Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
Joshua Soesanto Jun 2014
called "Papaver Somniferum"

perempuan seperti bunga *****
mempesona juga mematikan
di ekstrak di murnikan
di setubuhi di suntikan
konteks itu rasa
kohesi dalam pembuluh darah

serasa terbang tak menapak
ternyata aku overdosis kata

jangan penjarakan!
teriak pemadat rasa
jarum sajak masih menempel di tangan
"aku ini hanya pemakai kata"
kata yang ku tulis diam-diam
lalu kau membaca, merekahlah analogi rasa

aku ingat hari itu
kau berpakaian penuh warna
aku mulai gila
inikah suntikan pada kepala? pantas..
beringas

aku mulai sadar
saat kau bersenandung tentang orang lain
menjelang mentari tenggelam
aku bungkam

mungkin kali ini jarum terisi racun
suntik kemana?
"aku tidak akan memilih nyawa"
hanya memilih nadi yang pernah berwarna
kini melabuh mencapai titik jenuh

sesungguhnya sang pemberontak ingin bicara
tentang kopi tentang mimpi
tentang pantai tentang ombak
tentang terik tentang hujan
tentang candu tentang perjalanan
tentang rencana tentang pergi lalu menghilang
tetapi kau mengokang senjata

kembali aku bungkam
angkat kaki..
pergi dengan kutukan.
Banda Neira - Esok Pasti Jumpa #NowPlaying #Tracklist
Diska Kurniawan Sep 2016
Seteguk apapun, semua tak akan berakhir*

Aku adalah seorang pemabuk yang selalu menguarkan harum arak kemanapun aku pergi. Anggur, dan berbotol-botol ***** telah kutenggak pagi ini. Dan hanya hari ini pula aku ingin bicara, tentang segenggam racun yang kalian semua suntik ke dalam nadi dan pembuluhku.

Topeng
yang dengan bangga kalian pakai
tak ubahnya ketelanjangan
hanya mengumbar malu dan aib

Tawa
yang sesenggukan kalian jeritkan
hanyalah tangis jiwa kalian yang memudar
memutihkan kejujuran dan kebajikan


Oh, beginikah cara kerja dunia
berduri dan berbatu, sama saja
disetiap lajurnya
kemanapun aku pergi, dijejali
mulutku dengan dusta dan hanya dusta
belaka

Menghitamnya jiwaku, seandainya
bagai langit malam
tak ada chandra di ufuknya

Sudah selayaknya aku berkabung atas jiwaku, dimana dia merintih penuh sesal dan tanya. Apakah lalu lalang motor dan diesel itu memusingkan kepala atau hanya sebuah kesibukan belaka. Dan dengan itu pula jiwaku berakhir, terdiam, dalam kematian.

Kukubur dia dengan layak, diantara nisan-nisan lain disekitarku, yang diberi nomor, sesuai urutannya. Jiwaku tersungkur di nomor tujuh. Beruntung sekali!
Kukubur dia, pelan sekali dengan tertidur. Tak berharap bangun lagi di keesokan pagi. Kutaburi bunga-bunga dan prosa yang harum, dan kusiram dengan sebotol Martini dan bir.

Harum. Seharum embun yang kau injak ditepian jalan.
Wangi. Sewangi sukmamu yang kuingat telah pergi.

Aku adalah pemabuk. Yang selalu menenteng sebotol arak, bermabuk di tepian jalan kehidupan. Mengambil jeda diantara kalimat-kalimat mencela dan busuk, yang tergelincir masuk ke dalam telingaku.

Botol-botol inilah sang penawar, berminum pula para nabi terdahulu menyesali umatnya, sedangkan aku?

Menyesali kalian.

— The End —