Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
Krysel Anson Sep 2018
I.
Time passes, another
batch of refugees and migrants. Cities turn into
new houses of gambling and vicious cycles.
Some say only machines can speak clearly
and most humans have lost what they have earned
throughout all this time, just right on schedule.

To own our language,
and the relationships it sets into motion,
we learn painfully, repeatedly like sunrise
and sunsets.
Claiming our own spaces and demons
hidden in our conveniences and reflex routines,
and learning the tricks that has kept peoples
from fully healing from broken promises
and betrayals throughout time.

We own up to our language and its demons
every day and night that we toss and turn
into something feasible, edible, livable.


II.
Iba ibang uri ng digma.
duguang kasaysayang binabaong buhay
binubura ang lakas at memorya tulad ng siyudad
ng Songdo sa South Korea na ang ibig sabihin
ay "city with no memory".

Ito din ang isa sa mga modelo para sa New Clark City
na tinatayo sa Luzon. Sa dalawahang mga pamamaraan
ng mga naghahari-harian, nakikibaka ang anakpawis,
nakikibaka ang kamalayan ng pagpapasya at pagwasto
sa mga pagkakamali, na paulit-ulit na sinusubukang
patayin sa iba ibang mukha.

Mula pa sa panahon ng mga lolo at lola noong 1940s
hanggang ngayon, patuloy ang mga pag-eexperimento nila at paggamit ng panlilinlang  at dahas, sa ngalan ng kalusugan, edukasyon at batas, upang ipain ang buhay sarili, lasunin ang lupang kinakain ang sarili. Kung hindi tayo mag-aaral at mag-iingat din, tayo mismo ang papatay sa mga sinisimulan. #
English translation to follow. Work in progress.
jia Jul 2020
"TAHIMIK!" sigaw ng mga nasa itaas,
mga taong gumagawa ng batas,
ngunit ang hustisya'y hindi patas,
'pagkat sa kanila ang batas ay may butas.

"TAHIMIK!" sigaw ng mga may kapangyarihan,
mga taong inaasaahang maging huwaran,
sa panahon na sila'y ating kinakailangan,
ang tanging naitatanong ay "saan?"

"TAHIMIK!" sigaw ng mga mapagmanipula,
mga taong ginagawang hanapbuhay ang pulitika,
pondong mga winawaldas at nawawalang parang bula
ang mga sagot ay tanging paghuhula.

"TAHIMIK!" sigaw ng mga ayaw sa kritisismo,
mga takot sa hinaing at nagrereklamo,
mga tutang kinain ng koloniyalismo,
sa ibang bayan sila ay tila maamo.

ngunit sa kabila ng lahat ng pagtatahimik,
patuloy kang umimik,
sa hustiya at paglaban ay maging sabik,
sa mga mapanakot huwag magpapitik.

ipagpatuloy ang pagiingay,
sa masa ika'y sumabay,
magising ka sa iyong malay,
pagkamakabayan huwag sanang mawalay.

huwag **** hayaang kunin ang boses natin,
'pagkat ang pag-aaklas ay pilit na isinalin-salin,
mag-salita ka pa rin,
hindi lang para sa'yo kundi para rin sa akin.

ialay ang mo ang salita mo sa mamayan,
ikaw ang maging tunay na huwaran,
susunod na henerasyon iyong ipasan,
mag-ingay sa kahit anong paraan.

"TAHIMIK!" ani ng taong bayan,
sawa na sa pagmamanipula na naghahari-harian.
"TAHIMIK!" ani ng mga mamamayan,
tandaan na laging buksan ang mata at isipan.
mula sa masa, tungo sa masa

#JunkTerrorBillNow #VetoTerrorBill
073115

Ang pagpara'y naging daan
Hindi alintana ang trapik
Kumukutitap ang asul
Patungong berde ng panimula.

Di naglao'y nagbadya ang motorsiklong itim
Medyo napasilip, kahit saglit
Biglang nautal ang pag-iisip
Baka sakaling ikaw ang kumakarera nito.

