Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
ZZ Mar 2018
Terlalu banyak yang ingin tumpah
kucoba baris tapi tetap saja membuncah
berusaha aku memendam
tapi ada legam yang tak mau redam

entah wujudnya apa
tak ada sengaja kuminta adanya
kuingin dingin tapi yang kubuat malah api
tetiba lupa pada semua hangat jemari

sampai angin malam menumpuk rindumu lagi
dan mendera napasku lagi
pantaslah kau marah, mungkin saatnya ini aku bebenah
mencari maaf sebelum senja memerah
15 Maret 2016
ZZ Mar 2018
HAP
hap!
hampir saja aku jatuh…
sulit, ini sulit
aku tau aku tak boleh ceroboh
sekali tergelincir bisa-bisa belikatku patah

hap!
hampir saja….
kenapa disana hangat sekali?
rasanya aku tak ingin kemana-mana
saking hangatnya bisa-bisa aku menelur disana

hap!
aku ingin dikurung saja…
aku rindu wangi teritorimu
walau aku tau diluar ada bintang bulan dan manisan
bintang, bulan, manisan… Tuhan!

hap!
aku takut pada mata…
tapi aku suka lembah, kadang mau terbang kadang mau berenang
kadang aku lupa aku ini apa…
bisa jadi…
suatu masa aku ditangkap

HAP!
10 Oktober 2015

diterbitkan juga di https://tintaqabila.wordpress.com/2015/10/10/hap/
ZZ Mar 2018
Dari mana kau tahu mawar itu merah
Dan melati itu putih?

Dari mana kau tahu ruby itu merah
Dan kapur itu putih?

Dari mana kau tahu api itu merah
Dan awan itu putih?

Dari mana kau tahu berani itu merah
Dan suci itu putih?

Darimana kau tahu darah itu merah
Dan tulang itu putih?

Dari mana aku tahu hatimu merah
Jika tiada hitam diatas putih?
3 Februari 2015

juga diterbitkan di https://tintaqabila.wordpress.com/2015/02/03/dari-mana-merah/
ZZ Mar 2018
TANDUS

Ketika kamu sudah mulai terbiasa, apa yang bisa memaksa?
Segala bentuk, bahkan segala hal yang buruk rupa Yang kau benci pada mulanya
Sekarang kau menikmatinya, bukan?

Apa yang tumbuh di dalam sana?
Di tanah yang mati kelihatannya.
Yang tak pernah berharap ada biji yang tumbuh disana
Tak ada buah yang diinginkan Hanya tanah tandus tanpa harapan

Betapa hebatnya waktu, bermain diatas hati manusia.
Mencoret, daan sekenanya menghapus tanpa mengizinkanku untuk memilih.
Kenapa tanah itu tak terus tandus saja?
Entah dari mana datangnya biji emas itu.
Yang hanya menimbulkan keserakahan dan kedengkian hati manusia.

Cuma aku sekarang disini.
Diatas tanah subur yang dulunya tandus Ditengah bunga bunga yang sedang merekah.
Jadi gagak hitam yang mematuki biji emas.
Antara berusaha mengukir emas dengan paruh tuanya
Atau berpikir emaslah sisa hidupnya. Dua-duanya mustahil.

Tanah yang tandus itu sendiri, tak juga bergeming dari bubungan harapan.
Menanyakan ketulusan, dimanakah letaknya?
14 Dec 2014,
juga dipost di halaman www.tintaqabila.wordpress.com/poems
ZZ Mar 2018
Bahkan ketika kita
adalah sebuah ketidakmungkinan,
kau tak perlu memperlakukanku
seperti sebuah ketidakmungkinan .
ZZ Aug 2016
Selalu sulit
Mencoba warna baru yang belum pernah kau pakai
Tapi tentu saja
Tak lebih sulit
dari membuat warna-warna darahmu
Menjadi sebuah kata awal

— The End —