Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
nisa May 2014
ketika berjalan di atas rumput
waktu seakan melambat
seakan aku melangkah terseok
seakan bumi berusaha menelan kakiku

kubiarkan tubuhku terjatuh
sementara mataku memanah langit
menunggu alam menjamahku
menggerogoti nadiku
tulang sumsumku
nyawaku

biarlah darahku menjadi nutrisi bagi tanah
mungkin dagingku bergizi bagi hewan liar
sementara tubuhku membusuk
bersatu dengan hara
tunas-tunas mungil muncul dari dalam
dan bunga-bungaan bermekaran
di antara tulang rusukku
Inspired by Edvard Munch's quote: "From my rotting body, flowers shall grow and I am in them and that is eternity."
Aridea P May 2013
Aku menulis
Menulis lagi hal yang semu
Makna yang tak pasti
Aku berpikir keras,
kata demi kata ku ketik
Klik, Klik, Klik
Berharap kelak tulisanku terpajang indah di tembok lorong

Aku tidak melihat ke depan,
ataupun ke belakang
Aku hanya fokus pada layar yang ada di depanku
Memandang, membaca, memahami
Mengimajinasikan visual hidupku ke dalam kata
Terus
Klik, Klik,
klik
Aku berusaha tak terputus,
terus mengetik

Tiada orang lain yang ada dipikiranku
Tidak diiidiii, ibuku, bahkan kawanku
Hanya berpikir, huruf apalagi yang harus ku tulis setelah huruf ini?
Klik,
klik,
klik,
Aku mulai melambat
Namun ku tak pernah menyerah
Tak ingin kutinggal

Kini pikiranku buntu
Di saat aku mulai meninggalkan layarku
Sejenak imajinasiku berbicara
"You can not be changed... But you can make a change."
.
.
.
Tak ada lagi Klik, Klik, Klik

Aku hanya memikirkannya
Dan semua selesai
Hanya dengan satu KLIK
Andika Putra Jul 2019
Yang jalang meloncat telah tiba & kita merangkak menjauh sutera & kau melihat pada selangkang merebak dedaunan riba.

Kini menjalin kepada alang-alang, merayu kepada segala buangan.

Yang terbuang kemudian terjerembab ke-Esa-an/ pertolongan/ makian/ gelak ketidak sudian.

Semua bajing meloncat-loncat kala malam tiba & aku tidak menemui dirimu menjalin asmara, pada bantal dan kerangka bunga & batok-batok kelapa bersumpah pernah bersimfoni di gedung tua bangka.

Katakan semua yang terlihat menemukan artinya, berbalik dan melenggok tiada suka. Aku merusak gelanggang samudera, dan menemukan orang-orang bercumbu di dalamnya.

O Gayung merambah kepada sujud-sujud La beruja. Melirik kepada hampa & tau kah, dirimu mencintai duka.

Semua manusia kemudian melambat

Gedung-gedung berselimut jas pekat
/kini duka melihat rembulan siang

Merajut benang & diam-diam melempar bebatuan.

3/7/19
Surya Kurniawan Jun 2017
Dalam ke-tiga ratus empat puluh empat meter per detik kecepatan suara, ternyata tak ada bibirmu didalamnya. Sebab kabar tak lebih cepat dari suara, dan tak lebih lambat dari jatuh cinta.

Apakah mungkin, suara dapat merasuk lebih cepat jika dia merangkak di dalam air mata?

Mungkin juga sebaiknya kita perhatikan bagaimana suara merambat melalui  dua puluh satu derajat selsius suhu udara, menjadi sebuah rangkaian gelombang kata-kata yang melambat dan merangkai dengan sendirinya.

Apakah mungkin getaran suara dapat lebih cepat, jika kulitku tidak menjadi sehangat ini?

Jika kamu bukan getaran suara, lantas mengapa sepersekian detik nama mu bergaung dalam kenangan?

— The End —