Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
Alvian Eleven Dec 2024
In the midst of the long chaos in Gaza.
Also difficulties and limitations in any way.
There is a ten year old little girl named Renad.
Who has an unbreakable spirit.
To do her own food cooking show.
You can see her almost every day on Tiktok.

Renad always looks cheerful.
Laughing in front of the camera while showing the ingredients she will cook.
Onions , eggplants , tomatoes , garlics , fava beans , spices , luncheon and others.
She mixes all the ingredients then cooks them quickly.
Maqluba , mulukhiya , musakhan , manakesh , whatever she can cook.
Then she shows it to the camera.

Renad is always proud to show the food she cooks.
Then she starts eating slowly while explaining the taste.
With an expression full of enjoyment she chews her food.
Making anyone who sees feel wants to taste it.
After that she smiles with satisfaction and says.
BETJANIN !...


December 2024

By Alvian Eleven
Alvian Eleven Dec 2024
Setiap hari kubuka Tiktok.
Selalu kulihat banyak video.
Terus diposting orang orang Gaza.
Bercampur antara duka lara dan suka cita.

Anas sang jurnalis di Jabalia.
Menyiarkan berita bombardir pesawat jet.
Menghancurkan rumah dan sekolah.
Mayat anak anak tergeletak dimana mana.

Hamada sang juru masak di Khan Yunis.
Bersemangat memasak shawarma ayam.
Lalu dia membagikan untuk anak anak.
Mereka tertawa gembira bisa makan enak.

Motasem sang jurnalis di Beit Lahia.
Mendatangi beberapa tenda pengungsi.
Anak anak di dalam tenda tenda itu.
Semuanya kurus kering kelaparan.

Mona sang relawan di Al Mawasi.
Sibuk membagikan bahan bahan kebutuhan.
Beras , tepung , minyak , gula , mie.
Para pengungsi senang menerimanya.

Bisan sang jurnalis di Al Maghazi.
Bertemu banyak rombongan pengungsi.
Mereka kelelahan berjalan jauh.
Sandal dan sepatu mereka sobek semua.

Tito sang badut di Gaza Utara.
Selalu enerjik menghibur anak anak.
Bermain , bernyanyi , berjoget.
Tertawa gembira bersama sama.

Dr Mohammed di rumah sakit Kamal Adwan.
Merasa kelelahan dan ketakutan.
Sendirian mengurusi orang orang terluka.
Sementara rekan rekannya ditangkap semua.

Said sang relawan di Al Nuseirat.
Tanpa lelah memasang tenda tenda.
Memasak makanan dan membagikan barang.
Untuk pengungsi yang terlantar.

Saleh sang jurnalis di Khan Yunis.
Menemukan anak lelaki saat tengah malam.
Menangis sendirian di kuburan ibunya.
Tidak mau kembali ke tenda hingga pagi tiba.

Dahlan sang relawan di Deir El Balah.
Mengadakan acara nonton kartun bersama.
Anak anak berkumpul dan merasa gembira.
Nonton kartun sambil makan popcorn.

Ahmed sang jurnalis di Al Nuseirat.
Merasa kasihan melihat anak anak di dalam tenda.
Mereka kepanasan saat siang terik.
Dan kebanjiran saat hujan deras.

Samaa sang gadis pemain biola di Tel El Hawa.
Duduk di bawah pohon sambil memainkan biola.
Anak anak yang melihatnya tampak tenang.
Terlarut melupakan semua penderitaan.

Youmna sang jurnalis di Shujaiya.
Bertemu anak anak yang terlantar.
Mereka memungut makanan dari sampah.
Dan meminum air dari comberan.

Alaa sang tukang cukur di Al Nuseirat.
Mencukur rambut orang orang tanpa bayaran.
Dia cukup senang mendapat sedikit imbalan.
Rokok , roti , kopi atau ucapan terima kasih.

Hossam sang jurnalis di stadion Yarmouk.
Meliput banyak pengungsi yang berdatangan.
Mereka kelelahan , kelaparan , kehausan.
Terlantar tak punya tenda.

