Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
this ain't no art, man,
this is just a careless whisper
this is just George Michael
singing in your stereo
this is just your bourgeois-blues
this is merely a bewilderment
this is not the art, you know it,
you ******
you ****
you chronic masturbator
you who dare to write on the internet
dancing with yo papa' shoes
and in yo mama' lingerie
ah, look at yourself, a human miracle
Angel of a foreign Harlem,
you who wasted all away,
speaking in foreign tongues
inside the thighs of a british stripper,
you idiot
you *****.

and when i'm done i'll come for you,
like a ****
like a dog
sniffin' and slidin' in your park
in your ***** trailer park
there with your fat-****-husband
stalkin' yo every move
you *****
you ****
and when i'm done i'll look for you,
simple as that
simple as an Einstein formula
served to you on exotic dishes
by Norma from Twin Peaks,
cars for the missus and furs for the mistress
and when you'll die you'll ****
between all your champagne wishes
and it'll be ******* ridiculous.

But that's life, babe.
Get down on thursday,
drains you in May.
You *****.

so be-my-babe
i say be-my-babe
in black and white
like the Ramones
or the Ronettes or
the Rolling Stone
- i still want to know
how your insides look like,
- i still want to save
your capitalist nature
in my mother's fridge,
- i still want to fly
high on a jet plane with you,
alone,
with or without needs,
crashing on our bridge.

I love you-
love me!

I put my gun in your hands.
I push it. I shovel it.
My bones are broken
bound by all the words
i never dared to say
- and here, my love, right here,
i put IT in my mouth,
i feel the cold steel in my tongue,
-- how much blood from
such a tiny hole, Lizaveta!--
and this, and so much more.

but please, i say please,
would you feed me?
would you need me?
i'm a little angel drowning in candies
who's eating his heart out and ******* his candy
ah, would you say this? Would you?
Just because it ain't cool?


Well if i'm not cool i'll drive my kite all night
and take my lunchbox and
shoot Panama down and
shoot Mexico down and
shoot a *** smoker down
and shoot a crack dealer down
and shoot a beer dealer down and
shoot Mexico down
shoot Osaka down
Kabrula kaysay Brula Amal
amala senda Kumahn Brendhaa!
Kabrula kaysay Brula Amal
amala senda Kumahn Brendhaa!
my love will gun down all your school
Look at me - i say, look at me!
Kabrula kaysay Brula Amal
amala senda Kumahn Brendhaa!
Kabrula kaysay Brula Amal
amala senda Kumahn Brendhaa!

and don't you forget to say my name,
as i'll

****

YOUR

SKULL
100$ special but no blacks
Noandy Jan 2016
Hotel Saudade*
Sebuah cerita pendek*

“Ceritakan padaku,”
Aku yakin semua orang pernah mendengar perintah, atau permintaan itu; diikuti dengan waktu senyap dan getir setelah diminta untuk bercerita dan mencoba menata tutur sedemikian rupa. Menata tutur untuk menyanyikan, dan menuliskan (jika dalam surat,)  pengalaman, senda gurau, romansa, kehilangan,
Rindu, yang entah bagaimana caranya,
Sepi.

Beberapa mengakui bahwa setelah bercerita, mencurahkan isi hati, mereka merasa lega seolah ada beban yang terangkat. Tapi, cerita tidak hanya dapat diutarakan hanya dalam bentuk sepatah kata, sepanjang tangis, pun dalam tawa. Pada sebuah perjalananku (pertamakalinya aku berpergian sendiri, menggantikan ayahku untuk merancang dan menggambar iklan salah satu perusahaan kenalannya.) Aku bertemu seseorang yang memutarbalikkan pandanganku mengenai cerita pengalaman pribadi.
Aku tak tahu siapa dirinya,
Aku belum tahu siapa dirinya—
Namun pria ini mengaku bahwa ia tak memiliki cerita,
Cerita apapun.

Inilah cerita yang kupunya untukmu, cerita yang aneh,
Bukan aneh dalam artian mengerikan.
Malam itu kereta sampai terlalu larut, dan niatanku untuk mencari penginapan yang lebih dekat dengan pusat kota telah lenyap; aku sudah lelah. Sebenarnya aku dapat datang besok, tapi aku memilih untuk datang 2 hari lebih awal dari hari yang dijanjikan agar dapat bersantai.

Aku menjinjing tasku keluar stasiun dan membenarkan topiku, melihat kanan dan kiri dengan was-was sebelum bertanya pada orang-orang sekitar apakah ada penginapan di sekitar sini. Kau tahu betapa canggungnya aku bila bertanya ini dan itu, aku tak biasa berpergian sendiri! Namun karena keadaan mendesak, ya beginilah jadinya. Aku mendapat rujukan bahwa dengan berjalan kaki (sedikit jauh, tapi tak sejauh bila harus menjelajah malam atau menjadi angkutan untuk ke pusat kota) aku dapat sampai ke sebuah penginapan yang namanya terlalu puitis—Hujung Malam.
Apa maksudnya? Penghujung malam?
Apalah yang ada dalam sebuah nama, yang penting aku dapat tidur tenang malam ini, dan berganti penginapan keesokan harinya!

