Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
sweetrevoirs Dec 2016
Relei ingat. Baju hangat kuning kecoklatan, 4 kerutan di tangan kanan dekat siku dan 5 lainnya di dekat bahu kiri. Rok kotak-kotak selutut yang untung dan sayangnya tak pernah terisngkap sedikit pun angin berkata tiup. Adalah pakaian yang melekat di badan Malia kali mereka bertemu tatap.
Udara dingin malam Sabtu sama sekali tidak membuat para pujangga mengurungkan niatnya untuk berteriak kata cinta. Atau cerita patah hati. Mungkin iya di tempat lain, tapi tidak di sini, di 8th Avenue, sebuah ruangan tak terpakai beberapa tahun lalu yang di percantik jadi sebuah tempat pertemuan para penyair dari berbagai penghujung kota. Dengan satu podium kecil –sekitar setinggi 1 meter dan selebar tiga dada- di sebelah barat, membelakangi dinding yang berwarna merah marun sedangkan tiga dinding lainnya adalah batu bata yang tidak dipoles.
Malam itu Relei seperti malam Sabtu lainnya, berjalan dari kamar loft ke tempat favoritnya, menyusuri 6 blok dalam suhu 21 derajat dengan tentu pakaian hangat.
Semua wajah yang berpapasan, tak ada satupun yang Relei lupa. Ada 13 wanita, 8 diantaranya bermata coklat, dan 6 pria, satu diantaranya memegang setangkai bunga mawar, yang sudah bertatap sapa selama perjalanannya menuju 8th Ave. 8 bunyi klakson mobil dan 4 suara orang bersin yang selalu di balasnya dengan “semoga tuhan memberkati”. Tidak, Relei tidak selalu menghitung seperti ini dalam sehari-harinya. Hanya saja Relei selalu ingat.
“ Lalu bulan masih saja datang, pun tak sepertimu, yang malam ke malam, masih saja semakin semu.” Seorang wanita paruh baya sedang membacakan barisan terakhirnya di atas podium dengan parau sangat menghayati. Penyair lain yang ada di ruangan itu menjentikkan jari mereka terkagum, ada juga yang bersorak kata-kata manis. Kode etis dalam pembacaan puisi di 8th ave adalah : tidak perlu bertepuk tangan terlalu kencang untuk berkata bahwa kau kagum akan satu puisi, cukup dua jari saja.
“ Biarkan aku datang ke mimpi buruk mu, lalu mimpi indah mu, lalu mimpi mu yang kau bahkan tak tahu tentang apa, atau pun mengapa,” Selanjutnya adalah giliran seorang perempuan muda yang naik ke panggung. Ia bercerita tentang buah mimpi, bahwa Ia ingin menjadi fantasi yang dibawa kemanapun sang pemimpi berjalan.
Baju hangat kuning kecoklatan, 4 kerutan di tangan kanan dekat siku dan 5 lainnya di dekat bahu kiri. Malia –atau seperti itulah tadi perempuan itu memperkenalkan dirinya sebelum memulai puisi- menyisir rambutnya kebelakang kuping sebanyak 3 kali sepanjang ia membacakan puisinya. Ia bergeliat di boots hitamnya, entah karena grogi atau tidak nyaman. Malia berambut coklat ikal sepinggang, dan memiliki bulu mata yang lentik bahkan dilihat dari ujung ruangan.
“ Untukmu, yang bersandar ke bata merah dengan tangan memegang kerah.” Malia mengakhiri puisinya sambal menatap ke arah Relei. Tangan Relei yang sedang membenarkan kerah baju otomatis langsung membeku. Ia sadar penyair lain sedang mengalihkan semua perhatian mereka kepadanya. Tapi hey, ayolah, pasti bukan, gadis di atas podium itu pasti bukan sedang membicarakan tentang Relei. Gadis yang sekarang sedang menuruni tangga podium dan berjalan ke arahnya itu pasti bukan sedang- Oh tuhan, atau mungkin memang iya.
Shrivastva MK Jun 2015
Najane kyon tadapati hain
ye yaadein,
Kabhi rulati Kabhi Khush kar jati
ye yaadein,
Mere jine ka jariya hain bus yahi,
Kabhi dard bankar jakhm deti hain,
To kabhi  dard ka maraham ban jati
Ye yaadein,
ye yaadein......


