Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
Aridea P Oct 2012
Palembang, 21 Oktober 2012

Kini aku menulis dari sudut kiri
Memalingkan mukaku dari hadapanmu
Tak ingin terlihat olehmu

Di sini, aku membaca sembunyi-sembunyi
Menahan kedip,
Tak ingin melewatkan membaca namamu

Di sini dingin,
hujan baru saja turun
Membasahi jalanan yang terlalu lama kering
Aku tak ingin pergi keluar
Hanya ingin di sini
Merasakan rasa ini lagi
Rasa seperti ini
Sekarang ini,
saat aku menulis ini

Rasa yang sulit tuk diungkapkan
Lebih sulit dari berjalan di atas bara
Lebih sulit dari mengingat namamu
Sangat sulit daripada menulis namamu
Sangat amat sulit daripada menyebut namamu

Rasa,
yang tak akan pernah berhenti membuatku menulis
Rasa,
yang tak mampu ku ucapkan sendiri
Rasa ini
Rasa yang sulit tuk dimengerti
Rasa yang tak akan pernah hilang
Rasa yang sulit tuk tak dibahas

Terima kasih tlah membuatku menulis dari kiri
Vickiazaira Oct 2022
Dia
Dia jauh, tetapi dia menciptakan kedekatan
Dia sulit untuk dimengerti, tetapi dia mampu memahamiku
Dia terlihat dingin, tetapi dia memberikan kehangatan
Dia bukan yang pertama, tetapi aku harap dia yang terakhir.
setelah 3 tahun tidak menulis, akhirnya kembali lagi!β˜ΊοΈπŸ‘‹πŸ»
JHT Jun 2017
Dengarlah gemuruh hujan pada malam hari ini;
Dengan irama tetesannya kebisuan dicurahkan;
Dalam kegelapan jua para pencari melangkah;
Menyusuri persimpangan jalanan yang basah;
Mungkinkah sudah keraguan mereka terhapuskan?
Ataukah praduganya telah menjadi satu bentuk prasangka,
Yang sekiranya kembali menolak untuk lagi-lagi berbicara?

Dengan satu sapuan halusnya kembalilah dikau sunyi menjadi hening,
Hening menjadi tiada, seperti tiada memunculkan hampa;
Lalu hampa pergi meninggalkan luka yang menganga pada dikau;
Hanya kesembuhan dari hujan yang dinanti mereka yang terluka;
Seperti juga berkat yang dinantikan dikau yang tak lelah menanti;
Memegang erat setiap butiran yang mungkin tak mampu dimiliki;
Mendengar irama yang selamanya tak mampu dimengerti;

Bersabdalah hujan pada semesta di malam hari ini;
Hanya kesunyian yang terus ia ajak bicara dalam isyarat;
Hanya kegelapan yang selamanya tak mampu ia lihat;
Pengheningan resah telah menjadi gundah sang hujan;
Seperti gundah itu sendiri menjadi gulana dikau;
Seperti dikau yang hadir dan hilang dalam rimbanya hujan,
Kembali dicari namun tak mampu dihilangkan.
Niraksara perbincangan antara sang Pujangga dan Hujan. Sampai kapanpun kebisuan merupakan satu-satunya bahasa yang mempertemukan mereka.

— The End —