Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
Diandra Lathifa Oct 2016
Sebetulnya tidak ada yang terlalu berbeda pada Jogja malam itu, namun memang spesial.
Ada kamu di hadapanku, diterangi remangnya lampu kedai kecil tempat kita berdua berteduh dari gerimis dan dinginnya kota Jogja malam itu.
Kamu tidak banyak bicara, sibuk dengan sepiring gudeg dan segelas wedang jahe favoritmu.
Aku tidak bisa berhenti memandangi parasmu. Meski hanya diterangi lampu remang-remang, dan peluh yang basah akan air hujan, bagiku kamu tetap nomor satu.
Sang pemilik kedai pun memutar piringan hitam miliknya, terlantunlah ‘Berdua Saja’.
Aku masih ingat betul tatapanmu malam itu seiring dengan alunan lagu. Sederhana, teduh, dan penuh dengan kehangatan.
Malam itu, aku sadar bahwa rumah tempatku pulang bukanlah bangunan bata beratap dengan satu pintu dan dua jendela.
Malam itu aku sadar, Sepasang mata bola yang teduh dan hangat itulah tempatku pulang.
Kamulah tempatku pulang.
An 11.00 PM thoughts that I  wrote a few weeks a go, Inspired by someone special, someone that captivated the **** out of me.
Iqbal Ramadhan Jun 2021
Di negara mana, negara mana yang rakyat kecilnya menyumbang tanpa imbalan! sedangkan ia saja menahan lapar, haus, terik & dingin. Tak beratap, tak berselimut.

Begitu tulus hatinya, begitu besar harapannya utk kemajuan bangsa & negrinya, hingga-hingga mereka lupa istri & anaknya tak makan hari ini.

Wakil rakyat bau amis! kau suruh kami memilih, kau janjikan kami surga. Kau hadirkan kami neraka. Dasar pengecut Tak tahu malu, tak tahu diri, penjilat berlidah iblis, mati kau di hantui dendam.

— The End —