HelloPoetry
Classics
Words
Blog
F.A.Q.
About
Contact
Guidelines
© 2024 HePo
by
Eliot
Submit your work, meet writers and drop the ads.
Become a member
Tantri Dyah Whidi Palupi
F/Surabaya, Indonesia.
3 followers
/
619 words
Follow
Message
Block
Stream
6
Poems
5
Latest
Popular
A - Z
Favorites
19
Poems
(17)
Members
(2)
Tantri Dyah Whidi Palupi
yang
kau
itu
dan
aku
seperti
dengan
jengki
lalu
pada
hanya
pergi
sang
tak
sepeda
menit
sendu
pria
saat
saya
ingin
kopi
malam
hujan
sunyi
dalam
siapa
sedu
ini
seorang
miliknya
menuju
wanita
kembang
bersepeda
bertanya
hari
karena
menyukai
dirinya
waktu
terlelap
diri
peduli
sayup
rindu
apakah
kamu
yojana
kepadaku
oleh
dari
warna
lagu
sampai
penuh
kawan
tahun
pukul
tua
kaki
pondok
tempat
bercat
kusam
sedikit
depan
jalan
sambil
dulu
akan
kusumanegara
taman
tembok
putih
beli
cukup
penjual
senyum
untuk
sedang
langkah
dini
jawabku
pahit
kejujuran
tanpa
itulah
kesederhanaan
menjadi
lagi
tersenyum
tidak
tergelak
tik
jarum
paling
rantai
menyepi
menyendiri
tengah
mati
lamunan
menderu
menyatu
khidmat
biru
membisikan
kata
dalu
torehkan
gelak
berbalut
maksum
mengantarkan
lantas
api
panas
terpapar
auramu
menggeliat
menyapu
menyeluruh
hingga
gugur
kalbu
terbakar
angan
para
penyelatu
hilang
perlahan
menggugur
berasap
menghilang
semu
layaknya
tertiup
bayu
memudar
bayang
nafsu
pemilik
menjajakan
aksara
palsu
mendulang
manis
ucap
membiaskan
maki
untaian
menerkam
mangsa
diam
terpaku
hasrat
jadi
rupa
asli
kawanku
sugguh
lucu
sepenggal
cerita
empat
sore
tadi
keriput
diwajahnya
melangkahkan
rentanya
keluar
jati
semalam
lengkap
pakaian
rapih
kebesarannya
sepatu
boot
lupa
topi
baret
diambilnya
bercak
karat
besi
besinya
disandarkan
empunya
pagar
kayu
digiringlah
melangkah
tujuannya
selang
beberapa
tunggangi
kayuh
berpeluh
dahi
tubuh
berbulir
menetes
ada
ragu
lirih
dendangkan
telah
hafal
selama
hidupnya
masih
muda
dapat
memacu
semangatnya
hendak
berperang
bersama
sesampainya
berpagar
tepat
tepi
sudah
terduduk
rapi
menggelar
dagangannya
kembangmu
lima
ribu
saja
katanya
lekas
membungkuskan
permintaannya
dibibir
sembari
memberikan
bungkusan
kepada
kalau
boleh
tahu
bapak
ujarnya
santun
hormat
terdiam
tertawa
kecil
tawa
khas
usia
senjanya
mau
jenguk
seperjuangan
desember
tepatnya
berpamitan
dunia
qadim
kami
berjuang
negara
jawabnya
undur
dititipkannya
berjalan
memasuki
gerbang
bertuliskan
makam
pahlawan
daerah
istimewa
yogyakarta
mantap
juga
mengembang
wajah
keriputnya
njaluk
sepuro
mas
kepriye
kabarmu
ayo
gek
ceritani
kabar
indonesia
saiki
jakarta
surabaya
oktober
apa
membuatmu
bahagia
secangkir
mengernyitkan
kedua
alismu
kenapa
membawa
pilu
jujur
rasanya
hitam
parasnya
bersandiwara
tapi
hal
mencandu
darinya
perlu
harus
bersinar
indah
bintang
dalamnya
dengki
siang
keikhlasan
tetap
ikhlas
menjatuhkan
meski
banyak
memaki
berharap
pernah
datang
termenung
kembali
dahimu
berkerut
memikirkan
sesuatu
tuturmu
menjadikan
diriku
mereka
berlebih
pun
mengapa
merasakan
keihklasan
mengejek
terlalu
naif
tandasmu
akhirnya
turut
jua
bersamaku
menutup
pembicaraan
kita
kala
membagi
berakhir
tok
bersua
laksana
empu
sendok
meniti
jongkok
asal
bukan
otak
pekok
satu
tiga
balik
berlari
cuma
berdiri
kejar
kejaran
bunyi
desah
kagumi
salah
hitungi
coba
bagi