Silsile ye mohabbat ka
Jari rahengi zindagi bhar,
Karke pyaar tumse sanam  
bhatak raha hoon dar dar,
Kahan gye wo din,
Kahan gye wo waadein,
Ab mere paas rah gayi hain
bus teri ye yaadein,
ye yaadein......


Bahla raha hoon apne dil ko
Un yaado ke sahare,
Chale gye ** tum lekar
Wo Khubsurat bahare,
Pahli nazar me deewana banakar
Bechain kar jati ye yaadein,
mere dil-o-dimag par bus
Teri ye yaadein,
ye yaadein....
Aridea P Oct 2011
Sejak lama ku memulainya
Mengotori kertas dengan sebercak tinta
Menciptakan puisi yang amat indah
Penuh makna akan liriknya

Dengan goyangan tangan
Jari-jari ku memegang tinta
Melukiskan suara hati ku
Yang menangis ditinggalkannya

Hati ku merintih kesakitan
Tergores luka dan tertusuk panah
Mengaku hati ku masih mencintanya
Meninggalkan puisi cinta hingga menutup mata

Created by Aridea Purple
Aridea P Nov 2011
Palembang, 3 November

Masih ingat ku di usia muda
Saat ku dikelilingi ruang hampa
Jari tetap menggoreskan tinta
Hati tetap menerawang asa

Di hati terdalam terselip doa indah
Permohonan gadis kecil yang kesepian
Aku berdoa tapi terus bekerja
Sendirian.. Tak ada seorangpun di sekitar

Merasa orang biasa tak kan mengerti
Susah pun tuk diungkap
Tak mampi lagi berucap
Malu pun yang ada di setiap kata

Berjanji kepada Tuhan
Akan berbuat baik jika diberi teman
Tipe yang langsung mengerti akan keadaan
Dan tak harus ku ucap lagi tuk Dia dengarkan

Bisa ku dengar semua sunyi
Ada kejutan dibalik kesunyian-Nya
Akan selalu ku nanti Soulmate Aridea
Hingga Tuhan percaya aku akan membutuhkannya


Created by. Aridea Purple a.k.a Erika Maya W Handoko
Aridea P Sep 2012
Palembang, 5 September 2012

Aku melihatmu,
sama seperti waktu pertama kali aku melihatnya.
Bukan karena ketampananmu,
tetapi karena kamu seorang Lelaki.

Namun dia bukan kamu,,,
dan kamu bukanlah dirinya,,,

Tak pernah aku melihat jari-jemarinya,
seperti aku melihat jemarimu.
Bukan hazel green eyes dia juga yang kulihat,
melainkan hitam bola matamu.

Aku melihatmu,
dari kursi belakang bus.
Did you see me?
Aku turun dari bus dan menghampirimu.

Namun yang kulihat bukan senyumanmu,
karena kamu tak pernah tersenyum kepadaku.
Bukan senyumannya juga yang ku harapkan,
melainkan senyumanmu.
Joshua Soesanto Jun 2014
perempuan dalam wujud rubah
matahari kecil disekelilingnya
atmosfer terasa berbeda
saat dia berjalan menapak, sebuah sajak indah

goresan pada tenggorokan
daging angsa berupa jari manusia
lalu, mimpi tersimpul pada rambutnya
sepertinya aku mabuk di buatnya

setiap lekuk tubuhnya
tanda bahwa cetakan kita sama
terkadang realita berbanding terbalik
digital dan klasik

penyerahan berarti keselamatan
bersenandung dalam kulit
bersinar dalam retina
berbulu hangat dalam lukisan kata damai

seringai senyum ceria mapan
dia tersenyum hilanglah awan hitam
seperti bunga teratai dipotong dipagi hari
dengan senyum memerah

aku seperti icarus
mencoba meraih fajar serta senjanya
oh..matahari
meleleh, lemah, dan longgar
ternyata helios terdahulu mengagahinya

