Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
Aridea P Mar 2013
Palembang, 16 Maret 2013


Serasa aku kembali ke masa lalu
Membaca pesanmu, dan menerka bentuk wajahmu
Kamu kembali lagi
Menyirami kebun senyumku yang mekar kini
Membuatku ingin terus terjaga
Tuk menunggu pesan darimu lagi

Kini aku di sini lagi
Mengagumimu, untuk alasan yang tak pasti
Membanggakanmu, betapa kau peduli padaku
Aku hanya bayangan bagimu
Kamu hanya bayangan bagiku
Interaksi yang membuat kita jadi nyata

Aku mencintaimu,
untuk alasan yang tak masuk akal
Aku sungguh mencintaimu,
melebihi rasa yang kau berikan padaku
Aku sangat mencintaimu,
namun ku tak berharap memilikimu
Aku mencintaimu,
seperti dia mencintaimu


Dulu aku masih lugu
Menyatakan cinta padamu
Dan kau menertawakanku
hahahaha
Aku pun juga begitu

Lantas aku merasa malu,
Aku memutuskan komunikasi denganmu
Mencoba tuk berhenti mencintaimu
Berhenti mengagumimu
Ya, meski hanya beberapa bulan
Aku tak sanggup lama-lama mengacuhkanmu

"Thanks, we're friends again."
Itu kata pertama yang kamu ucapkan padaku
Setelah aku memutuskan untuk kembali mengagumimu
Mencintaimu adalah hal yang selalu membuatku rindu

Aku selalu malu jika mendapatkan pesan darimu
Aku takut selalu salah jika membalas pesanmu
Tapi ku coba apa adanya dihadapanmu
Terima kasih kamu mau menjadi temanku

Andai aku bisa mengerti perasaan ini
Aku ingin sekali saja mencintaimu, yaitu kali ini
Aku tak ingin berlama-lama mengagumimu
Itu hanya akan membawa dukaku di kemudian hari
Aku beruntung bisa mencintai orang sepertimu
Kamu tahu? Tak sedetikpun aku tidak memikirkan kamu

Andai aku bisa mengerti perasaan ini
Aridea P Nov 2011
Palembang, 3 November 2011

Sunyi . . .
Di luar hujan mereda tinggal rintik
Aku duduk terlemas terpaku
Otak ku berputar "mengapa ini selalu terjadi kepada ku?"

Aku menangis...
Aku menyesal...
Aku meronta...
Di dalam hati

Aku bertanya. . .
Apa salah ku?
Ya, andai aku bisa lebih sabar
Allah pasti kan memberiku hadiah

Namun tadi aku belum beruntung
Aku kecewa . . .
Pada diriku sendiri
Mengapa tak ku dengar kata hatiku?

Seakan inilah takdir ku
Tidak pernah beruntung
Baiknya, Allah selalu mendengar doa ku
"Maafkan aku, boleh ku minta hadiah ku?"
Aridea P Nov 2011
Palembang, Kamis 6 Januari 2011

Hari ini aku seneng banget
Aku sedang dekat dengan seseorang
Dan aku tak yakin menyebutnya cinta
Karena aku tuk saat ini tak percaya dengan cinta

Cinta memang indah sih
Tapi aku sedang tidak beruntung saat aku dengan mantan
Aku sekarang bisa merasakan dua belas rasa cinta
Sayang, kangen, senang, kecewa, cemas, marah, perih,
sedih, menyesal, bimbang, benci, dan lain-lain
Oleh karena iti aku tak sanggup bertemu cinta
Lebih baik tunggu saja hingga aku siap

Tapi bila aku mendapatkan satu kesempatan lagi
Aku berjanji tuk mengambilnya
Tak akan ku sia-siakan kesempatan itu
Sungguh aku berjanji

Aku tak sanggup untuk bercerita tentang nya
Karena ku takut rasa itu akan berubah
Dan yang ku rasa akan berbeda
Pasti itu akan menyakiti hatiku
Sangat

Dan yang manusia tahu
Mereka tidak mau tersakiti
Apalagi oleh cinta :)
Aridea P Nov 2011
Palembang, 3 November 2011

Aku bersabar . . .
Tetap berusaha dengan penuh harap
Supaya bisa melihat wajah mereka
Mendengar suara mereka
Menyaksikan kekompakan mereka yang sangat aku cinta

Aku tidak menangis . .
Hampir,
tetapi ku hapus air mata dan ku pasang senyum bahagia ku
tersenyum sesekali, tertawa bersama mereka

Aku tidak mengerti bahasa mereka
Tapi aku mengetahui yang mereka bicarakan
Aku tidak pernah bertemu mereka
Tapi aku bisa merasakan mereka sangat dekat
Aku tidak mengenal mereka
Tapi aku sangat mencintai mereka

