Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
 
 Jan 2018 a daydreamer
lullabies
Malam ini terasa dingin
Sedingin pandangmu terhadap aku
Namun itu kata orang
Tapi aku tak merasa
Yang terpenting atas segalanya
Adalah kamu selalu dalam jarak pandangku
Jika tidak aku mati
Padahal kamu tak memandangku
Walau tak ada yang istimewa
Bagiku kamulah keistimewaan
 Jan 2018 a daydreamer
Joz
Terkadang bukan fisik yang terpenting.
Walaupun tanpa fisik, rasa tak kunjung muncul.

Mungkin aku menyayangkan cinta yang tak kian bersatu.
Keraguanmu menahanku bagai angin yang menderu.

Di penghujung jalan pun 'ku tersadar,
keraguanmu bukan untukku.
Karena cinta untukku sudah tiada sejak dulu.

Aku bukan pejuang cinta,
aku hanyalah pecinta yang setia.
Ketika cinta pergi,
itulah saat dimana pecinta undur diri.

Karena untukku,
cinta kita harus diperjuangkan
dan cintaku seorang haruslah dilenyapkan.
Bukan oleh waktu, tapi oleh angin dan debu
bercampur air mata.
17 Juni 2016
14.50
Sendu yang merana ingin segera hilang eksistensinya.

Aku merasakannya melalui deburan sayap-sayap imajinerku: lambat, lembam, berat, dan lekat.
Kabur dari kejaran mendung yang membayang di antara kepakku, pundi-pundi udaraku rasanya ingin kubakar saja. Kepada tangan-tangan Malam yang mulai menggelepar kelelahan, menyerahlah.
Diam kau, Rindu! Kunantikan Pagi hanya untuk berkubang dalam realitas yang menyejukkan tembolokku ini.

Sebuah transkripsi dari sunyinya Pagi, aku ingin bercinta dengannya. Ia juga menginginkanku. Aku lah Burung Gereja yang mengisi setiap jeda bisu dari upacara sakral pergantian periode. Aku tahu Pagi merindukanku. Aku tahu Pagi menantiku untuk duduk di pangkuannya dan menunduk, menghormati, dan pada akhirnya bersanding dengannya.

Biji mentari mulai retak. Fiksi-fiksi kemerahan mulai bersemi di ufuk timur. Burung Gereja yang munafik ini pun segera menertawakan Malam (mengapa ia terdiam saja? Mengapa ia tidak mengejarku? Ah sudahlah, mungkin ia akhirnya sadar) dan melesat dalam sudut lurus ke arah ranumnya penghujung subuh.

Segera ketika mendarat di antara embun pagi hari yang terkondensasi, jemari Pagi meraih wajahku. Merasuk hingga retinaku menjerit dalam sukacita. Bulba olfaktori yang menghirup segala nikmat dalam sejuknya nafas kabut (berbau mint, capucinno hangat yang dituang dalam cangkir marmer, dan pelukan hangat sepasang kekasih dalam satu ranjang untuk pertama kalinya) meronta dalam adiksi akan ciuman pertama Pagi kepada diriku. Lalu perlahan sinarnya mulai meraba tubuhku; dengan lembut dan penuh kasihlah Pagi selalu bersikap. Pelan tapi pasti, ia mulai menelanjangiku sampai pada suatu titik hingga aku sadar bahwa aku hanyalah sebuah bias eksistensi.

Aku ini tiada.

Aku ini bukan siapapun.

Akulah Sendulah yang merana!

Rindu mulai menjerat kaki-kakiku. Kemanakah benteng-benteng diksi verbal yang selalu kulontarkan dalam hipokrit tiada seekor Rindu pun yang boleh menggerayangi diriku! Aku berteriak meminta derma asih agar tidak terseret Malam yang tiba-tiba duduk dalam singgasananya sambil tersenyum penuh kemenangan. Aku tidak boleh kembali ke dalam Malam! Bagian bawah tubuhku seakan sudah menyerah dalam keadaan, tetapi lenganku meronta menjulur ke arah Pagi.

Yang kini tiada.

Yang memberikan harapan semu terbiaskan oleh lampu jalanan

Yang rupanya hanyalah delusi

Dari sebuah Sendu

Yang memunafikkan masa lalu dengan bersandar pada peluh masa depan

Yang rupanya hanyalah delusi
"Kepada seluruh mantan kekasih yang berusaha mencari pelarian"
 Jan 2018 a daydreamer
avalon
is
      speaking in french, wrapping our tongues around foreign
                                                         ­                                flavors and vowels,
          intertwining with each other,
                                                                ­ whispering
                                                      ­                                  mon amour,
                                                                ­                                my
        love love love love love love
    
what  
                           her hair and his eyes, gold liquidated, pooling
              in glass orbs and strings,


      shards and pools colliding and cascading

love
                          is this truth?
                she takes his hand and mind
       all at the same time and they both cry



what
is
love?
 Jan 2018 a daydreamer
Lior Gavra
It flies amongst the stars.
Flashes for a moment.
Despite the left scars.
Holds a place close, yet far.

It carries the fallen.
From mistaken paths.
To reaches impossible.
And develops new plans.

It creates new countries.
Raises dead soldiers.
Stamps unsung heroes.
With a feeling of free.

Hear its silent sound.
Open up your eyes.
Place it in your heart.
Elevate from the ground.

It helps us climb.
Better than rope.
Do you see its shape?
It is hope.
 Jan 2018 a daydreamer
Lior Gavra
The moment you forget.
Mind wanders with regret.
Eyes blurred, lose focus.
“What’s my current purpose?”

Is spontaneous enough?
Chasing a dream, tough.
As a child we rushed,
what was all the fuss?

The lost moment finds.
The lost moment unwinds.
The lost moment reminds.
Messes with our minds.

In that moment there is clarity.
We connect with our reality.
Understand humanity.
Endless possibilities.
Test our comfortability.

A chance to breathe.
Rebirth and see.
Are we where
we want to be?

Take that lost moment,
to reset your focus.
To find yourself and
your new found purpose.
Next page