Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
Bintun Nahl 1453 Feb 2015
Senja masih terasa sama , ia hadir menyapa seakan menghadirkan sejuta tanya ?
kemudian tak lama 'anganku mulai bermain , berhalusinasi akan sebuah daun yang jatuh kemudian terbang bersama angin .
hidup tanpa senja seakan berjalan tiada tulang , tak berdaya , rentan dan rapuh .

appapun yang ingin aku sampaikan melalui goresan ini , adalah bukti bahwa aku tidak pernah mengingkari janji Allah ,
bahwa senja akan terus menemuiku setiap ia akan pulang .
meskipun terkadang ia hadir bersama rintikan hujan yg terus menerus membasahi tanah jakarta

Dan aku tak tau lagi , kapan aku bisa menyaksikan senja tenggelam di pinggir pantai lengkap dengan deburan ombak .
Senja engkau berhasil membuat rekaman itu selalu berputar memplay memori ku bersama bapak . memori dan kenangan di masa kecil itu .
aku tidak pernah memikirkan apakah yg harus ku cari esok hari
Membinasakan, demi bertahan
Menindas, mencerca, demi jadi raja hutan (singa kali..)
Ganas dan bengis, mengingkari kawan seperjuangan
Memang, manusia sekarang banyak yang tak lebih dari binatang!

Aku juga ingin jadi binatang
Binatang semut..
Ulat dimakan ayam
Ayam dimakan elang
Elang dimakan harimau
Semut? Semut tak pernah masuk rantai makanan
Karena ia kedahuluan mati terinjak

Walau begitu
Semut menggemukkan tanah
Tanah gembur tempat tumbuh rumput dan pohon subur
Rumput dan pohon subur jadi pusat rantai makanan

Kalian lihat kan peran semut?
Cakap dan mulia urusannya
Saking jadi pahlawan
Semut tak layak dinamai binatang
Mereka tak pas jadi tandingannya
hehe

Makanya aku ingin jadi semut
terlanjur modern.
Atta Feb 2017
Jadi, bukan puisi atau lantunan ayat yang ingin ku tuliskan.
Hanya hal biasa yang mungkin kau lupa eksistesinya.

Kamu lupa berterima kasih dengan segala sesuatu yang kamu lewati. Kamu pernah berjanji ingin berubah (apaan anjing omdo).
Kamu pernah mengingkari dan selalu aku yang memaafkan. Kukatakan itu wajar.
Tapi melebihi batas wajar itu, kamu terus acuh dan acuh.
Brengsek.
Cacian saja sudah puas aku lontarkan?
Aku butuh lebih dari ini, bukan hanya kata-kata pedas yang kamu butuhkan.
Kamu butuh mati.
Kamu butuh mati rasa.
bodo amat bye.
Indonesian.
Aridea P Oct 2011
Jakarta, Jumat 31 Agustus 2009


Adakah ucapan syukur bagi-Nya
Yang mencipta Adam Hawa
Hingga hadir manusia
Yang hidup di dunia

Bukan mensyukuri
Namun.. mengingkari
Manusia memang serakah
Ingin lebih dari yang diberikan

Bukan berdoa
Malah berbuat curang
Hingga tiba di akhirat
Tak mau bertanggung jawab
Gina Sonya Feb 19
Kehidupan singgah lebih cepat dari embun pagi. Manusia berdatangan lalu pergi. Kamu paham betul bahwa tidak ada gunanya terikat takdir dengan orang lain, cuma pedih dan perih yang akan kamu hadapi ketika mereka pergi nanti.

Perang antar dinasti yang kamu jalani sudah cukup banyak memberi pelajaran tentang hidup di dunia keji ini. Tanah kelahiranmu kamu bela sepenuh hati, kamu hancurkan tulang benulang mereka yang jadi lawanmu dengan tebasan setipis angin. Namun, hasil yang kamu dapat hanyalah puing-puing kota yang tidak bisa kamu kais lagi.