Dari dulu hingga sekarang rasa ini tak akan berubah
Meskipun aku belum beruntung
Doa membantuku memberitahu-Nya
Bahwa aku sangat merindukan mereka

Sekarang,,,
Aku sedang memandang mereka
Merekam setiap kata, gerak, dan ekspresi mereka
Hal terindah yang pernah aku rasakan
Terima Kasih Tuhan, , ,
Hadiah ku datang


Created by. Aridea P
Aridea P Nov 2011
Palembang, Selasa 29 November 2011

Maaf,,,
Maaf hanya kata maaf yang bisa aku ucapkan

Sungguh,,,
Kalian tahu sendiri aku terlalu bodoh tuk berbuat
Dan aku terlalu bodoh tuk bicara

Yakinlah,,,
Aku selalu berusaha menjadi orang yang lebih baik lagi
Jadi orang yang mudah senyum dan menyapa

Tapi kalian tahukah?
Tuk melakukannya itu terlampau sulit bagiku
Bila hidup ini ku kurung sendiri
Ku kunci sendiri
Tanpa interaksi

Aku tahu kalian pun bertanya
Mengapa aku terpilih bila aku tak bisa apa-apa?
Jawabannya adalah beruntung
Ya, terkadang Keberuntungan mau berteman dengan ku
Tapi lebih banyak ia meninggalkan ku

Kalian pasti tahulah mengapa ia meninggalkan ku
Karena aku tak pandai berteman
Karena bakat ku melukai perasaan orang
Meski aku tak bermaksud
Terkesan begitulah di hati kalian

Sekali lagi
Maaf aku tak bisa menjadi yang kalian mau
Inilah aku apa adanya
Yang ku mau kalian bisa sabar
Sehingga terbiasa menghadapi aku yang sekarang
Diska Kurniawan Sep 2016
Seteguk apapun, semua tak akan berakhir*

Aku adalah seorang pemabuk yang selalu menguarkan harum arak kemanapun aku pergi. Anggur, dan berbotol-botol ***** telah kutenggak pagi ini. Dan hanya hari ini pula aku ingin bicara, tentang segenggam racun yang kalian semua suntik ke dalam nadi dan pembuluhku.

Topeng
yang dengan bangga kalian pakai
tak ubahnya ketelanjangan
hanya mengumbar malu dan aib

Tawa
yang sesenggukan kalian jeritkan
hanyalah tangis jiwa kalian yang memudar
memutihkan kejujuran dan kebajikan


Oh, beginikah cara kerja dunia
berduri dan berbatu, sama saja
disetiap lajurnya
kemanapun aku pergi, dijejali
mulutku dengan dusta dan hanya dusta
belaka

Menghitamnya jiwaku, seandainya
bagai langit malam
tak ada chandra di ufuknya

Sudah selayaknya aku berkabung atas jiwaku, dimana dia merintih penuh sesal dan tanya. Apakah lalu lalang motor dan diesel itu memusingkan kepala atau hanya sebuah kesibukan belaka. Dan dengan itu pula jiwaku berakhir, terdiam, dalam kematian.

Kukubur dia dengan layak, diantara nisan-nisan lain disekitarku, yang diberi nomor, sesuai urutannya. Jiwaku tersungkur di nomor tujuh. Beruntung sekali!
Kukubur dia, pelan sekali dengan tertidur. Tak berharap bangun lagi di keesokan pagi. Kutaburi bunga-bunga dan prosa yang harum, dan kusiram dengan sebotol Martini dan bir.

Harum. Seharum embun yang kau injak ditepian jalan.
Wangi. Sewangi sukmamu yang kuingat telah pergi.

Aku adalah pemabuk. Yang selalu menenteng sebotol arak, bermabuk di tepian jalan kehidupan. Mengambil jeda diantara kalimat-kalimat mencela dan busuk, yang tergelincir masuk ke dalam telingaku.

Botol-botol inilah sang penawar, berminum pula para nabi terdahulu menyesali umatnya, sedangkan aku?

Menyesali kalian.
KA Poetry Jan 2018
Beruntung bisa berbincang
Terikat dalam dunia mu
Mencinta dibalik pertemanan
Menumbuhkan bibit cerita diriku & dirimu

Izinkan aku untuk memberi isyarat
Biarkanlah perasaan mu menjalar
Dekaplah bila terasa nyaman
Rasa ini telah menyatakan

Semesta yang menjadi saksi
Bahwa keajaiban terjadi di hati ku
Mendekatlah
Tangan mu akan merasakan detak ini

Berdetak hanya untuk mu
Sampai akhir hayat
Terikat dengan mu
Mendekatlah.
23/01/2018 | 20.24 | Indonesia | K.***
NURUL AMALIA Aug 2017
berawal dari waktu
memaksaku menyeret kakiku
melangkah gontai sambil pergi
aku merengek, terisak !
dan mengadu pada-Nya
tunggu ini secepat aku berkedip barusaja
ya, dulu memang aku kecil
nyaliku memang masih payah
masih terjerat pada keduanya
bahkan sekarangpun..