Pinagmamasdan ko ang mga kamay ko
Baka ang bukas ay maging ngayon,
Yan ang isip ko.

Panandalian akong napatingin
Medyo kumakapit sa bakal,
Ibababa ko ang mga kamay
Sabay paulit-ulit lang,
Pagkat nakakangalay.

Kaya pala ang bagal nang takbo mo
Lumagpas ka nang diretso pati ang paningin
Hindi ka man lang lumingon
Hindi ka man lang napatingin
Kahit distansya nati'y
Segundo lang ang milya
Ganoon tumibok ang oras.

Napapikit ako
Nagulat pagkat tama ang akala
Hindi nais na ganoon ang pagkikita
Akala ko kasi'y lumisan ka na
Akala ko kasi'y sa susunod pa ang balik
Pero haharurot sa kalsada,
Naghahari-harian sa eksena.

Hindi ako galit sa tadhana
Na naglalapit sa atin sa isa't isa
Hindi ko na nga hinihiling na ikaw na
Iniwan ko na ang alinlangan sa kalsada.

Napakapit ako sa bilis ng takbo
Ang pusong walang tibok,
Walang mintis kung sinusubok
Nangangalay ang pagtitiis
Ang hirap pala ng posisyon ko,
Tinatalikuran, dinaraanan lang
Nilalagpasan lang,
Nauusukan, nasasaktan
Ayoko na lang sa backride.

"Para na, Kuya."
Gadis kecil berpipi bulat senang menari di taman.
Kadang sendiri, kadang bersama kawan.
Suatu hari gadis kecil berpipi bulat bertemu seekor singa.
"Jangan dekati dia! Dia sedang terluka!" Teriak seorang teman.

Gadis kecil berpipi bulat memperhatikan Raja Hutan.
Luka bekas sayatan menganga lebar di dada.
Ia bermandikan darah dan air mata.
Gadis kecil berpipi bulat terkesima.

"Tuan Singa, Tuan Singa! Siapa yang melukai anda?" Tanya gadis kecil berpipi bulat penasaran.
Seekor singa dengan bulu kecokelatan lebat sekilas mendongak, lalu kembali tergolek lemas.
Sekilas bola cokelat mengintip dibalik mata sipitnya.

"Tuan Singa, Tuan Singa ! Apa anda kesepian atau ingin mencari mangsa ?"
Tanya gadis kecil berpipi bulat penasaran. Ia terpesona dan ingin mengobati Raja Hutan.
Tapi bisa saja ia disantap sekali lahap.
Gadis kecil berpipi bulat tetap tidak beranjak.

                  Semoga gadis kecil berpipi bulat tidak dalam bahaya.

[Jakarta, 17 Juni 2019.]

__


Gadis kecil berpipi bulat menemani Tuan Singa bercerita.
Seekor betina pernah singgah dan mempermainkan luka.
Tuan Singa pandai bersandiwara!
Sesekali tertawa di selipan duka.
Gadis kecil berpipi bulat melihat.

Gadis kecil berpipi bulat menemani Tuan Singa bercerita.
Tuan Singa pernah kesepian dan ketakutan.
Takut menengok ke belakang dan diterkam dosa.
Seekor raja hutan meninggalkan banyak korban, pun selamatkan diri sendiri ia lupa.
Gadis kecil berpipi bulat terdiam.

"Semudah itu manusia mati dan semudah itu manusia hidup." Dongeng Tuan Singa.

Si Raja Hutan lelah, dan mulai menyanyikan lagu "Bangunkan Aku ketika September Usai" dari Hari Hijau.
Gadis kecil berpipi bulat menikmati senandung minor luka pengantar tidur.

"Tuan Singa, aku mengantuk. Tapi izinkan aku menemani tuan sampai tuan tidak butuh aku lagi, ya.
Selamat tidur dan bermimpi.
Semoga mimpi malam ini indah."
Ucap Gadis kecil berpipi bulat sebelum pulas.