sebuah nadi rasa tajam
berburu tepat hingga ke hati
mata merenung pada sebuah sosok
harapan..
Bintun Nahl 1453 Feb 2015
Desember bersambut hujan, menderas berlukiskan mendung. Sejuk menusuk tulang, yah hujan desember memang tak main
- main dan tak tanggung - tanggung, serius. Memelukmu dingin bertubi - tubi.
Belajar dari 'hujan desember'
Pengorbanan seperti apa yang akan kau ukir untuk membuka pintu kemenangan dakwah ?
Setergenang jalan setapak kah, dengan guyuran hujan ?
Atau, sesemangat hujan desember kah ? Dengan turunnya susul menyusul melembabkan tanah tahun depan, menyusun rencana agar tanah tak mengering dan gugurlah dedaunan karena cuaca tak menentu ..
Segemuruh deras hujan kah ? Berirama dan memberi isyarat bahwa lagi - lagi akan menggenang walau ada saja suara sumbang "aah, hujan turun lagi, sampai kapan "
Dan entah akan kembali kah ia, dengan desember yang sama atau justru tertelan waktu dan mati ..
Maka, prestasi apa yang telah terukir setahun ini dan rencana - rencana apa yang telah tersusun rapi untuk mendobrak peradaban kelam ini ?
Mengembalikan peradaban gemilang "KHILAFAH ISLAMIYAH" ..
Mengubur Demokrasi Kapitalisme Sekularisme dan tak bergairah lagi untuk bangkit ..
Jangan sampai waktu tak menggenapkan umur .
Jangan sampai terlanjur gigit jari, menyesal.
Dan, jangan pernah bosan untuk tetap menyeru walau terus dihujat . Demi terterapkannya syari'at islam dan hidup sejahtera dalam naungannya ..
Maka, jangan lupa sedekapkan kedua tangan dan berdoalah akan kemenangan islam dipercepat ..
Karena hidup adalah IBADAH, AMANAH, dan MUHASABAH ..
Allahumma Shayyiban Naafi'an ..
Safira Azizah Nov 2018
pengecut itu
hidup di sela huruf-huruf
yang diukir oleh jari mahirnya
sambil bersahut bunyi dengan si gadis
di medio sunyinya malam.

pengecut itu
dalam senyap ia merayap ke pucuk harapan
seorang gadis dengan
senyuman kecut.

sibuk sembari mabuk
si gadis membingkai peti mati
berbaring harapan si gadis
dorman tak tersemai
karena buaian sang pengecut perlahan menjadi
kata tanpa arti, janji tanpa bukti.

teruntuk:
sang pengecut yang pucat pelasi kala bertemu
namun terlampau berani di balik ruang semu
Elle Sang Feb 2016
Awan hitam tersenyum telak
Hujan datang menyambut
Jari jemari yang biasa menari
Terlelap dalam dingin
Membeku membiru
Sinarnya telah hilang
Dibawa oleh lamunan
Dikandaskan oleh waktu
Api yang dulu merah meradang
Kini hilang ditelan sunyi
Bercak emas itu bukanlah dia
Dibiarkanlah semua membeku
Dengan begitu ia tak perlu tertatih berjalan
Biar waktu yang membunuhnya perlahan
Penyair itu melangkahi pengemis pincang yang lelap itu.
Kasurnya adalah trotoar dan mimpinya ntah apa.
Jangan bahas mimpi jadi jutawan dengan kemeja dasi rambut klimis.
Mimpi basah saja harus sembunyi sembunyi.
Kan takut toh masturbasi di pinggir kali ?

Soalnya guys,
coli itu pun harus pake tangan kanan
selain soal tekanannya yang konstan ..

KALAU TANGAN KIRI KIRI KIRI,
Disangka PKI !
Ini perihal dosa Illahi saudara saudari!



Lalu pengemis itu Menatap angannya setinggi bintang di lantai 53 menara menara ibu kota.
Mengelus ngelus perut kurusnya.
Alhamdullilah, hari ini bisa santap sisa paha ayam dari restoran kebarat baratan itu.

Mungkin baginya, Tuhan menjelma dalam bentuk tempat sampah.
Menyediakan pangan sisa sisa umat kesayangan-Nya.
Dan dia, umat yang lupa ia punya.

Pagi datang.
Ia terus berjalan tanpa alas kaki.
Sekelibat melihat lamborgini, berkawal polisi.
Presiden mungkin ah?
Nomor satu, atau duah?

Dia tidak pernah berharap pada Tuhan.
Atau presiden.
Mungkin ia harus tetap berjalan saja.
Atau mungkin ia harus berharap pada ratu adil.
Entah kapan ia munculnya.

Apa ketika jari-jari kakinya lepas.
Hingga tidak bisa melangkah lagi.
Atau lelah menguasai tubuh.
Hingga enggan melangkah lagi.
Atau seluruh kakinya patah
Pun ia tidak peduli lagi?

