Alangkah indahnya cuaca hari ini Keriuhan hampir memadati isi angkutan kota Burung-burung menari di angkasa Kupu-kupu ikut serta di sana Di pertigaan jalan ada polisi Tiang listrik penuh pamflet bertulisan jasa skripsi Pikiranku terus mengembara Jauh tak tahu ke mana Kata ibu bersabarlah, hari esok akan segera tiba
Dini hari Gelap gulita menyelimuti Mimpi-mimpi yang hampir mati Mungkin akan bangkit kembali Gadis pemerhati ulung sedang memeluk riuh suara kembang api Tak ada yang peduli, selain dirinya sendiri dan nadi yang sedang berdenyut
Segelas susu cokelat panas Selembar roti tawar Ritual pagi sebelum berkabar Embun hingga petang Lara hingga ria Tanggal muda hingga tua Pertanyaan dari Ibu masih sama, bagaimana cuaca hari ini?
Kemarin Hari ini Atau lusa Tubuhku melayang di antara semesta Bersama konstelasi bintang Lalu terhempas di antara Sabana Sekali lagi, aku merayakan kesedihan
Aku tak dapat memperkirakan pukul berapa rintik hujan akan turun hari ini Barangkali kamu masih sanggup menunggu hingga reda Jadi, bagaimana? Masih ingin pergi denganku?
Kuoleskan perona pipi berwarna merah muda di wajahku Agar ketika bertemu denganmu Aku bisa menutupi perasaan tersipu malu Pukul berapa anda datang, tuan? Sekarang sudah pukul delapan lebih lima Aku menunggu dengan rasa yang sama Dan tak lupa bersama puisi milik Joko Pinurbo Aroma ekstrak parfummu menghampiri Dengan setangkai bunga di mimpi
Malam ini Aku kembali Menatap langit yang kian sunyi Bersama rasa yang kian mati Apakah kamu siap? Merayakan cemburu Di bawah bintang Sirius Dengan harap yang semakin pupus