[ Jakarta, 22 Juni 2019 ]

——

Gadis kecil berpipi bulat sudah terjebak.
Gawat.
Raja hutan mempermainkan teka-tekinya.
Gadis kecil berpipi bulat sibuk mengobati hingga lupa ia pun melukai diri sendiri.

“Tuan singa. Tuan singa.
Apa yang tuan inginkan?
Sebuah hati lagi, atau aku beranjak pergi?”

[5 Agustus 2019]

——

Raja Singa sedang terluka.
Ia gelisah.
Tapi gadis kecil berpipi bulat tidak bisa mengobati.
Atau,
bukan dia, yang sang raja cari ?

[19 September 2019]

_

Cukup.
Waktunya telah tiba.
Gadis kecil berpipi bulat harus pergi.
Semoga kamu bisa tidur.

[04 Oktober 2019]
Saya tulis untuk seorang Singa yang pernah saya kenal.
VM Jan 2021
Hari ini dia datang lagi
Dengan gaun kuning tanpa lengan
Rambutnya dibelah dua dan dikepang dengan dua warna karet rambut yang berbeda pada tiap-tiap ujungnya
Senyumnya manis sekali

"Dasar anak cantik"

Dia tersenyum semakin lebar sambil menawarkan aku setangkai balon
Sepertinya balon itu baru saja digelembungkan
Aku menggeseknya dengan kuku yang baru saja kupotong
Aku pikir dia akan mengernyit, entah kenapa dia malah tertawa

"Kemana saja kamu selama ini?"

Tertulis sebuah nama restoran yang kukenal pada balon itu
Jelas bukan tempat makan favoritku
Karena aku tak terlalu antusias saat melihat namanya
Sebuah tempat yang sering didatangi anak bini
Dipenuhi oleh emosi-emosi semu
Hanya untuk terlihat intim—setidaknya bukan tempat untuk anak gadis yang terus menatap layar ponselnya tanpa henti

"Darimana kamu tahu aku ada di sini?"

Dia memberikan aku kepingan lakban yang ternyata masih tercecer
Saat itu aku memperapikan koleksi buku harian, ya, dengan upaya untuk tidak melihatnya lagi
Supaya aku tak jatuh kepada rasa ingin membaca ulang semua tulisanku
Sial! Pasti dia mengawasi aku

"Apa tujuanmu kesini?"

Air mata berderai dari kedua matanya yang bulat
Seolah akan mengujarkan sesuatu dari mulutnya, dia hanya diam
Mungkin bukan diam, tapi mengoceh dengan kata-kata yang tak dapat kucerna
Kugenggam telapak tangan nya—sungguh kecil dibanding milikku
Dia masih saja menangis tanpa henti
Untuk segala tenggang rasa yang aku tahan kepada anak-anak, kali ini cukup iba rasanya

"Ayo, lah, aku hanya ingin merokok di sini"

Entahlah, enyahlah
Aku juga harus beranjak pergi dari sini
Lapangan tenis kosong yang dihiasi dedaunan repih
coldmochi Dec 2017
hari ini—
kuputuskan untuk menghapus namamu
dari lembar-lembar buku harian itu

berhenti membuat puisi tanpa arti
tidak ada lagi intuisi di sini

dulu—
aku pernah memberimu ruang paling indah
dalam hatiku
sebuah tempat yang tak pernah kuberi
pada lelaki manapun
sampai kau datang membawa badai
membuatnya luluh lantak
hingga tak ada lagi tersisa tempat untukmu

aku bisa saja membuat ruang lain untukmu
tapi aku tau kau tak akan lagi singgah di dalamnya
lagi pula, aku sudah terlanjur berdarah
dan aku tak mungkin menyembuhkannya
hanya dengan berhenti memikirkanmu
jadi,
kuputuskan untuk berhenti mencintaimu
bukan karena kenangan yang perlahan memudar
aku hanya berusaha terlepas dari rasa sakit

aku bukannya manyerah
aku hanya mencoba bangkit
dari ketidakmampuan memilikimu

fri, 08/12/17; 04.39am//wib

— The End —