keduanya ingin aku yang terbaik
aku tak tahu yang dirasa mereka
tapi aku sendiri berontak
menyalahkan waktu yang jelas tak akan berhenti
aku kutuk waktu
mengapa begitu kilat
ragaku masih ingin tetap dirumah

tunggu, sejenak aku merasa keliru
bukankah ini baik
aku juga ingin membuat keduanya senang
mimpi harus coba kupanjat
tangga itu sudah dihadapanku
aku termasuk yang beruntung
bersyukurlah!
batinku melerai
aku meyakinkan diriku sekuat tenaga

"ini bukan rumahku" gertakku
saat aku tiba ditempat asing itu
akupun terpaksa tinggal
demi pengetahuan yang ingin kuraup
iya, jika belum paham akan kujelaskan
aku seorang mahasiswa sekarang
predikat yang melekat padaku kini
berat..
pandangan semuanya akan berbeda terhadapku

sungguh aku menemui teman baik
berjuang sama sama, namun tetap harus sendiri
aku menarik nafas..
waktuku kini juga telah memaksaku
rasanya pagi sudah menjadi sore
agaknya aku harus selesaikan hariku
mengerjakan tugas akhirku disana...
memang sulit sekali ketika saatnya tiba harus merantau untuk mencari ilmu, apalagi aku anak tunggal. gak bisadeh jauh dari ortu, and btw jadi anak kos itu enak enak enggak, mungkin kamu kamu juga kalau anak kos bakal ngerasain. dan welcome skripsi.. hope you will be passed sweetly.. okay waktu memang sangat cepat berlalu, gunakan waktumu sebaik mungkin. akupun masih belajar dan mencoba.
Aridea P Nov 2011
Palembang, Jumat 4 November 2011

Mengukur panjangnya sungai Musi
Sepanjang renungan diri di suatu sore
Melambai menyapa penduduk pesisir
Melupakan segenap perkara dalam kehidupan

Memancing suatu yang tak pasti
Sangatlah beruntung jika umpan diambil
Secercah harapan akan hal langka
Bertepuk tangan tanda penuh kebanggaan
D May 2019
Yang bermula dengan suara,
Berakhir juga dengan suara.
Disaat kita harus sepakat bahwa semuanya mesti disudahkan
Sedunia tak henti-hentinya mencekokkanku dengan bayangnya
Karena belum genap 24 jam sejak kesepakatan bahwa semuanya sudah,
Ku dengar suaranya dimana-mana,
Kali ini, lagi-lagi, tanpa rupa

Disaat dunia mendengarnya bercerita tentang gadis manis berduduk seorang diri,
Atau tentang bagaimana akal serta tubuhnya dikupas habis oleh hidup sehingga dia tak punya pilihan selain menerima bahwa ia dan mutlaknya semua manusia adalah tunggal; adalah sendiri; adalah harus menelan, memahami, lalu (jika beruntung) mencintai kesendirian itu sendiri
Atau sekiranya tentang bagaimana ia mengibaratkan air mata bagai tanda suatu yang kuat, yang tak malu, yang berteriak, yang patut diwadahkan jika bisa;
Lalu disimpan, bukan dilihat untuk sekedar menyenangkan diri bahwa kita ditangisi
Namun sebagai tanda bahwa pada dasarnya semua manusia akan berserah diri

Tak ada habisnya menganalisa karya—ataupun jiwa—yang memang dari lahir sudah pamungkas
Karena disaat bongkahan karyasuara itu berisi wejangannya untuk mereka yang mencari
Suara itu bercerita kepadaku tentang hal-hal yang agaknya butuh dua kali hidup dan dua kali mati untuk menemukan inti;
Seperti perempuan
Seperti keyakinan
Seperti kesendirian dalam kehidupan dan kematian
Seperti jarak dan waktu yang superfisial disaat kita sadar akan Tuhan

Dimalam itu,
Dimalam saat aku menyadari bahwa ada hal-hal yang jawabannya tak bisa kucari dalam prosa Sang Nabi atau puisi Jalalludin Rumi,
Ia berkata,
“Tak akan—sampai mati—ku mencampuri urusan akal perasaan dengan keyakinan yang sebetulnya sudah ada sebelum apapun.”
Disaat itu juga aku memutuskan untuk mundur sepuluh langkah,
Karena disaat kalimat itu kelar terlontar,
Adalah bukan suaranya yang kudengar,
Namun Ibunya.
Ibu, sama halnya dengan keyakinan, sudah ada sebelum apapun.

Malam ini aku pamit.

— The End —