Apa ratu adil sedang sibuk memasang konde besarnya
Takut takut tidak terlihat cantik saat hadir sebagai pahlawan kesiangan.
Atau ratu adil sedang sibuk
Memutuskan hukuman adil untuk penyair ini yang mempertanyakan kuasa Ilahi dia punya?
Atau mungkin ratu adil berhati dingin.
Seharusnya iya karena mana mungkin beliau yang welas asih membiarkan hambanya pontang panting,
malah sibuk mengurus penyair mengkritik program kerja-Nya tahun ini.

Yah ..

Memperhatikan pengemis itu terpincang-pincang lebih asyik daripada mengurus Tuhan.
Presiden. Atau ratu adil.

Apakah Mas Aristoteles meramalkan distopia pada nusantara?
Pertama kali saya bacakan di Paviliun Puisi, edisi Dys/Utopia pada 6 April 2019.
Raihah Mior Dec 2017
Dalam retrospeksi
minda naif kecilku pernah berimaginasi
memikirkan dunia luar sana yang bagaikan fantasi
hati merontakan suatu kebebasan yang diimpi
namun kini ku sedari, itu semua hanyalah persepsi
seorang gadis kecil yang dahulunya bercita-cita tinggi
masa sudah tiba untuk kembali ke realiti.

Selamat datang ke Kota Korupsi
di mana manusia-manusia bertopengkan syaitan
kehausan kuasa, kerakusan harta duniawi
dipuja, dipuji dan disanjung tinggi
pil penawar pula makanan ruji untuk depresi
tiada lagi tempat mengadu, tempat meluahkan hati
hanya tinggal kata-kata yang kehilangan erti
terpapar di kotak skrin empat segi.

Bangsaku semakin alpa, agamaku jauh sekali
soal halal haram tidak dipertikaikan lagi
hanya topik sembang santai di kedai kopi
bicara hari nanti ditolak dahulu ke tepi.

Dunia yang dahulu semakin pudar
hanya serpihan di hujung sudut memori
masa berlalu terlalu pantas, terlepas dari jari-jemari
sekarang sudahpun tiba generasi baru menapakkan kaki
namun, lihatlah sejarah mengulangi dirinya sekali lagi
selagi nafas belum terhenti
selagi kita belum pergi.
My first actual sajak written for my Penulisan Kreatif class. Not my best work, but I'm genuinely quite proud of it. We had to recite it in class and I actually did it, with hand movements, ****** expressions, intonation, all that jazz (it was even accompanied by a Tron soundtrack hahahah). Basically the poem's just a little commentary on what globalization has brought to the people of my side of town. But I guess it applies to everyone too. The world keeps changing and evolving anyway. What are we to do. *shrugs*
KA Poetry Nov 2017
Cinta
Mungkin adalah hal yang paling sakral di kehidupan
Terjadi ketika 2 insan bertemu
Saling menerangi sesama

Rindu
Mungkin adalah hal yang paling ajaib di kehidupan
Terjadi ketika dirimu terlintas di benakku
Turbulensi yang bergejolak di hati dan pikiran

Doa
Adalah saat ketika keajaiban akan terjadi
Ketika kuucapkan namamu yang begitu indah di doaku
Agar didengar oleh Allah SWT

Dirimu
Sebuah anugerah yang sangat dijaga
Begitu sucinya dirimu untuk dilihat
Seolah-olah menggugurkan segala bintang

Diriku..
Lelaki yang mendambakanmu
Seperti kerumunan semut yang berciuman dan yang mencubit
Pada waktu satu anak kecil yang menggigit-gigit kuku jari

Rindu adalah bulu matamu, bergulung-gulung layaknya ombak

Perempuan ciptaan cahaya
Perempuan semua anggrek kesayangan
Kau layaknya labuhan terjauh, pekat, tidak berujung
Bolehkah aku berlayar disana?
11/11/2017 | 20.34 |Indonesia
Aridea P Jan 2014
Palembang, 20 Januari 2013

Rasanya kalau sudah bicara denag-Nya,
Seperti menempelkan goresan luka di hati dengan hansaplas
Pedih, tapi lekas sembuh
Tak berdarah, tak berbekas

