Sudah baru-baru ini Aku sepenuhnya tuli Aku tak tahu lagi
Apa kata dedaunan Pada tanah yang terantuk lemas dibawah Atau ceracau yang diteriakkan Bunga keparat Untuk mayat dingin si kumbang.
Bahkan di restoran tua Yang setiap sela kayunya berdarah dingin, Tempat rintihan musik bisumu selalu dialunayunkan Semuanya hanya tertawa hening lalu mati begitu saja.
Dan meskipun duduk menghadapmu Aku masih tak dapat mendengar Suara mengaji jam setengah mati Yang kerap menceritakan Dongeng gelap kita Dari lampau sampai me— La lala la la lala la lala La la la la la lala La la la lalala la la La —Lampaui Pemakaman hati yang mati dipancung Di pekarangan rumah tiap senja gulana
Yah, baru-baru ini aku tuli Bisu lagi, Mampunya cuma mengumpat dalam tulis.
Dan dihadapkan denganmu, Sesekali dalam terkadang Aku anehnya dapat mendengar Serintikan isak tangis yang Sama sekali tidak kita cucurkan
Lalu ini semua salah siapa, Kalau aku baru tuli Lalu kamu sudah bisu? Apa memang ini dosaku? Di palangnya tertulis; Nama: Siapapun yang menangis
Di sela-sela pengakuan dosa Kematian telinga gila Dan kelumpuhan bibir hambar Kita tiba-tiba melongo,
Tuhan tertawa Sabar lagi bahagia, Mengisyaratkan untuk Sudah, ya, Simpul mati saja senyum satu sama lain.