Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
Gina Sonya Apr 3
Sedari kecil, aku mendambakan sepasang sayap di belakang punggung.

Ingin aku arungi langit yang melintang dengan bebas. Ingin aku jelajahi awan yang seperti gumpalan kapas. Ingin aku miliki sepasang sayap agar anganku lepas.

Burung-burung yang mengambang melantunkan tawa bahagia. Ketika aku menengadah, pandangan mereka jatuh menimpa iris jelaga. "Kenapa kamu tidak terbang?" kicauan mereka membentuk kalimat tanya.

"Aku ingin, tapi takdir menyuruh aku menapaki tanah," timpalku sedikit berteriak.

Burung-burung tertawa, melingkari kepalaku dengan serangkai gelak. Aku termenung, menatap sayap-sayap yang terbang menjauh.

Andai aku bisa terbang, akan aku susul mereka yang mengambang. Akan aku lintasi awan sampai berlubang. Akan aku imbangi laju mereka tanpa secuil bimbang.

Sayangnya, aku tidak bisa terbang.

Aku cuma bisa menengadah, menatap biru dan biru dan biru yang membentang. Aku pandangi tirai biru sampai warnanya bergeser jadi abu.

Siang yang biru diganti malam yang kelabu. Mirip seperti mimpi-mimpi yang dengan cepat menjadi semu.

Pikirku, sedari dulu mimpiku selalu gagal bertaruh. Mungkin aku terlalu belagu? Terlalu banyak menaruh harap pada hidup?

Aku berusaha maklum, berdamai dengan gagal yang mengikuti aku seperti hantu. Namun, terbang seperti burung adalah satu-satunya mimpi yang tidak mau aku buat luruh.

Aku ingin terbang, menyapa semilir angin yang menerpa wajah. Aku ingin terbang, merangkai kapas di atas awan untuk menutup luka.

Aku ingin terbang. Aku ingin terbang. Aku ingin damai datang ketika tubuhku melayang di udara.

Maka, kepada Tuhan yang tinggalnya jauh di atas semesta, aku mohon dengan amat sangat agar aku bisa terbang.

Aku menaiki undakan, menatap gemerlap kota yang mengimitasi kawanan kunang-kunang. Kedua tangan aku rentangkan, berharap Tuhan menjahit sayap yang kilau gemilang. Aku melompat, menantang kelam yang memenuhi langit malam.

Aku terbang.
Gina Sonya Mar 21
Kepada ia yang anggap suara rakyat gonggongan anjing, aku harap matimu dikoyak anjing.

Kepada ia yang ketuk palu di gedung berisi maling—mengabaikan kami yang mau hidup tanpa takut maling mengambil hak kami—aku harap dosamu tak terampuni.

Kepada ia yang bersenang-senang dalam gelembung—mencemooh kami yang sedang berkabung—aku harap Tuhan beri hukum dan kepalamu digantung.

Tidakkah kamu malu wahai bandit yang nuraninya saru? Tidakkah kamu takut dosa mencabik kamu sepanjang waktu? Tak perlu kutanya pun jawabanmu aku sudah tahu. Sudah pasti hatimu begitu busuk.

Semoga, tubuhmu terkoyak sampai jadi debu. Semoga kepalamu tergantung dan jiwamu membusuk.

Kepada kalian bandit-bandit negeri, aku harap neraka menyambut kalian saat mati nanti.
Semoga pemerintah dzolim mati bersama najis
Gina Sonya Mar 13
Kepingan cerita terkumpul
Seiring waktumu terhimpun
Satu demi satu undakan berlalu
Dan kamu lagi-lagi menemui babak baru

Di balik punggung
Kamu lihat dirimu bertaruh
Berjuang segenap mampu
Untuk mimpi-mimpi di bawah bantalmu
Jalanmu tidak mulus
Si Balada Susah sering kali menyandung langkahmu
Namun kamu menolak jatuh

Sekarang, undakan baru muncul di hadapanmu
Balada baru berdatangan menemui kamu
Namun, aku harap kamu mampu bertarung
Tetap tangguh dan makin tangguhlah dirimu
Semoga, bahagia mengiringi langkahmu
Mengikuti setiap tapak pijakanmu
Aku harap bahagia menemani kamu

Selamat ulang tahun, untuk kamu si pemenang hidup

— The End —