Renad sang gadis cilik di Deir El Balah.
Selalu ceria memasak berbagai makanan.
Dia memasak maqluba tanpa ayam.
Harga ayam naik tinggi tak terbeli.

Doaa sang jurnalis di rumah sakit Al Nasser.
Mengunjungi anak anak yang terluka.
Ada yang tangan dan kakinya buntung.
Ada yang kulitnya mengelupas terkena fosfor.

Israa sang guru di Al Bureij.
Mengajak rekan rekannya membuka tenda sekolah.
Mereka memberi alat menulis dan menggambar.
Anak anak senang bisa sekolah lagi.

Hind sang jurnalis di rumah sakit Al Aqsa.
Menyiarkan berita yang mengerikan.
Tenda tenda di sekitarnya hancur berantakan.
Terbakar terkena bombardir pesawat jet.

Samih sang pemuda pemain oud di Deir El Balah.
Penuh semangat bernyanyi sambil memainkan oud.
Sementara teman temannya lincah menari dabke.
Menghibur orang orang yang mengungsi.

Samara sang jurnalis di Al Zaitun.
Mendatangi tenda tenda para pengungsi.
Banyak anak anak yang kulitnya gatal.
Penuh borok dirubungi lalat.

Abdullah sang petani di Khan Yunis.
Nekat menyelinap kembali ke kebunnya.
Agar dia bisa memanen sekarung buah olive.
Cukup untuk dibagi para pengungsi.

Faiz sang jurnalis di Rafah.
Meliput jalanan yang sepi.
Tak ada apapun selain mayat mayat berlumuran darah.
Tewas bergelimpangan diserang quadcopter.

Hassan sang dosen di Al Rimal.
Tanpa lelah melakukan kuliah online.
Para mahasiswa bersemangat melanjutkan kuliah.
Tak peduli dengan kekacauan , kesulitan dan keterbatasan.

Mahmoud sang jurnalis di Shujaiya.
Menutup hidungnya sambil melakukan liputan.
Mayat mayat membusuk menjadi tulang belulang.
Dimakan anjing anjing liar yang kelaparan.

Abdallah sang relawan di Deir El Balah.
Sibuk mengurusi banyak kucing liar.
Dia mengobati dan memberi makan.
Lalu membelai belai dan bermain main.

  Mousa sang penyelamat sipil di Beit Hanoun.
Merasa putus asa tidak bisa menolong.
Orang orang yang terluka tertimpa bangunan.
Merintih rintih kesakitan menunggu kematian.

Fadi sang relawan di Al Maghazi.
Terus bergerak bersama rekan rekannya.
Mereka memasang solar panel , mengebor sumur dan membuat.
Para pengungsi memuji kerja keras mereka.

Yousef sang petugas medis di rumah sakit Al Quds.
Merasa ketakutan naik ambulance.
Drone pengebom terus mengejar.
Meledakkan jalanan yang dilewati.

Menna sang pelukis di Al Shati.
Menyuruh anak anak untuk mengantri.
Sementara dia melukis wajah mereka satu persatu.
Lukisan semangka , Handala dan bendera Palestina.

Nofal sang jurnalis di Shujaiya.
Mewawancarai seorang pria kurus penuh luka.
Pria itu baru saja dibebaskan dari penjara.
Terus disiksa hingga mengalami trauma.

Maha sang jurnalis di Deir El Balah.
Bersantai di pantai sambil memandangi senja.
Sementara anak anak muda di sekitarnya.
Penuh semangat bermain sepakbola.

Naji sang sopir taxi di kota Gaza.
Menyetir mobilnya pelan pelan sambil menangis.
Dia sedih melihat seluruh kotanya hancur lebur.
Tak ada yang tersisa selain puing puing reruntuhan.

Fatema sang relawan di Al Shati.
Berkumpul bersama anak anak perempuan di tenda besar.
Mereka duduk di tikar sambil membaca ayat ayat Al Quran.
Terdengar merdu hingga meneguhkan keimanan.

