Sepertiga rasa jatuh pada botol kecupan asa mimpi berkelap-kelip berbias cahaya kamu selalu indah, mengikat semesta.
Satu persatu melankolis tertawa mengeja satu puisi jatuhnya pun tiba-tiba seperti cinta, mudah terisi.
Mengelukanmu seperti bidadari menulis berbaris-baris puisi tentang dirimu hingga terhipnotis sampai lupa diri kini rasa sendiri.. hinggap lagi kembali menagih janji.
Ternyata rasa suka itu.. tidak pernah satu paket dengan kata "bersama"
Rasa pun akan mati nantinya aku selalu penasaran mengapa rona pelangi suka mempermainkan pikiran dan hati? di ujung perjumpaan oleh sebab ketiadaan ia menghilangkan jejak ini.
Sudah cukup perjumpaan ini? aku kira kita masih bisa bersama untuk bermimpi
Mungkin sudah waktunya aku kembali lagi berangkat mencari sepotong daging yang terpisah dari jiwa dan anggur-anggur memabukkan jati diri.
Hari ini namamu sembunyi, tapi dia belajar merangkak sendiri setelah aku matikan. Pikirmu aku sudah pergi tanpa sesekali berkunjung lagi. Memang benar ia telah kami asingkan, aku dan pikiranku.
Hari ini namamu sembunyi, sesekali mengintip mengendap melihat dengan kening dinaikkan sedikit, tenang aku sudah pergi. Jangan bersusah membungkukkan badan sepertiga dari tumpukan gorden yang belum disetrika.
Hari ini namamu sembunyi, yang aku matikan hidup lagi dan pulang sendiri tanpa dipaksa pergi.
Dimana, dia yang menyinarkan Dimana, dia yang aku minta menyadarkan Dimana, dia yang ada saat aku memunahkan Dimana, dia yang ku minta di sepertiga malamku sujudkan