Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
Rassy Jun 2015
I miss the smell of fresh air.
I miss to hear grandma and grandpa laugh together with us.
I miss the cold water in the bathroom where i will skipped take a bath at 6 a.m.
I miss running to paddy fields with cousins and fell in mud.
I miss jump into the river, cleaning ourselves.
I miss my kampung.
Aridea P Sep 2012
dari awal memang aku hanya kertas kosong bagimu
tak bisa digambar, tak bisa ditulis
yang terlupakan, yang tertinggal
yang terbuang, tak berharga
meski ku coba tuk tulis sendiri
kau hapus begitu saja,
dan kau buang

nama ku tak pernah kau sebut
mungkin karena kau lupa
mungkin karena kau tak suka
aku Erikaa
kau bisa panggil ku apa saja
sesukamu
tapi jangan,
jangan kau tak menyapaku

ku baca statusmu
diam-diam,
dari akun temanku,
teman baikku

kau benar suka dia?
haha tentu saja!
kau kembali ke kampung halaman,
besoknya kau pergi lagi menjemputnya
oh betapa beruntungnya dia
dicintai malaikat sepertimu

jika kau menikah,
apa ada kau akan mengingatku?
mengingat kekonyolanku?
menertawai kebodohanku?

kini semuanya ku buang,
semua tentangmu
senyummu,
candamu,

tapi ku mohon,
izinkan aku menyimpan foto-foto mu
bukan foto dirimu,
tapi foto mu,
pohon, jalanan, Samudera Atlantik, yang kau foto

No!
Akan ku hapus semua!

Terima kasih tuk selama ini.
Kau tlah berikan 0.5% cinta mu padaku
Terima kasih telah 99.5% membenciku
sehingga aku sadar akan kedudukanku
Terima kasih sudah 100% mencintai dia
aku yakin kau takkan menyakitinya

""Selamat G----- F--------- F--------
Semoga kamu BAHAGIA""
Aridea P Feb 2012
Jakarta, 25 April 2009

Kampung halamanku
Di mana tempatku dilahirkan
Di pagi hari di bulan Mei
Tanggal 20 tahun 1995

Aku diberi nama Erika
Ku dibesarkan
Sampai aku berumur 7 tahun, aku pindah ke Ibu Kota
Dengan keluargaku
Ayah, Ibu, dan adik-adikku

Aku tumbuh menjadi seorang remaja
Dan mulai merasakan jatuh cinta
Jatuh cinta pada seorang remaja pria di sekolah
Dia sangat hebat dan pintar
Dia adalah motivatorku
Tuk meraih semua mimpiku
ChinHooi Ng Nov 2022
So many doors
tightly closed
the need for more clothing and food
can't be kept out
it's a small hamlet
by the river
when a man stamps his foot
the whole village wobbles
a slap from a woman
and the whole village is flooded with tears
a cough in the dark
reveals bricks of secrets
two old stone mills
like an old couple who
have worn out their lives
wind leaks through four walls
a candle light dim and faint
not a synonym for romance and cozy
but luxury
when they can't afford kerosene
they eat, wash, get in the blankets
before the candlelight goes out
remainder of the light is only
for the maternal needlework
a curve creek
clear and lucid
when catching fish and mud-skippers
they become as happy as the water
joyful shrieks waft
in the smoke from the cooking stove
these scenes which can only be
returned to if time regressed are
very much alive in memory
they just didn't grow with me
many years later the warren
became a rustic retreat
days of the dirt and soil
became a wandering cloud
the stubborn local sounds
suddenly emerge from baseless thoughts
the mushed corn
the yam gruel
carrots and cabbage
feeding the dream
the mountains, the water, the people
the kindly kampung
the birthmark
of that era.
After watching Singaporean TV series Bukit ** Swee
Nur Almaz Mar 2016
I am your mamak kinda girl,
roti telur, roti planta,
banjir, sambal lebih.

I am your HS Cafe kinda girl,
nasi putih makan,
ayam goreng, kuah campur,
sayur, kentang,
nescafe ais bungkus.

I am your warong kinda girl,
nasi goreng kampung,
telur goyang.

I am your Kelisa manual kinda girl,
anything that moves is fine,
as long as we get there in one piece is good.