Ouda sang jurnalis di Jabalia.
Bertemu seorang pria yang naik kereta keledai pelan pelan.
kereta keledai itu mengangkut mayat anak anak yang berlumuran darah.
Ada yang kepalanya pecah , ada yang perutnya hancur.

Nour sang jurnalis di kota Gaza.
Tertawa senang melihat anak anak muda di sekitarnya.
Mereka bermain parkour melompati puing puing reruntuhan.
Lalu mengibarkan bendera Palestina di atas atap yang hampir roboh.

Khaled sang jurnalis di Beit Hanoun.
Tergesa gesa meliput pengeboman drone di jalanan.
Ledakan bom menghancurkan mobil hingga ringsek.
Orang orang di dalam mobil tewas mengenaskan berlumuran darah.

Ashraf sang insinyur elektronik di Al Nuseirat.
Tampak senang memamerkan barang barang buatannya.
Kipas angin , lampu meja , charger ponsel hingga kulkas.
Semuanya dibuat dengan rongsokan yang dia temukan.

Lubna sang jurnalis di rumah sakit Al Shifa.
Meliput kengerian setelah pembantaian massal.
Ratusan mayat membusuk bergelimpangan dimana mana.
Semuanya hancur tak berbentuk setelah dilindas tank dan buldoser.

Firas sang relawan di Al Bureij.
Naik truk bersama rekan rekannya ke tempat pengungsian.
Begitu tiba mereka langsung membagikan sepatu , mantel dan jaket tebal.
Anak anak senang tak lagi kedinginan.

Jumana sang janda di Al Mawasi.
Menangis teringat suaminya yang tewas tertembak quadcopter.
Dia juga lelah berusaha bertahan hidup tanpa suaminya.
Sementara anak anaknya masih kecil semua.

Rami sang pemuda kreatif di Al Nuseirat.
Mengumpulkan banyak kardus bekas dari tempat sampah.
Setelah itu dia membuat beraneka mainan kardus untuk anak anak.
Mobil mobilan , motor motoran , kapal kapalan dan lainnya.

Wedad sang gadis remaja di Al Mawasi.
Termenung sedih sambil memegang kunci tua dan kunci baru.
Kunci tua itu milik neneknya yang terusir dari rumah sejak 1948.
Kunci baru itu miliknya sendiri yang terus dibawa setelah rumahnya dihancurkan.

Mosab sang pelukis mural di Rafah.
Membawa banyak peralatan lukis dan cat beraneka warna.
Dengan penuh semangat dia melukis mural di reruntuhan tembok yang lebar.
Yang dia lukis adalah sosok Handala sedang makan semangka.

Dokter Ayaz di rumah sakit Al Awda.
Menangis melihat bayi bayi prematur yang tidur dalam inkubator.
Tak ada kiriman bahan bakar untuk terus menyalakan listrik yang hampir padam.
Bayi bayi prematur itu akan segera mati satu persatu.

Aboud sang pemuda kreatif di Al Maghazi.
Mengajak anak anak membuat layangan besar bendera Palestina.
Lalu mereka menerbangkan layangan besar itu di tepi pantai.
Siapapun yang melihatnya merasa masih punya harapan.

Duka lara yang dialami orang orang Gaza masih terus berlanjut.
Tapi orang orang Gaza masih terus melanjutkan suka cita.
Melakukan apapun yang masih bisa dilakukan.
Menikmati apapun yang masih bisa dinikmati.


November 2024

By Alvian Eleven
Alvian Eleven Dec 2024
Tengah malam di pinggiran kota Surabaya.
Aku duduk sendiri di teras kafe tua.
Kupandangi jalanan yang lengang.
Sambil kuhisap pelan pelan rokokku.
Dan kuteguk kopiku yang tak lagi panas.