Kamu mulai berpikir, apa gunanya semua ini?

Rumah kayu yang ayahmu bangun runtuh, toko wijen dan daging di depan rumahmu ikut jatuh. Kedua matamu tersayat sampai-sampai penglihatanmu semu, kamu kehilangan seluruh keluargamu. Tanah airmu melebur bersama debu-debu perang yang berlalu.

Dan sialnya, setelah semua itu, kamu masih harus melanjutkan hidup.

Kehidupan pasca perang tidak seindah angan-anganmu. Negara barbar yang kamu bela dengan keringatmu tetaplah jadi tempat bengis tanpa hukum.

Kamu mulai menutup semua sisi yang membuat kamu menjadi manusia. Melumuri tangan dengan darah orang jahat kamu lakukan demi sekantung uang (dan kamu berpikir bahwa mungkin kamu lah orang jahat yang harus dibunuh demi uang).

Kamu membangun dinding yang memisahkan kamu dengan manusia lain. Kamu menyadari bahwa mereka yang datang kepadamu akan dengan cepat pergi seperti embun pagi.

Kamu berkelana ke seluruh negeri seorang diri. Bergulat bersama sepi setiap hari agar ia mengoyak kamu sampai mati.

Namun, rupanya kamu mengingkari janji untuk sendirian sampai mati.

Di tengah perjalananmu yang penuh sepi, kamu bertemu ia yang baru pertama kali menghadapi kehilangan di dunia ini. Semua yang ia punya direnggut sampai yang tersisa darinya cuma dendam yang buat kamu meringis.

Umurnya masih seujung jari, belum pernah menelusuri setiap celah dunia ini, kamu berpikir bahwa ia hanya akan jadi kerikil di dalam alas kakimu.

Kamu mendorong ia jauh-jauh, sana cari tempat lain untuk berteduh karena aku tidak punya apa-apa untuk mengobati luka-lukamu.

Kamu pernah kehilangan, kamu selalu kehilangan, kamu tidak punya apa-apa untuk membantu ia yang baru saja kehilangan.

Namun, ia bersikeras berteduh di bawah kain pelindung milikmu yang kumuh. Satu bulan perjalanan ia tempuh hanya untuk kembali ke kediamanmu.

Dinding yang kamu bangun bertahun-tahun mulai goyah karena kehadirannya yang mengisi hari-harimu.

Kamu biarkan ia tidur di atas kasurmu, kamu biarkan ia mengikuti perjalananmu. Kamu mulai menerima cuap-cuap yang ia lontarkan di tengah malam ketika kalian sulit tertidur. Kamu membiarkan ia menghancurkan seluruh dinding yang mengelilingimu.

Kemudian, tanpa kamu sadari, kamu lagi-lagi terikat takdir dengan manusia yang meruntuhkan pertahananmu.

Kamu lantas menyadari, ada kepingan cinta yang mulai muncul di sela-sela hatimu. Berpuluh-puluh kasih timbul di ruang terdalam hati yang kamu beri nama ruang kemanusiaan.

Dan tanpa kamu sadari, kamu mulai menjadi manusia lagi.

Kamu berpikir bahwa kamu akan mati sebagai makhluk bengis yang sebutannya bukan manusia. Namun, ketika ia datang ke hidupmu, kamu berpikir bahwa kamu layak mati sebagai manusia.

Kamu menikmati hari-harimu sebagai manusia baru.

Kali ini, kamu menelusuri negeri bersama orang lain. Kamu tidak lagi bergulat dengan sepi sampai mati.

Dan ketika kamu mati, ada ia yang berduka di pemakamanmu. Kamu mati dengan jutaan cinta yang bertabur di atas tanah kuburanmu.
Sebuah kisah tanpa tajuk--ditulis untuk ia yang hatinya kembali dibuat utuh.

— The End —