Rasanya kalau selesai mengadu pada-Nya,
Seperti membersihkan darah yang menetes dari ujung jari
Perih, dan darah kan berhenti
Luka tertutup kembali

Rasanya kalau belum menghadap-Nya,
Seperti menunggu pengumuman juara kelas di sekolah
Detak jantung berirama kencang
Perut mual bak naik Halilintar
Malah tangis memecah
Sebab hari tak beraut mentari
Sinar malam yang di curi teknologi
Senyum anak cucu tanpa gigi

Mari pukul tifa deng menari..
Biarpun tanah adat sudah jadi kali
hutan ruba kulit
laut tinggal ari-ari

mari pukul tifa deng manari
biarpun suku tinggal hitung jari

id,02/april/2014, tegalrejo, bantul
MuhIdra Faudu May 2014
Sebab hari tak beraut mentari
Sinar malam yang di curi teknologi
Senyum anak cucu tanpa gigi

Mari pukul tifa deng menari..
Biarpun tanah adat su jadi kali
hutan ruba kulit
laut tinggal ari-ari

mari pukul tifa deng manari....
biarpun suku tinggal hitung jari
di bunuh tamu: dari pulau mati
id,02/april/2014, tegalrejo, bantul
gadisunja Jun 2018
Febian, Rizky, Aisyah Aziz. 2018. Indah Pada Waktunya. Kanal
       Yutubnya NET Talent Management.

Matterhalo, Nadin Amizah. 2017. Teralih. Kanal Yutubnya
       Matterhalo.

Nelwan, Christofer. 2012. Jari-jari Cantik. Kanal Yutubnya
       Argonycus.

Pusakata. 2018. Kehabisan Kata. Kanal Yutubnya MyMusic
       Records.

Ranti, Jason, Ari Malibu (The Rollies). 2016. Kau Yang Kusayang.
       Kanal Yutubnya Ruang Putih.

Rock, One OK. 2011. Pierce. Kanal Yutubnya Pratama Aji.

Stahl, Fredrika. 2011. Twinkle Twinkle Little Star. Kanal Yutubnya
        Oresund Bleu.

Teduh, Payung. 2017. Puan Bermain Hujan. Kanal Yutubnya
       Anggit Setyo.
selamat bobo, telinga
episkey Mar 2019
kita bertemu dikala petang
dua jari saling bersilang
aku minta izin bertualang
kau beri restu penuh sayang

dengan itu ku bertualang
tak peduli akan halang rintang
semua halang aku terjang
dan diujung senja aku menang

wajah penat berganti riang
sang aku menjadi sang petualang
semua halang kan ku kenang
untuk diceritakan kepada sang sayang

sebelum sang senja hilang
kupenuhi janji untuk pulang
dan dikalau aku datang
aku disambut sang mata berlinang
all credits goes to my ma
ga Mar 2018
Carilah di antara benci dan cinta
Di sela-sela malam menuju pagi
Di belakang tirai megah pentas kehidupan
Akan kau dapati diriku

Kumpulkan semua amarah dan kecewa
Ambil jari kelingkingku, tautkan milikmu
Sembari ucapkan omong kosong dan ilusi
Akan kau dapati diriku

Berbaringlah di lantai, pejamkan matamu
Sibaklah kemelut seribu bayangan hitam
Terbanglah bersama awan lara bersayapkan derita
Akan kau dapati mimpiku
15/03/2018
Megitta Ignacia Jul 2019
membingkai itu ada tujuannya
dilapisi kaca biar tidak terkotori
aku mengamplas ingatan yang sempat luntur
terbawa pada lamunan utuh & seruan sendu
silam, bertumpu berapi-api enggan berkeputusan asal
sampai kini, aku masih patuh pada prinsipku

kamu memintaku,
namun hatiku berprasangka itu rancangan induk
bukan asli pemintaanmu
kupilih menepikan diri
diam-diam berharap kamu bercerita lebih dalam
tapi nihil, malah indukmu maju
aku mau, tapi apa keputusan ini benar
pepetan restu, tekanan waktu
dihimpit ketakutan indukmu atas cemooh
orang, siapa? tetangga? saudara?

keengganan bersepaham
kuuji kamu dari belakang
menantang setara, seimbang, sejajar
lontaran kata pengundang debat
berlindung atas wejangan duda muda yang baik
"dua jenis prinsip tujuan pernikahan"
satu, untuk memulai keluarga baru
dua, untuk menyatukan keluarga
dengan kesadaran kupilih yang bertolak denganmu
karena saat itu aku belumuran ragu
sejauh mana kedewasaanmu?

