Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
KA Poetry Nov 2017
Kutarik secarik kertas putih
Kutumpahkan tinta hitam
Kutulis namamu
Kuceritakan segalanya

Cintaku kepadamu yang terawali layaknya sebuah kepompong
Hingga menjadi sebuah kupu-kupu
Terbang melintas dunia
Berakhir dengan kematian

Tetes demi tetes tinta
Menyusun kata per kata
Membentuk sebuah kalimat yang ramai
Mewakilkan mulutku yang membisu

Untuk siapa kubuat tulisan ini?
Tulisan yang tak lebih melibatkan amarah dan kebencian
Namun ditulis dengan sedikit rasa cinta yang masih melekat
Putih suci ditimpah hitam penuh dosa

Bisik Sang Hati " Lipat dan buang. Sudah cukup sudah. "
Jemari bergerak melipat surat itu
Berbentuk perahu
Perahu kertas.

Raga berjalan ke tepi laut
Seakan jiwa yang menggerakkan
Mulut yang berbisu mengucapkan sebuah doa
Tangan melepaskan surat itu

Perahu kertas,
Bawalah mimpi buruk ini berlayar denganmu
Berlabuhlah di neraka
Agar dosa dan penyesalan ikut terbakar disana.
18/11/2017 | 16.32 | Indonesia
Hanifah Oct 2022
Pada tiap bait puisiku
berisikan lantunan merdu
perihal dia dan suka.
Larik-larik sajaknya dirancang manis
menyurat rasa yang tersirat.
Pada tiap bait puisiku
kuingat tatapnya yang hangat dan malu-malu
membuat aku gugup melulu.
Dipuisi ini, kutulis rayu dalam kata
tuk ramu gugupku jadi haru.
Pada Rabu di sorenya
bernada, mendera, bergelora
berbicara perihal harinya yang gembira.
maudy Dec 2017
entah hari ini atau kemarin
koridor senja coba aku leati
sepi memang hari mulai gelap
semilir sisa angin hujan menggelitik

aku terbiasa menopang diri sendiri
berjalan sendiri tak pernah menjadi debat
lembap dinginnya bagai selimut di malam hari
yang menusuk matahari pagi

entah ekspektasi belaka atau hanya egoku
tidak, aku tidak pernah sekedar bertanya
segala tanya atau tidak kutulis itu tulus
karena aku tumbuh dengan menghargai

aku bisa jadi salah
kupu - kupu menggeliat di perutku sempat hilang
namun, di koridor gelap itu
mengapa mereka datang lagi
senayan, 2015.
Aku ingin menulis puisi untuk pacarku.
Tapi penaku mati.
Tintaku tidak cukup untuk kata-kata rasa.

Jadi aku mulai mengisi penaku dengan air mata.
Kutulis rasa dengan huruf tanpa warna.

Tapi kau tidak bisa membaca.
Kau tidak pernah bisa membaca, sayang.
Antara warnaku redup,
atau matamu yang memilih buta.
Namun, aku terus menulis kata.
Belum cukup juga.

Sebelum patah,
Kuputuskan ganti tinta.

Mungkin dengan darah.
Nabiila Marwaa Nov 2020
entah ekspektasi belaka atau hanya egoku
aku tidak pernah sekedar bertanya
segala tanya atau tidak kutulis itu tulus
karena aku tumbuh dengan menghargai

aku bisa jadi salah
kupu - kupu menggeliat di perutku sempat hilang
namun, di koridor gelap itu
mengapa mereka datang lagi

— The End —