Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
So Dreamy May 2016
dalam soal perasaan dan cinta-cintaan,
satu saran dariku ialah
  jangan kau gunakan banyak-banyak hatimu
   kau tentu boleh merasakan,
    asal tidak terlalu dalam.

      jangan.

      bahkan kalau kau mampu
     biarkan orang lain menganggapmu
    berhati beku soal itu
   biar saja mereka menganggapmu begitu
  asal dalam hati kamu tahu,
perasaanmu sesungguhnya hal yang paling murni untukmu.
So Dreamy Jan 2017
Di ujung jalan Merbabu III, ada sebuah bangunan tua berwarna cokelat muda berlantai satu dengan sebuah taman yang dipenuhi semak bunga Gardenia dan sebuah pohon pinus. Itu adalah rumah kami. Sebuah gunung berdiri tegak di depan kami. Teh beraroma melati yang disajikan dalam cangkir putih membiarkan asapnya mengepul memenuhi udara dan menghangatkan atmosfer di sekitar kami hanya untuk sepersekian detik. Ditemani sepiring pisang goreng atau roti bakar berisi selai cokelat yang meleleh, bersama ibuku, kami berbincang tentang banyak hal di atas kursi kayu di teras rumah berlatar gunung.

Kami banyak membicarakan tentang masalah pendidikkan dalam negeri, masalah keluarga, hobi masing-masing, masa depan, pelajaran di sekolah, pekerjaan lainnya, dan mengeluh bagaimana hal-hal tidak berjalan sesuai dengan ekspektasi kami. Ibuku adalah sahabat terbaikku. Bisa dibilang dia merupakan orang terfavoritku walaupun aku lebih mengidolakan band-band asal Inggris yang jaya di pertengahan era 90-an. Tapi, ibuku adalah pendengar terbaik selain secarik kertas HVS putih yang biasa kutulisi dengan rangkaian kata menggunakan pulpen biru Faster. Dia mendengar, benar-benar mendengar. Dia mengerti apa maksud dari seluruh ucapanku, bukan hanya sekedar menyimak cerita-ceritaku.

Setiap kali aku mengeluh tentang suatu hal, Ibu menghujaniku dengan nasihat-nasihat dan pepatah-pepatah hebat. Ia selalu mengingatkanku untuk selalu bersyukur.

“Bu,” panggilku pada suatu siang di tengah bulan Juni yang sangat panas.

Kami sedang membersihkan sayur kangkung dan ikan Gurame di dapur dengan jendela yang terbuka lebar di hadapan kami sehingga kami bisa melihat jelas isi dari taman belakang rumah sebelah.

“Aku heran mengapa bunga-bunga liar ini bisa tumbuh. Maksudku dari mana mereka berasal dan bagaimana bisa mereka tumbuh begitu saja?" tanyaku.

Ibuku tersenyum. “Penyebaran bibit itu bermacam-macam. Lewat serangga, bisa jadi?” jawabnya sambil terus membersihkan sisik ikan. “Lagi pula, bunga rumput itu sangat cantik. Setuju dengan Ibu?”

Aku mengangkat sebelah alis, kemudian menggeleng. “Cantik apanya? Mereka berantakan, ya, kan? Bagaimana bisa Bu Jum betah melihatnya tanpa merasa gatal untuk segera mencabutnya?”

“Mereka adalah bunga yang kuat,” katanya, “mereka tumbuh di mana saja, kapan saja. Mereka tidak peduli seperti apa rupa lingkungan sekitarnya dan bagaimana lingkungan sekitarnya bersikap pada mereka, menampar atau menerima. Mereka tetap tumbuh, bertahan, dan hidup. Bunga rumput adalah bunga liar yang sering diacuhkan banyak orang, tapi mereka adalah bunga yang kuat dan mereka terlihat cantik dengan cara mereka sendiri.”

Aku tertegun.

“Itu hanya pandangan Ibu saja. Semacam filosofi, kamu paham, kan?”

Sejak saat itu, aku percaya pada kecantikan di setiap kesederhanaan. Hal-hal yang biasa tidak diperhatikan atau dilupakan banyak orang sesungguhnya memiliki keindahannya sendiri. Meneguk secangkir kopi panas di malam hari ketika tiada satu pun suara dan bintang berkedip di langit tinggi, cahaya matahari yang mengintip dari balik dedaunan dan ranting pohon atau jendela kamar, mendengar dan melihat bagaimana tetes-tetes hujan turun dari genting ke permukaan tanah. Jalanan kelabu yang basah dan sepi, suara dan kilatan petir, kabut yang memenuhi ruang udara setiap Subuh. Suara deburan ombak yang berujung mencium garis pantai atau suara aliran sungai yang mengalir dengan tenang. Hal-hal seperti itu, selain mereka cantik dengan caranya masing-masing, mereka juga indah tanpa pernah sekalipun menyadari bahwa mereka indah. Dan, itu adalah kecantikan yang paling murni dari segala hal yang nyata.
Noandy Apr 2016
Kekasihku telah meninggal
Tak ada lagi yang tersisa dari
Rambut panjangnya
Bahkan sekarang
Senyumnya berbau masam

