Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
Jun 2019
?
Jam tujuh pagi tadi Ibu mengetuk pintu
Bunyi ketukan itu sampai empat kali terulang
Di ketukan empat setengah,
Pintu terbuka setengah juga
“Ya?”
“Mandi, Mbak.”
“Pingin tidur lagi.”
“Tapi hari ini hari kemenangan.”
Raut wajahnya yang telah menjadi warisanku tak sedikitpun menunjukkan bahwa dia telah memenangkan apapun.
Tidak seperti kebanyakan orang,
Untuknya hari ini bukanlah tentang seberapa kental kolam santan yang menyimbahi santapan-santapan
Bukan juga tentang berpeluk-rindu dengan orang-orang sambil sesekali bertukar kabar
Lelah mengutuk dirinya karena seumur hidup merasa kalah,
Aku tahu bahwa sehari saja ia ingin merasa menang.
Ia sendiri tahu betul saat hari ini berakhir dan tamu berpamit untuk pulang setelah semua habis terkunyah; ia akan kembali merasa kalah.
Menang atas dan untuk apa?
Seribu kata maaf pun ia telan begitu saja tanpa mencerna kata tersebut keluar dari mulut siapa
Tanpa adanya hari kemenangan yang dibanjiri oleh teks bersampul maaf,
Hidupnya memang sudah tentang meminta maaf dan memaafkan
Tak ada pilihan lain.
Hanya saja hari ini sinar sendu wajahnya menunjukkan bahwa akhirnya,
Setidaknya untuk dia,
Harapan pahitnya terhadap ‘maaf dan memaafkan’ akan diselebrasikan;
Dan seperti dirinya, lebih dari sejuta orang akan melakukannya walaupun untuk sehari saja.
Kepada siapa lagi ia harus meminta maaf dan meminta dimaafkan?
Written by
D  21/F/ID
(21/F/ID)   
996
   nabilah
Please log in to view and add comments on poems