kamu gagal pada tesmu,
tapi aku tetap bertahan kala itu,
setelah semua berjarak, mungkin kamu sadar ikatan pernikahan bukanlah hal main-main
kubedah diriku, ada setitik kekecewaan
seumpama semesta menghajarku dengan keras
tapi Ia tidak melepaskanku pada maut
disadarkanNya pula, inilah jawaban doa
"jauhkanlah aku dari yang jahat & dekatkanlah dengan yang baik"
jari manisku takkan tersemat cincin duri sebab ranting emas berbunga daisy telah memekarkan diri
230719 | 19:35 PM udah di kost Bali lagi, minum kopi sambil makan roti canai, ini luapan emosi, tentang transformasi ke arah yang baik. Tuhan menjaga kita semua.
Akankah…
Kita akan terus begini?
Terpisah oleh jarak bermil – mil
Walau hanya dalam dunia fatamorgana
Kuingin kau kembali ke sisi
Seperti saat kita bersama dahulu

Akankah…
Pertemuan pertama kita
Hanya tinggal kenangan?
Walau hanya dalam dunia fatamorgana
Kuingin kau kembali dan melinkupiku dengan sayapmu
Seperti saat kita pertama berjumpa dahulu

Akankah…
Janji kita
Hanya tinggal sebuah janji?
Walau hanya dalam dunia fatamorgana
Kuingin kau kembali dan kita saling mengkaitkan jari
Seperti saat kita berjanji dahulu

Akankah…
Cinta kita
Hanya tinggal sebuah kata?
Walau hanya dalam dunia fatamorgana
Kuingin kau kembali dan berkata
Walau jarak dan ruang memisahkan kita
Aku percaya jika hati t’lah bicara
Takkan ada yang mampu memisahkan kita
Yulia Surya Dewi Mar 2018
Daun kuning berjatuhan
Angin dingin menghantarkan salam dari Tuhan
Aku melihat pepohonan yang menari
Semua tampak indah menyejukkan hati

Aku hanya diam..
Diam tak tahu harus kemana
Kabut putih menutup mataku
Mendorongku yang berdiri terpaku
Imajinasiku kabur
Aku akan jatuh

Dan...

Dimanakah aku?
Diruangan serba putih aku terbangun
Menatap dengan pandangan memudar
Siapakah kamu?
Gadis kecil berlari dan tertawa
Berlari menjatuhkan bunga-bunga
Membuka pintu diujung ruangan

Aku berjalan...
Berjalan membuka pintu yang sama

Wanita cantik berambut pirang
Cantik rupawan mengalahkan Godiva
Seorang gadis kecil memeluknya erat

Dia...
Dia yang selama ini kucari
Dia yang selama ini kunanti

Aku mencoba...
Mencoba untuk menyentuhnya
Jari-jarinya yang ramping menepisku
Aku berpikir dia membenciku
Namun tidak
tidak...
Dia berkata padaku,
"Kembalilah, ini belum saatnya"

Kematian bernegosiasi dengan kemungkinan
Kemungkinan untuk meraih kehidupan
Di alam bawah sadar
Aku akan kembali menemukannya

-Kediri, 18 Maret 2018
Megitta Ignacia Mar 2020
356 putaran bumi, kita beradu rasa
Raga saling terlekat erat, tak terasa
Rapat serapat barisan bata, tak terduga, terbiasa
Memadukan jari, tanpa perlu banyak bicara
Saling menyaut, berjalan searah

Memang arus yang membimbingku
Langit bumi berselurus mengantarmu
Bingkisan besar para dewa untukku
Berkat kebesaran yang Maha Segala
240320 | 20:48 PM di kosan tukad badung, malam ini satu hari sebelum Nyepi, diem di rumah karena masih ada pandemic Corona. Rasa syukur, satu tahun ini ditemani singa kesayanganku. Anargya artinya tidak terhingga nilainya, itulah A buatku. 💜
Diadema L Amadea Sep 2019
pengecut itu
hidup di sela huruf-huruf
yang diukir oleh jari mahirnya
sambil bersahut bunyi dengan si gadis
di media sunyinya malam

pengecut itu
dalam s e n y a p
merayap ke pucuk harapan seorang gadis
dengan senyuman kecut

sibuk sembari mabuk
si gadis membingkai peti mati
berbaring harapan si gadis
yang dorman tak tersemai
karena buaian sang pengecut
perlahan menjadi
kata tanpa arti, janji tanpa bukti

teruntuk:
sang pengecut yang pucat pelasi kala bertemu
namun terlampau berani di balik ruang semu
fatin Sep 2021
dingin malam seperti bukan untuk ku..
aku sedang memikirkan jawatanmu di layak kisahku..
apakah kau layakku namakan mimpi atau masa lalu?