Tapi pikiranku tidak berada di sini.
Pikiranku masih berada jauh di Gaza.
Dimana kekacauan panjang tak kunjung berakhir.
Hingga aku lelah melihatnya setiap hari.
Seperti pertunjukan horor harian tanpa akhir.

Kusambungkan ponselku dengan wifi.
Lalu kulihat layar ponselku yang kusam.
Dan kubuka akun sosial media orang orang Gaza.
Ahmed , Omar , Eman , Mariam , Abdallah , Mohammed dan lainnya.
Seperti biasa mereka selalu memposting.
I'm still alive... I'm still alive... I'm still alive...

Tapi ada akun Facebook yang telah lama membisu.
Akun ini tidak lagi memposting apapun selama berbulan bulan.
Tentu saja aku sangat mengkhawatirkannya.
Dan aku menerka nerka apa yang terjadi padanya.
Apakah dia masih hidup atau sudah mati ?!?...

Akun ini milik seorang gadis bernama Nour.
Dia mengungsi dari Al Rimal kota Gaza.
Aku mengenal dia sejak akhir tahun kemarin.
Lalu kami merasa saling dekat satu sama lain.
Terhubung pikiran dan perasaan.
Antara Gaza dan Surabaya.

Aku ingat setiap hari aku selalu memberinya kata kata penyemangat.
Agar dia sanggup melalui hari demi hari yang kacau , berat , melelahkan dan berbahaya.
Nour selalu menceritakan apapun yang dia alami.
Penderitaannya... ketakutannya... kegetirannya... kecemasannya... kelelahannya... kesedihannya....
Aku juga merasakannya.

Ada kalanya situasi tenang sesaat.
Cukup tenang bagi Nour untuk mengenang kehidupannya.
Dia mengunggah foto rumahnya , lingkungannya , kampusnya dan juga sudut sudut indah kota Gaza.
Saat semuanya masih ada sebelum 07 October.

Bagi Nour nostalgia adalah penghiburan sesaat.
Pelipur lara di tengah penderitaan panjang.
Aku selalu terlarut nostalgia apapun yang dia ceritakan padaku.
Bersama teman temannya dia suka nongkrong di kafe tepi pantai.
Menyusuri keramaian jalan Al Rashid lalu makan jagung dan es krim di tepi jalan.
Atau menghabiskan uang untuk belanja baju di Watan mall dan Capital mall.

Membaca buku adalah hobi utama Nour.
Dia sering membeli buku di toko Samir Mansour.
Lalu dia membaca buku buku itu di kamarnya.
Berdinding pink , meja yang tertata rapi.
Dan sebuah teddy bear besar di atas kasur.

Memasak adalah hobi Nour yang lain.
Setiap hari dia memasak apapun di tungku tanah liat depan tendanya.
Falafel , mulukhiya , shakshuka , maqluba.
Tampak begitu lezat hingga membuatku penasaran.
Seumur hidup aku tidak pernah memakan hidangan Arab.

Nour juga suka mendengarkan musik.
Dia menyuruhku mendengarkan lagu lagu Fairuz.
Penyanyi diva legendaris dari Lebanon yang dia idolakan.
Aku terpesona mendengarkan suara lembut Fairuz.
Menyanyikan lagu lagu Arab yang liriknya tak kumengerti.

Nour punya kucing berbulu putih tebal.
Kucing gemuk dan lucu yang bernama Kimba.
Setiap hari Kimba selalu dimanjakan Nour.
Tapi terkadang Nour mengeluh karena Kimba makan terlalu banyak.
Sementara makanan kucing susah dicari dan harganya naik tinggi.
Tragisnya , setelah lebaran Kimba menghilang berhari hari lalu ditemukan tewas tertembak quadcopter.
Kematian Kimba membuat Nour sangat depresi.

Nour kuliah di Universitas Islamic Gaza.
Kampusnya telah hancur dan kuliahnya terhenti pada semester lima.
Tapi dia selalu bangga pernah menjadi muridnya Refaat.
Mewarisi ajarannya untuk melawan dengan tulisan.
Menulis apapun tentang Palestina dan kehidupan apa adanya di Gaza.
Dimana jiwa jiwa yang punya kehidupan tidak cuma dianggap sebagai angka.