Dinginnya malam kala itu membuat mantel dan bajuku yang berlapis mejadi tidak berguna. Aku sedikit berlari melintasi trotoar yang digenangi beberapa kubangan air kecil, terlihat bak emas disinari pantulan lampu jalan. Sesekali menggosok lensa kacamata bulatku dengan sarung tangan hitam yang kukenakan. Ranting-ranting gemeretak, seolah merasakan juga dingin yang menusuk tulang. Setibanya di sana, aku tidak menyangka bahwa bangunan penginapan satu lantai ini terlihat lebih tua (tapi sangat terawat) dan lebih besar dari kelihatannya. Aku diantar ke kamarku yang terletak pada lorong yang tepat mengelilingi sebuah taman besar.

Setelah mempersilahkan keluar pegawai penginapan yang terlalu ramah bagiku, aku membuka pintu dan memperhatikan keadaan taman kala malam; didepan tiap kamar diletakkan dua buah kursi dan meja kecil. Sebuah pohon besar berdiri gagah di sudut taman, pada bagian tengahnya terdapat air mancur yang dikelilingi patung-patung pualam kecil; malaikat, anak-anak, dan bidadari tak berhati.

Aku mulai memperhatikan keadaan sekitar (yang tak biasanya kulakukan) dan barulah aku menyadari bahwa aku tidak sendirian.
Tidak, tak ada hantu.

Hanya ada sayup-sayup suara harmonika tak sumbang, yang dimainkan dengan tepat dan sedih pada pedihnya malam dingin.
Aku tahu lagu ini,
Greensleeves.
Lagu zaman Tudor itu, lagu orang-orang yang ditinggalkan.

Aku menoleh seolah digiring oleh angin yang baru saja berhembus, beberapa kamar kosong (kupikir itu kamar kosong, lampunya dindingnya tak menyala) duduk seorang pria berambut panjang, digelung rapi ke belakang, hanya mengenakan kemeja dan rompinya.

Ia ramping, namun pakaiannya tidak lebih besar dari tubuhnya dan justru terpasang pas pada tubuhnya. Rambut bagian depannya yang panjang dan tak ikut terikat rapi ke belakang berjatuhan, membingkai tulang pipinya yang terlihat jelas. Pria itu sibuk dengan alat musiknya dan memejamkan matanya tanpa menyadari kehadiranku. Aku juga sibuk, sibuk memperhatikannya bermain dan mengingat bagaimana Greensleeves selalu menyayat hatiku. Ini kali pertamanya aku mendengar lagu itu dimainkan pada harmonika.

Setelah ia menyelesaikan musiknya, aku menyapa dari kejauhan sambil memegangi gagang pintu kamarku,
“Greensleeves?”
Ia hanya menatap ke depan tanpa menoleh atau menjawab, duduk di kursi depan kamarnya dengan kaki kanan disila pada lutut kaki kirinya. Aku hanya dapat melihat hidungnya yang mancung dan matanya yang dibayangi gelap, ia terlihat cantik, dan sepi. Setelah menunggu sedikit lama dan masih tetap diabaikan, aku menghangatkan diriku di kamar. Aku akan berpindah penginapan besok siang.

Ternyata esok berkata lain.
Aku membuka pintu kamarku untuk sarapan dan mendapatinya lagi di tempatyang sama, seolah ia tidak beranjak semalam suntuk.
“Selamat pagi,” sapaku canggung.
“Kau selalu di sini?”
Ia tidak menjawab, hanya menatapku, dan saat itulah aku melihat matanya yang tidak lebih redup dari matahari senja di laut kala mendung.

Ia tidak menjawab, dan aku malah menggeret kursi dari depan salah satu kamar kosong untuk kutempatkan disebelahnya. Kami duduk bersebelahan dalam diam, hanya ditemani rintik hujan yang tak hentinya menghujat; ia mulai memainkan harmonikanya.

Aku beranjak untuk sarapan, dan memperpanjang masa sewa kamarku sampai beberapa hari ke depan.

Setelah aku kembali, ia masih tetap duduk disana, benar-benar tak berpindah dan terus memainkan harmonikanya. Aku tak dapat memperhatikannya lebih lama, aku harus beristirahat dan bersiap-siap untuk besok.

Hari berikutnya tidak banyak yang berubah, pagi masih tetap dirundung hujan dan pria itu masih duduk termenung menghadap taman. Aku bergegas untuk sarapan sebelum pergi ke kota dan menyempatkan diri untuk bertanya mengenai pria yang tak beranjak dari tempatnya. Ada yang bilang bahwa ia dulunya buronan, teman pemilik penginapan yang lalu diberi tempat tinggal disini. Yang lainnya mengatakan bahwa ia dahulu pelancong yang akhirnya memutuskan untuk tinggal dalam penginapan setelah diberi kamar oleh bapak pemilik penginapan yang terkesima olehnya.

