimpi, bahwa Ia ingin menjadi fantasi yang dibawa kemanapun sang pemimpi berjalan.
Baju hangat kuning kecoklatan, 4 kerutan di tangan kanan dekat siku dan 5 lainnya di dekat bahu kiri. Malia –atau seperti itulah tadi perempuan itu memperkenalkan dirinya sebelum memulai puisi- menyisir rambutnya kebelakang kuping sebanyak 3 kali sepanjang ia membacakan puisinya. Ia bergeliat di boots hitamnya, entah karena grogi atau tidak nyaman. Malia berambut coklat ikal sepinggang, dan memiliki bulu mata yang lentik bahkan dilihat dari ujung ruangan.
“ Untukmu, yang bersandar ke bata merah dengan tangan memegang kerah.” Malia mengakhiri puisinya sambal menatap ke arah Relei. Tangan Relei yang sedang membenarkan kerah baju otomatis langsung membeku. Ia sadar penyair lain sedang mengalihkan semua perhatian mereka kepadanya. Tapi hey, ayolah, pasti bukan, gadis di atas podium itu pasti bukan sedang membicarakan tentang Relei. Gadis yang sekarang sedang menuruni tangga podium dan berjalan ke arahnya itu pasti bukan sedang- Oh tuhan, atau mungkin memang iya.
ga Aug 2017
Temukan aku, cari aku
Hancurkan aku, remukkan aku
Caci diriku hinakan jiwaku
Buat aku berlutut menangis di hadapanmu
Hempaskan tubuhku rebahkan kepalaku
Lakukanlah, hancurkan diriku.

Tapi ketika saatnya tiba
Ulurkan tanganmu, raihlah kepalaku
Berjongkoklah, sentuh pipiku
Elus rambutku hapus air mataku
Tundukkan kepalamu, dekatkan ke telingaku
Bisikkan padaku sebuah kata dari dalam hatimu
Hembuskan padaku sebuah harapan
Lantunkan lagu itu, lagu kehidupan

Tatap mataku, ajak aku berdiri
Pandang wajahku, yakinkan aku
Genggamlah tanganku sementara kau mulai melangkah
Peluk erat jariku dengan jemari lentikmu
Berikan hangat tubuhmu, genggam erat tanganku

Ayunkan kakimu, berlarilah
Bawa aku bersamamu, beri aku jalan
Menolehlah sesekali ke belakang
Aku akan tetap berada di sana
Memandangi jemarimu memeluk jemariku
02/04/16
はなろ Nov 2017
saya mati dibuat matanya

dari awal jumpa pertama,
mata itu beda tatapnya

mata itu punya bisa ya, tuan?
buat jiwa mati rasa sedemikian rupanya.

mata itu buat rasa selalu berdalih,
sekalipun hamba tahu tatap bukan penuh maksud

tapi rasa terus berdalih,
semakin berdalih semakin tumbuh rasanya

imajinasi semakin keras kepala,
rasa makin liar

boleh mata buat hamba seorang tuan?
boleh, kah?

karna raga dimakan waktu,
tapi rasa tak habis-habis

saya lelah karna tatap itu,
saya mati.
in bahasa
ga Nov 2018
Venus pukul 5 pagi
Berpendar sendu di ujung timur
Hatinya meraung bergema
Lengannya memeluk kenangan yang mulai buyar
Matanya menerawang kisah-kisah lampau
Pasrah dirinya hanyut, bermuara ke alam sadar

Jiwanya hampir roboh
Beruntai-untai tali penopang mulai usang
Seutas tetap bertahan
Yang terbuat dari cintanya,
Yang dirajut oleh sang terkasih
Mengikat rohnya tetap dalam raganya

Berderai senyap air mata yang tak pernah kering
Mengecup pelan bibir yang tak mampu berkata
Membalas tatap mata yang tak pernah terlelap
Memeluk hangat tubuh yang tak lagi merasakan hangat
Menyambut lembut mimpi yang tak pernah selesai,
Mimpi yang tak ingin disudahi
01/11/2018
Atta Oct 2018
Apa kabar, Tuan?

                           Lama tak beradu tatap.

Bagaimana kehidupanmu tanpaku?
Sepi,
        senang
atau
                                         lebih dari tenang.

Kenang memori kita, Puan bersedih.



      Puan tahu diluar kehendaknya untuk memohon kembali kepadamu.
      Namun tiap malam Puan meraung sepi, terisak sesak. Puan menyerah namun Puan tak bisa melepaskan.







Puan hanya ingin berbicara barang lima detak,
Puan ingin Tuan tahu,
Tuan masih bertahta di hati Puan.
Rizka hafizoh Sep 2018
Biarkan aku bercerita,
tentang anggun nya malam kala kita bersama.
Dua insan yang terlihat saling suka.
Tertawa lepas tentang angan yang berkelana.
Menyanyikan lagu kesukaan yang ternyata sama.
Berbaring dan saling tatap.