Aku takut jika pada akhirnya Nour hanya menjadi angka.
Angka statistik para martir yang terus bertambah setiap hari.
Sementara dunia tidak mampu melakukan apapun selain hanya melihat pembantaian tanpa akhir.
Merampas kehidupan secara paksa dan menyakitkan.

Tak ada yang tidak menyakitkan di Gaza.
Tapi bagiku lebih menyakitkan tidak ada kabar apapun dari Nour.
Aku merasakan kehampaan kehilangan dia.
Aku merindukan percakapan dengan dia.
Yang bisa kulakukan sekarang hanyalah memandangi foto wajahnya yang cantik.
Aku sungguh mengagumi kecantikannya.
Tatapan matanya yang berkilau , senyuman bibirnya yang mempesona.
Sepertinya aku telah jatuh cinta padanya.

Where are you now ?... Where are you nour ?...
Selama berbulan bulan aku selalu bertanya seperti itu pada Nour.
Tapi hingga sekarang tak ada jawaban sama sekali dari Nour.
Jika seandainya dia memberiku kabar singkat saat ini.
Aku benar benar akan merasa sangat lega.

Don't leave me !.. please don't leave me alone !..
Nour selalu memohon seperti itu padaku.
Dia ingin aku selalu ada untuknya.
Tapi sekarang dia tidak ada untukku.
Dia telah meninggalkan aku tanpa kata.

Ketika kupandangi langit malam untuk sesaat.
Aku bertanya tanya tentang takdir Nour.
Apakah dia telah menjadi satu diantara bintang bintang di langit ?!
Ini tidak adil , aku mengenal Nour terlalu singkat pada waktu yang buruk ini.
Aku hanya ingin dia tetap berada di bumi , berada di kota Gaza yang dia cintai.
Aku sangat ingin menemuinya pada waktu yang baik seperti yang kami harapkan , waktu ketika tanah Palestina telah terbebaskan.


November 2024

By Alvian Eleven
Alvian Eleven Dec 2024
When life in Gaza was still normal.
Various foods were to be enjoyed.
Everything could be enjoyed easily and cheaply.
Satisfying the appetite of Gaza's culinary delights.

Really delicious typical Gazan dishes like...

shawarma , maqluba , shaksuka , mulukhiya , hummus , musakhan , manakesh , zaatar , zibdiyyit , sayadiyya , mansaf , falafel , qidra and many more.

Likewise with typical Gaza cakes such as...

kaak , baklava , kunafa , qatayef , harisa , warbat , basbousa , halva and many more.

Also typical Gazan drinks such as...

sahlab , barrad , maramiya , arak , kharoub , qamar al din , arabica coffe and many more.

When life was still normal people in Gaza always enjoyed it all.
But now life in Gaza is no longer normal because of the long chaos.
Scarcity of food and financial difficulties making life feel so heavy.
There are no longer delicious foods and people who are often hungry are forced to eat anything to survive.

They can only eat...

stale rice , lentil soup with bad taste , canned food and instant noodles that are almost expired , bread made from flour infested with worms and maggots , wild plants , animal fodder , and other inappropriate bad foods.

Day after day people in Gaza try to find anything to eat.
They eat just to survive from day to day.
If they are lucky enough to be able to get delicious food from volunteers.
It is a luxury for them.


December 2024

By Alvian Eleven
Alvian Eleven Dec 2024
It's midnight on the outskirts of Surabaya.
I'm sitting alone on the terrace of an old cafe.
While looking at the empty street.
Slowly smoking my cigarette and sipping my coffee which is no longer hot.

But my mind is not here.
My mind is still far away in Gaza.
Where there is long chaos that still not over for more than a year.
Until I'm tired of seeing it every day like an endless daily horror show.

