Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
Aridea P Oct 2011
Ku duduk di sini
Kaki ku membeku karena dingin
Mata ku kantuk karena larut
Malam ku gelap tanpa sinar bulan

Telinga ku sepi, tiada yang terdengar
Bibir ku rapat, tak ada yang terucap
Badan ku lelah serasa ingin roboh
Ingin ku pejamkan mata tuk sementara

Namun terlelap dalam mimpi
Takkan tersesat walau sendiri
Harap ku akan bermimpi lagi
Mimpi yang paling indah dari kemrin
Agar temani di malam sunyi ini
Hingga aku membuka mata esok hari

by.
Aridea Purple
Aridea P Oct 2011
Jakarta, 22 Mei 2008


Ku tuliskan apa yang ku rasakan
Jantungku berdebar kencang
Nadiku bergetar kuat
Darah ku mengalir deras
Ku gambarkan apa yang kurasakan
Aku teriak keras
Aku mengacak semua
Aku menangis kencang
Ragaku tegang
Mataku kantuk
Suasana seram
Begitu malam gelap
Larut sudah ku tonton
Cerita hantu bertaruh nyawa
Ya, meski hanya sebuah cerita
Namun ini karya mereka
Yang harus dihargai
Ada pun senang melihatnya
B'Artanto May 2019
Ditarik, kami diarahkan membaca apapun yang tidak ada penjelasannya.
Dikodratkan harus paham isi kepala makhluk yang hanya sesekali berkata iya dan tidak.

Kami terpingkal, Puan.
Bagaimana tidak?; Kain yang kau gunting sendiri dan pintal dengan rajut sedari subuh sudah cantik--tapi kau merasa kurang, dan kami adalah penyebabnya katamu.

Duduk kami melingkar bersama dengan gelas gelas berisi teh melati,
Hangat membaur aroma kebingungan kaum kami.
Sekali beberapa menit kami terpingkal lagi, berusaha terus membaca setiap halaman kosong dan beberapa titik saja di sudut kiri kanannya.

Tidak ada barang satupun buku yang mengerti keinginan puan.

Cemasnya puan ingin dilindungi,
Lembutnya puan yang ingin dikasihi,
Ah, apalagi tangisan yang tiba-tiba terisak di malam sehabis mimpi.

Tersenyum kami menahan tawa dan kantuk, sembari melihat-lihat wajah puan yang tertunduk mengharap ditanya mengenai hari ini.

Semenit dua menit kami lihat lekat-lekat wajah puan.
Kami bisa tidur malam ini,
Jawaban kebingungan lelaki bukan tertulis pada buku-buku; tapi dua bola mata yang senantiasa banyak bercerita setiap ia duduk hening tanpa berbicara.

Ah, engkau puan~
Buku pelajaran yang tak ada tamatnya.



B_A
10 Mei 2019
B'Artanto Feb 2019
Menuju Maret, pagi-pagi matahari meninggi sambil menyeduh minuman penolak kantuk.
Sesekali ia aduk minuman di gelas melawan arah jarum jam.
Katanya agar berbeda,
Padahal sedari dulu ia sudah berbeda.

Pagi-pagi matahari cepat meninggi
Mungkin membawa kabar dari Bapak menyertakan terimakasih.
'Terimakasih' suara bapak dari ponsel genggam buatan negara berkelopak mata monolid.

Menuju Maret hati yang disini berduka. Menolak umur ditambah dengan satu angka,
Belum lagi kalau dia ingat suara pintu pagar besi yang dimainkan anak-anak tetangga.
Rindu katanya,

Ia belum pulang, sebagian jiwanya sedang bermain pasir di masa lalu.
Tapi ia malah lari mengejar lagi. 'Sudah cukup, aku mau ikut' katanya

Sekarang ia siap, menuju Maret dan segala kebaikan di dalam dan setelahnya.