Kekasihku telah meninggal
Sudah tak dapat lagi ia ucap
Sajak-sajak getir
Laut di ufuk
Apalagi senandung bintang atas kita

Kekasihku telah meninggal
Sentuhannya dingin
Tubuhnya kaku
Kelembutannya menjadi pisau
Dan gurauannya antarkan duka

Ia tetap tertawa dalam kematiannya
Karena jasadnya dapat terus hidup
Sebagai manusia lain
Yang bagiku, entah siapa
Yang bahkan tak kukenali danurnya

Jika bisa
Aku ingin mengembalikan tubuh itu padanya
Akan kugali kuburan dalam hatinya
Kutarik keluar jenazahnya dan kubangkitkan,
Dalam sebuah peluk dan angan

Akan kubiarkan ia merasuk
Pada tubuh tak berhati
Tak berjiwa itu
Tubuh budak
Peradaban lama

Akan kubiarkan ia merasuk
Panjang rambutnya yang fana
Senyumnya yang binar
Hatinya yang murni
Harus ku kembalikan

Pada
Tubuh
Hidup
Gentayangan
Itu
Surya Kurniawan Apr 2018
Pertama, siapkan air mendidih
Tuang sebungkus hidup dalam gelas
Lalu, menurut anjuran para ahli
Tambahkan satu sendok makan gula
Berharaplah manis, jika dirasa kurang
Luapkan hidupnya dalam gelas tinggi
Cobalah amati lubernya, lihat saja
Hidup mengalir keluar
Cicipi luberan hidup yang tumpah,
Hayati rasanya yang tajam, aromanya yang pekat, serta partikel-partikel yang asing
Hingga kau tahu, bahwa rasa hidup yang tumpah sama dengan rasa meja
Jika sudah, teguk hidup dalam gelas
Murni, tanpa ada partikel asing di dalamnya
Coba bedakan antara hidup yang murni dengan hidup rasa meja
Aneh bukan?
Memang, jika kau patuh
Hidup akan lebih pahit jika diseduh.
Untuk yang sialnya aku kasihi, seduhan apalagi yang kamu buat?
KA Poetry Dec 2017
Mahluk Tuhan yang begitu murni
Menutup diri untuk tak terlihat
Melihat hanya dengan doa
Menggincu disisi akhlaknya

Dusta bahwa dia tiada lain dari sempurna
Dia lah arti kata sempurna
Dusta bahwa dia tidak berjalan dengan arahanNya
Dia lah jalan untuk diriku berpulang

Rajutan luka perih di jiwa
Penyembuh kesepian
Reinkarnasi seorang malaikat
Permata yang paling berharga

Kau adalah jantungku
Berdetak di setiap detik kematianku
Kau adalah darahku
Berjalar renang disekujur tubuhku

Membuatku merasa hidup.
04/12/2017 | 19.52 | Indonesia
KA Poetry Oct 2017
Cinta, kini kau datang juga
Cinta, sungguh indah citramu
Dunia terasa hampa
Bila kau tiada

Arti cinta yang melingkar disekitarmu
Demi kasih yang kudambakan selalu
Kusembahkan hatiku yang murni
Untuk disinggah oleh dirimu

Cinta, kesucian yang sakral
Cinta, sumber luka yang menyakitkan
Mampu membawa raga dan jiwa
Keabadian atau Kematian.
28/10/2017 | 22.02 | Indonesia
Safira Azizah Aug 2019
Garis-garis senja yang tegas
duduk tenang di depan
rayapan manusia,
mencuri dengar insan-insan
yang menyiangi dosa-dosa mereka
dengan pengakuan-pengakuan suci.

Pengakuan mereka mengepul
bersama asap keretek
yang kemudian membubung,
menggema sampai ke surga.

Matahari tersenyum,
termanggut menyimak khidmat,
hingga rona kemerahan menjelma
gelap seperti lebam.
Pengakuan dosa-dosa yang murni,
lembut dan tak ternoda seperti bayi.

Mereka diampuni
agar insan mendosa lagi.
a Apr 2020
biarkan saja membekas
kalau memang ia murni; sejati
jangan dipagari
buat apa repot-repot?
"aku yang bunuh", ujarmu
tapi selalu kau cari ia yang bersalah
kau tak pahat tumbuh; tak juga lukis mekar
tanggalkan permainanmu
seolah-olah Tuhan
lupa kah tuan pernah belajar melangkah
saat ibu membawamu ke gurun?
tanpa se-utas pun hak memilih
bahwa taman adalah cita-citamu

— a

— The End —