Now my phone is connected to WiFi.
Then I open the social media accounts of people from Gaza.
Ahmed , Omar , Eman , Abdallah , Mariam , Mohammed and others.
As usual they always post
I'm Still Alive... I'm Still Alive... I'm Still Alive...

But there is a Facebook account that has been silent for a long time.
This account has not posted anything for months.
Of course I am very worried and I always wonder what happened to her.
is she still alive or dead ?!

This account belongs to a girl named Nour.
She fled from her home in Al Rimal , Gaza City.
I have known her since the end of last year.
Then we felt close to each other.
Connected thought and feeling.
Between Gaza and Surabaya.

I remember that usually every day I always gave her words of encouragement.
So that she could get through the chaotic , heavy , tiring and dangerous days.
Nour always told me whatever she was experiencing.
Her fears... her suffering... her bitterness... her anxiety... her sadness... her exhaustion...
I feel it all too.

Sometimes the situation was calm for a moment.
Calm enough for Nour to reflect on her past life.
She uploaded photos of her house , her neighborhood , her campus and the beautiful corners of Gaza City.
When everything was still there before October 7.

For Nour nostalgia was a momentary consolation.
Her solace in the midst of long suffering.
I was always lost in her nostalgia no matter what she told me.
With her friends she often hung out at beachside cafes.
Walked along the busy streets of Al Rashed then ate corn and drank coffee on the corniche.
Or spent money shopping for clothes at Watan mall and Capital mall.

Reading novels was Nour's main hobby.
She often bought novels at Samir Mansour's bookstore.
Then she read the books in her comfort room.
Pink walls , a neatly arranged table and a big teddy bear on the bed.

Cooking was another of Nour's hobbies.
Usually every day she cooked anything on the stove in front of her tent.
Falafel , mulukhiya , shaksuka , maqluba, Everything looked so delicious that it made me curious.
In my life I have never eaten Arabic foods.

Nour also had a hobby of listening to music.
She told me to listen to Fairuz's songs.
A legendary diva singer from Lebanon who she idolized.
I was fascinated by listening Fairuz's soft voice singing an Arabic songs whose lyrics I didn't understand.

Nour used to have a cat with thick white fur.
A fat and cute cat named Kimba.
Every day Kimba was always pampered by Nour.
But sometimes Nour complained because Kimba ate too much.
While the price of cat food went up high.
Tragically , after Eid Kimba went missing for days and then found dead after being shot by a quadcopter.
Kimba's death made Nour so depressed.

Nour studied at the Islamic University of Gaza.
The campus had been destroyed and her studies stopped in the fifth semester.
But she was always proud to have been Refaat's student.
Inheriting his teachings to fight with writing.
writing anything about Palestine and life in Gaza.
Where souls have life not just considered as numbers.

I'm afraid that in the end Nour will just become a number.
A statistical number of martyrs that continues to increase every day.
While the world is unable to do anything but just watch endless massacres.
Taking lives forcefully and painfully.

Nothing is not painful in Gaza.
But for me it hurts more not to have any news from Nour.
I feel the emptiness of losing her.
I miss conversations with her.
But now there's nothing I can do but just look at her photos.
Admiring her beautiful face , her sparkling eyes and her charming smiling lips.
It seems like I've fallen in love with her.

Where are you now ?.... where are you Nour ?...
For months I have always asked Nour like that.
But until now there has been no answer at all from Nour.
If only she gave me any news for a moment.
I would feel very relieved.

Don't leave me !.. please don't leave me alone !..
Nour usually always begged me like that.
She wanted me to always be there for her.
But now she's not there for me.
She has left me without a word.

When I'm looking at the night sky for a moment.
I wonder about Nour's fate.
Has Nour become one of the stars in the sky ?!...
This isn't fair , I've known Nour for too short at this bad time.
I just want Nour to stay on earth , stay in the city of Gaza that she loved.
I really wanted to meet her at the good time we hoped for , the time when the land of Palestine has been liberated.


December 2024

By Alvian Eleven

— The End —