But I am also your, "how are you?" kinda girl,
where I expect you to tell me stories,
share insights,
and discuss your day.

I am also your, "random question..." kinda girl,
where I expect thoughts and opinions,
discussions and deep conversations.

I am also your, "tahu tak..." kinda girl,
where I want to tell you my thoughts and opinions,
for us to discuss further in our deeper conversations.

Because I am more than just "that kinda girl".

I am more than an introduction,
or rising action,
I am the ****** to your tale and
I expect a falling action,
which eventually leads to our resolution.

I am a simple girl with simple satisfactions,
but I only have one motivation,
I cannot tolerate mediocrity when it comes to ideas and solutions.

I expect love, power, and compassion,
because it is with you that I expect my conclusion,
which will eventually lead to our next destination,
a new exposition.
ga Jun 2018
Pertama kalinya kugenggam tanganmu
Satu kembang api dipantik dari ulu hatiku
Seribu lainnya menyusul saat jemari kita saling bertaut
Menghiasi langit malam dengan pendar menggoda
Hitam pekat dibasuh percik api warna-warni
Kusaksikan dengan jelas saat kutatap wajahmu lekat-lekat

Kala itu tak satupun kata berhasil kita ucapkan
Namum dalam hati, tiap detik kulayangkan ribuan doa
dan segala mantra :
"Tuhan sang empunya dunia ini, hendaklah hentikan waktu sejenak untuk hambamu ini. Atau panjangkanlah malam sebelum mentari terbit nanti. Terima kasih Engkau turunkan bidadari, tepat disebelah hambamu ini".

Rambutmu bagaikan ombak musim panas
Bergulung-gulung indah harum manis bergairah
Namun dadaku layaknya laut dikala badai
Gemuruh layaknya seribu ksatria berkuda
Inginku berteriak sekencang-kencangnya
Gemanya terdengar sampai kampung Ayah-Ibuku

Jikalau nun jauh di belahan dunia sana
Seseorang berhasil menginjakkan kakinya di bulan
Inginku umumkan pada dunia
Malam itu akulah manusia pertama yang berhasil menggenggam bulan
Akulah pungguk yang melawan seluruh hukum gravitasi
Akulah pungguk yang tak lagi merindukan bulan

Kalau saja bisa, saat itu juga
Ingin kutuliskan berlembar-lembar puisi cinta
Ingin kupetik gitar dan bersenandung mesra
Karena bisikan lembutmu melantunkan hasrat hidup
Tatapan sayumu membiaskan mimpi-mimpiku
Senyuman indahmu melukiskan harapan-harapanku
Mimpi dan harapan seorang lelaki biasa
Menghabiskan hidup dengannya, tuan putriku ratuku, malaikatku, wanitaku yang istimewa
22/05/2018
Pagi mulai menjelang, biar kuantar kau pulang
So Dreamy Aug 2019
Setetes, dua tetes, tiga tetes, empat tetes
Air hujan akhirnya kembali pulang ke kampung halamannya
Ke tanah kering,
Berisi hamparan debu dan keluhan para penghuni kota yang melebur jadi satu
Melagu, menyelimuti atmosfer kota yang dihinggapi kebosanan dan ketergesaan
Kemajemukan dan kesamaan-kesamaan
Kebebasan dan keterbatasan
Kesempatan dan hambatan-hambatan

Jalan panjang menuju rumah
Dihuni sepi, tetesan hujan di jendela bus, dan pikiran-pikiran tak lumrah
Trotoar basah dan langit gelap
Berhenti di satu halte,
Seorang laki-laki berkemeja kotak-kotak datang menghampiri

Tanyanya,
“Hai, di sini kosong?”

Perempuan itu diam, mengangguk.
“Kosong.”

Laki-laki itu duduk di sebelahnya, memangku tas ransel hitam, dan bertanya lagi,
“Tahu kenapa langit tiba-tiba menangis?”

Perempuan itu menggeleng.
“Kenapa?”

Laki-laki itu bicara lagi, mendekatkan kepalanya,
“Karena langit sedang mencari rumahnya yang lama hilang.”

Tepat saat itu,
Si perempuan tersadar,
Terlalu lama ia tenggelam,
Dalam percakapan yang hanya hidup di ruang imajinasinya.

— The End —