Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
Aridea P Oct 2011
Jakarta, Kamis 17 Mei 2007

Aku... yang selalu setia menunggu
Walau tiada harapan untukku
Namun... aku berharap semua terwujud
Demi... waktu yang terus bergulir

Adakah Engkau kasihan padaku... Tuhan
Setiap hari... settiap waktu....
Aku... memohon... meminta pada-Mu
Dengan tetesan air mata mengalir

Apakah aku sanggup menunggu harapan
Bila Kau pun tak memperdulikan
Aku akan tetap menunggu di sini
Harapan yang tak kunjung menghampiri
Noandy Jun 2016
Hiruk-pikuk menjual dirinya
Pada hening yang mengekang
Ia mulai merindukan
Wujudnya

Diam-diam,
Diintipnya cermin
Yang tergeletak di ujung
Taman bunga
Sudah sebagian layu,
Tua, takhayul, dan
Ngeri,
Tapi di sanalah satu-satunya tempat
Di mana perwujudan
Berani menampakkan diri sejujur-jujurnya

Maka dipanjatkannya
Beribu pekikan isyarat namanya:
Hiruk-pikuk
Ramai
Gegap-gempita
Gelegar.

Dan diintipnya cermin itu
Dilihatnya wujudnya:
Masih tiada.
Ia telah dihilangkan.
Hanya ada bising
Yang terus bergulir.

Kau tahu dirimu
Adalah keberisikan,
Siapa suruh menjual diri pada hening?
Vickiazaira Jun 29
Kita memang bagai dua pendatang,  
Belum pernah bertemu, hanya dalam bayang,  
Aku mencoba mengurai segala rasa yang tertinggal,  
Walau mungkin pesan ini tak pernah sampai ke ruang hatimu yang menghilang.

Kisah ini bermula dari obrolan sederhana,  
Bergulir pelan, hingga jadi cerita yang tak terduga,
Beralih ke percakapan yang tak pernah ada reda,
Obrolan panjang, enam jam tiada jeda.

Seiring waktu, rasa itu bertumbuh,  
Aku melihat dirimu sebagai sosok yang merengkuh,  
Membuatku merasa aman dalam peluk cerita,  
Tapi, ah, salahku menaruh harapan pada sosok yang fana.

Kamu seorang asing, namun memberi sinyal ganda,  
Terkadang dingin, namun datang lagi membawa asa,  
Menghilang, datang lagi, hatiku tak karuan,  
Seperti naik turun dalam perjalanan yang tak terarah.

Mencoba tenang, tak berharap banyak,  
Tapi perhatianmu muncul lagi, buatku lemah,  
Aku tak bisa menebak, apa maumu sebenarnya,  
Aku melihatmu sebagai pria, bisa lihat aku sebagai wanita?

Bukan aku yang kamu tuju,
Bukan aku yang jadi rindumu,  
Namun terukir sudah warna dalam singkat waktu,
Dalam kesendirian, aku tetap kokoh dalam ruang waktu.

Kamu yang penuh dewasa, tawa yang menawan,  
Batasanmu, pendapatmu, semuanya berkesan,  
Aku tetap merindu meski sering sendirian,  
Mungkin kamu, si asing, adalah pelajaran dalam setiap perjalanan.
Sudah 1 tahun lebih lamanya tidak menulis. So, enjoy! hanya sebuah tulisan yang sedang terpikirkan✌🏻

— The End —