B_Art
07-Feb-2019
B'Artanto May 2019
+20
Pergi lagi ia keluar rumah, mencari spasi di kerumunan manusia.
Dipesannya air penghambat kantuk,
Dituangkan pada gelas putih bercorak ayam kuno.
Ia ceritakan kesenangannya menemukan tempat itu, diajaknya orang lain mengingat masalalu yang pahit untuk mengangkat bahak yang panjang.
Penat benar hatinya...
Dipaksanya mereka guyon tapi pikirannya kebingungan.
Sesekali lamunan anak mudanya dibaca orang lain.
Pura-pura ia ikut tertawa lagi; dan ia menyendiri

B_A
30 Januari 2019
Megitta Ignacia Jul 2019
di ruang 3x3 meter
kusesap lagi secangir kopi yang sudah tak lagi hangat
masam terkecap, pahit tersisa
buih-buih krema berjejer rapi di ujung mulut cangkir
menggetarkan diri
menciptakan nada detak jantung yang semakin tinggi
dan mengundang semut-semut emosi pada ujung jemariku

didekap
dibekap
kebencian bersarang pada ekor jiwaku yang semerawut
semakin hari, semakin menjadi-jadi

amarah yang tak terbendung
perkara hati bukanlah sebatas ruang
bukan juga sekedar sudut yang bisa disinggahi, diacak-acak, lalu ditinggal begitu saja tanpa dibereskan
ibumu saja marah kalau kamarmu berantakan

debaran  demi debaran
candu pada cairan pekat ini terkadang mengundang rasa kantuk
bagai lorong tanpa ujung
pikiranku melayang masuk ke masa lampau

amarah dan kebencian mengombangambingku
belum reda kesalku
kutuk bertaburan dari bibirku
ada rangkaian rencana cela yang menari-nari di kepalaku

apa warasku pergi?
apa warasku pergi?
apa warasku pergi?


benci ini tak perlu lagi disiram
terjebak realita semu, mantra-mantra sukar dipahami tetapi nyata efeknya
betapa sulitnya meracik ramuan ketenangan jiwa

kalau kamu jahat, lalu aku balas jahat
apa bedanya kamu dan aku?
aku tidak mau sepertimu
bukan pilhan pasif, dengan sadarku
warasku ada
aku pemenang petak umpetnya!
040719 | 00:55 AM pertanyaan tadi malam, seperti rokok yang kubakar diujung meja, kubiarkan mati dihisap angin.
Diksimerindu May 2019
Jiwa yang berlalu lalang
Dibawah ratusan ataupun ribuan
Payung hitam yang mengembang
Berlindung dari jeritan nestapa
.
Hanya tersisa kantuk yang menguap
Di sepanjang trotoar jalan
ataupun dalam kemacetan
dan asap rokok yang mengepul
di pinggir halte bus yang ramai tak jelas
.
Sesekali, seseorang akan menoleh
Dari jendela mobil dan berkata
"Aku tak melihat apa-apa"
Lalu tenggelam dalam sinisnya
Diantara bising klakson mobil
Ataupun kesibukan siluet kota
.
Layaknya seperti papan reklame
Yang terpampang nyata
Dengan warna monokrom
"Selamat datang bagi pendatang baru, dan Selamat tinggal."
gadisunja Feb 2023
Lapar, kantuk, dan rindu
semuanya sama saja.
Sama-sama tidak tahu waktu,
tidak kenal tunggu.
sunja berlalu
B'Artanto Jan 2020
-
Pada langit-langit Tuhan yang menampung gaduh pemaksaan kita.

Dari riuh ramai yang dipanjatkan di pertiga malam-malam yang kantuk.

Pada kumpulan awan yang menerima laga dari setiap doa.

Kita semua akan bertambah,
Ntah kali ini, ntah melalui yang lainnya.

Medan
27 Januari 2020
gadisunja Feb 2023
Ini malam, sekali lagi
kuteguk obat kantuk
—menulis semalam sekali
bila perlu, bila rindu—
supaya lekas sembuh
kangen kerasku.
Dan kiranya,
sampai jumpa di pejam mata.
Ya?
Ya.
sunja berlalu

— The End —