Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
Penunggang badai Mar 2021
Mengambil bentuk paling bahagia dari bias sore yang sayup melantunkan nada-nada melankoli, perihal perpisahan.

Tersapu wajah oleh angin laut, biru terbakar di ujung cakrawala, sepasang mata menatap dalam baskara—mengisyaratkan, "saatnya pulang dengan lapang".
GEIGA VIA TANARO Apr 2018
Sore, pasca hujan turun.

Kami menyusuri setapak di pinggir hampar padi demi beberapa bungkus mi.
Seperjalanan kami hanya membicarakan hal-hal kecil yang belum pernah diperhatikan masing-masing dari kami.
Seakan paus di laut begitu penting dibahas dari perjalanan kecil itu.
Kami bawa payung satu-satu, tapi tanpa payung sepertinya teduh sudah hadir.

Kami juga pernah pulang lewat jalan kecil yang berakhir di muka ungaran setelah makan siang.
Dia; temanku menatap nanar muka ungaran.
Wajah kecilnya tersapu rambutnya yang mengikut angin.
Ia teringat teras rumah, teh hangat, dan ibunya yang tiada.
Udara bukan main sejuk, tapi ceritanya bukan main menusuk.

Aku suka petrikor.
Ia selalu berhasil mengundang rona juga lara.
Salah satu anugerah tersederhana yang pernah tercipta seakan hanya untuku saja.

— The End —