Biarkan aku bercerita,
Tentang isak tangis sang wanita kala rindu menyergap.
Penantian panjang pesan yang tak dibalas.
Lagu yang tak lagi terdengar menyenangkan.
Berbaring dengan harapan sang pujangga kembali datang.
Favian Wiratno Dec 2018
Malang; Biarkan aku bercerita,
tentang anggun nya malam kala kita bersama.
Dua insan yang terlihat saling suka.
Tertawa lepas tentang angan yang berkelana.
Menyanyikan lagu kesukaan yang ternyata sama.
Berbaring dan saling tatap.
Menyadari cinta selalu ada.
Trilogi dari 3 Puisi (Part 2)
Favian Wiratno Oct 2020
jiwa ini kembali meragu; terbeban pertanyaan memburu.
rasa tidak tentu,
entah apa yang ditunggu.
berawal dari sebuah tatap,
rasa ingin sekali menetap.
entah apakah diriku ini sedang kalap,
atau hati ini memang sedang berharap.
jiwa ini kembali meragu; sepertinya aku jatuh cinta padamu.
NURUL AMALIA Aug 2017
coba jelaskan lagi
waktu itu saat kau bilang sesuatu
hatiku sulit mencernanya
seperti kalimat kiasan yang coba kumaknai
ada apa dibalik tirai itu?
lihat aku malu
angin menertawakanku

aku ingin mendengarnya lagi
suara dari hatimu
waktu itu suara mobil memecah pendengaranku
aku tatap saja bingkai itu
nadiku berletup cepat
lalu kau tersenyum
ga Apr 2018
Bukannya ingin melupakan
Tapi langitmu biru
Milikku selalu hijau abu-abu
Diwarnakan kecewa yang tak kusesali

Lama sudah roda waktu kuputar
Namun kudapati kau hanya sebentar
Kau dan waktu adalah ilusiku
Namun kertas dan tintaku takkan menipu

Matamu sepekat langit malam
Berkilat menantang walau tanpa bintang
Menggali semua amarah dan kecewa
Saat kau bertukar tatap denganku

Ambil semua bintang-bintangku
Rebahkan diriku ke jalan yang gersang
Retak merana, kering oleh sang waktu
Mata itu tak lagi sama di hadapanku

Bintang tidak jatuh setiap hari
Namun kali ini ia jatuh di antara kita
Maaf telah kusembunyikan darimu
Cepat atau lambat kau akan mulai berlari
Tanpa bisa kukejar kembali

Luapkan semua amarah dan kecewamu
Padaku, pada dunia, pada yang tak kau pahami
Karena kau yang paling tahu
Batas waktuku untuk bersama dirimu
28/03/2018
The burn marks on my epiano won't go away 10 hours loop
Sundari Mahendra Nov 2017
Ku berharap esok pagi matahari bersinar cerah
Ku berharap hatiku yang gelisah sirnah
Ku berharap perjalanan hidupku berubah
Ku berharap segala kegalauan ku pecah

Ku berharap hari-hariku bahagia
Ku berharap kanan kiriku sejahtera
Ku berharap atas bawahku mulia
Ku berharap sisi-sisi kehidupan terarah

Ku berharap masa depan yang ceria
Ku berharap kegelapan tidak nyata
Ku berharap mata dan hati terbuka
Ku berharap hanya sukacita melanda

Ku berharap segala yang buruk tiada
Ku  berharap kemajuan semata
Ku berharap matahari dan cahaya
Ku berharap kakiku tetap lincah

Tapi semua itu hanya ku berharap
Belum tentu seperti yang Kau tatap
Ajarku tetap berharap
Hanya kepada Kau saja....
Loveeyta Sep 2021
Bulan malam ini hampir mirip dengan senyumku. Melengkung, tidak sempurna, hanya setengah saja.

Kalau bulan memiliki fase yang pasti, aku rasa aku tidak seperti bulan. Namun, malam ini berbeda,
aku ingin menyamakan diriku dengan bulan sabit yang sedang kita tatap melalui tempat yang berbeda.

Hey, bulan! Tolong buat lengkungan yang indah, sebab, dia bisa melihatmu, dan aku sedang berkamuflase menjadi kamu!

Jangan sampai matanya mengecil untuk memperjelas lengkungmu,
jangan sampai jidatnya mengerut heran karena sinarmu tidak seterang biasanya.

Hey, bulan! Aku sedang berkamuflase menjadi kamu! Pastikan dia melihat bulan yang indah malam ini, karena dia ingin aku baik-baik saja.
A Oct 2019
kelap kelip,
lampu kota,
jakarta,
22.30
balkon,
senda gurau,
tertawa,
peluk,
saling tatap,
segala,
rencana,
bahagia,
berdua.

--

redup,
jakarta,
02.­10
tanpa kata,
sendiri,
marah,
kecewa,
kandas,
semua rencana,
menua,
bersama.

— The End —