apa ku harus aku gelar kamu puisi tak selesai?

ya.
aku menulis lagi...
padahal kau telah lupa
sedikit pun tentang apa kita ucapkan
selamat pagi buat kita jatuh cinta
dan
selamat tinggal yg tak pernah kita ucap
adakah sisa sesal di hatimu?
atau cuma malu alasanmu utk tak berbicara lagi...?

masih ku kenang ke harini utk soal hati mu
tapi puisiku cumalah kata kata yg tak punyai jari
yg tak bisa menyentuh hatimu
Angin dingin berhembus
Desir pasir menggelitik jari kaki halus
Cinta gila tak tertebus
Bualan masa depan yang hancur terhunus
21.05.21
VM Sep 26
Aku melangkah di jalanmu, terukir dalam batu. Di mana sungai-sungai retak dan keheningan berdengung. Lagu pengantar tidur terus menghantui, membungkusku seperti kain kafan. Bisikan-bisikan membusuk dalam kesunyian, tersisa di udara seperti rahasia yang terlupakan, sementara keputusan menggantung di kehampaan—mayat-mayat cahaya.

Panas menggigil menyiksa melalui tulang punggung gurun ini, tebal dan menindas, saat bayangan terus menggeliat, tertawa dengan kebencian yang membekukan. Kau telah lama menghilang—bertahun-tahun, mungkin selamanya—ketidakhadiranmu adalah luka yang tak kunjung sembuh. Tak ada tangan yang mengulurkan jari untuk menenangkan langkahku yang goyah, tak ada kehangatan untuk mengikat pikiranku yang berputar-putar, dan beban ketidakpedulianmu menekan, mencekik seperti aku sedang berada di kuburan.

Jika aku menutup mataku dan membiarkan diriku larut dalam kegelapan, apakah itu akan membangkitkan sesuatu di dalam dirimu, atau kau akan tetap tak tersentuh, seperti selama ini? Langit ini terasa seperti kaca, rapuh mudah pecah, dan siap hancur akibat kekosongannya sendiri. Sementara bumi di bawahku setipis bisikan, siap menyerah. Pernahkah kau benar-benar ada di sini, atau kau selalu gagal untuk ada, sosok yang menghantui sebagian mimpiku yang hancur?

Pemenggal kepala menjulang di depan, janji yang tak terpenuhi,  
takdir yang terasa hampir manis, ujungnya yang tajam seperti panggilan sirene. Aku berdiri di bawah nya, pucat dan kaku. Besi dingin itu memanggilku, dan aku bertanya-tanya— jika aku menerima kejatuhan ini, apakah kau akan menyaksikan akhir, atau kau hanya akan berpaling, acuh tak acuh terhadap kegelapan yang menelanku bulat-bulat?

Kau tidak hadir di tanah yang tandus ini, tak mengucapkan sepatah kata pun untuk menghancurkan kesunyian yang membentang tanpa henti. Hanya gema tanpa suara dari ketidakhadiranmu yang ada melalui kehampaan, pengingat tanpa henti tentang cinta yang tak pernah ada. Jika aku semakin terperosok ke jurang ini, mencari pelipur lara di kedalaman keputusasaan, akankah aku mendapati dirimu menunggu, atau akankah ketidakhadiranmu bergema lebih keras, mencekik napas terakhirku?

Aku telah menelusuri debu tempat jejak kakimu terkikis,  
tapi bumi di bawahku berputar ke dalam ketiadaan, rusak oleh beban yang kau tinggalkan. Jadi di sinilah aku berbaring, di reruntuhan yang kau buat, di bawah tatapan dingin langit, terjerat dalam kesunyian yang kau jalin, di mana waktu berhenti, dan sisa-sisa harapanku memudar ke dalam jurang.

— The End —