Sepulang dari kota aku mengeringkan payungku yang basah kuyub dan mantel yang bagian depannya basah karena terkena air dari kereta kuda yang mendadak lewat didepanku. Bagian bawah gaunku penuh lumpur, dan aku tak tahu apa jadinya sepatuku ini. Aku tak ambil pusing dan kembali keluar kamar untuk sekali lagi mencari tahu tentangnya.
Entahlah, ada hal yang membuatku merasa tertarik. Mungkin karena lagu Tudor itu, mungkin karena ia sama sekali tidak berbicara dan beranjak dari kursi kecil itu. Hanya sesekali melepas ikatan rambutnya, dan membuka jam kantungnya.

Aku sekali lagi menduduki kursi yang kuletakkan di sebelahnya, dan langsung melontarkan pernyataan dan pertanyaan,
“Mereka bilang kau dulunya buronan,” ia terus memandangi jam kantungnya,
“Kenapa kau selalu duduk di kursi ini?”
Aku kira ia takkan menjawabnya, namun malah sebaliknya.
“Memangnya kau tahu kalau aku selalu di sini?”
“Karena aku selalu melihatmu di sini.”
“Itu hanya sebagian bukan keseluruhan.” Ia mengangkat bahunya. “Karena kau selalu melihatku duduk memandangi taman bukan berarti aku selalu melakukannya.”

Aku mengintip jam kantung yang di genggamannya, belum ia tutup. Jarum detiknya tak berjalan, begitu juga jarum panjang dan pendeknya. Namun derasnya hujan dan gema suaranya membuat kesan bahwa jam itu terus berjalan mengejar rindu. Ia mengutak-atik sedikit jamnya, dan jam itu mengeluarkan suara kotak musik. Tapi ini bukan jam kantung dengan kotak musik yang biasa kita lihat, jarum jamnya berputar secara terbalik.

“Boleh aku tahu siapa namamu?” aku mencoba mengajaknya berkenalan.
“Aku membuatmu teringat akan apa?”
“Apa? Entahlah.”
“Bukannya kau berlagak seolah mengenalku? Mengatakan aku selalu di sini.”
“Kau mengingatkanku pada senja di laut saat mendung.”
“Kalau begitu, namaku Laut. Aku selalu di sini seperti laut, kan? Ia tidak berpindah dari tempatnya.”

Percakapan kami terhenti di situ karena hujan makin deras dan aku harus kembali ke kamar untuk menyegerakan gambarku. Aku tidak ke kota lagi esok hari, dan menghabiskan waktu menggambar iklan itu di kursi kecil yang menghadap taman tanpa sepatah katapun, disamping orang yang mengakui dirinya sebagai Laut dan dibawah lindung hujan deras. Kami tidak berbicara pun berbincang, tapi aku menikmati kesepiannya seolah ada rindu yang belum dilunasi.
Tapi entah mengapa aku justru memulai pembicaraan,

“Ada yang bilang kau pelancong, apa kau mau bercerita sudah pergi ke mana saja?”
“Kau jarang berpergian?”
“Sangat.”
“Kau jarang berpergian, dan aku tak punya cerita.”
“Tak punya cerita?”
“Tak ada yang menarik untuk diceritakan. Tak akan ada yang merasakan sebuah cerita seperti penuturnya.”
Aku menyelesaikan gambarku, dan bersiap untuk menyetorkannya keesokan harinya.

Sore hari setelah aku kembali ke penginapan dengan keadaan yang sama, basah, terguyur hujan. Senja dalam hujan kembali ku habiskan bersamanya tanpa sepatah kata dan ia kembali memainkan nada-nada pada harmonikanya. Lagu yang sama dengan yang diputar oleh jam kantungnya. Lagu soal sunyinya malam ditengah laut, menunggu rintik dan bulan yang tak kunjung datang.

“Lagu apa itu? Sama seperti di jam yang kemarin.”
“Pesan Malam.”
“Aku belum pernah mendengarnya.”
“Aku yang membuatnya, wajar kau tidak tahu.”
“Sayang lagunya pendek, lagu yang indah.”
Ia hanya mengangguk,
“Aku akan pulang besok. Terima kasih telah menemaniku disini.”
Ia tak menjawab, dan terus memainkan harmonikanya tanpa menoleh. Seperti suara rintik hujan yang tak tentu, bingung akan apa yang ia tangisi, pria disebelahku tak memiliki cerita, tak bisa bercerita. Namun ia dapat berkisah, kisahnya tertuang pada lantunan nada dan lagu-lagu yang ia mainkan. Aku memejamkan mata, mendengarnya fasih menyihir suara menjadi sebuah fabel dan parabel, berharap dapat menyisihkan kisah-kisah yang tak diutarakan secara tersurat dan harfiah.

Aku undur diri untuk tidur lebih awal, dan menulis sebuah pesan dalam secarik kertas; lagunya mengingatkanku akan bagaimana caranya mengingat dan rindu. Aku harus pulang, tapi entah mengapa aku ingin kembali ke sini.

Dalam hening tidur malamku, ada sebuah lagu yang berulangkali dimainkan tanpa henti. Lagu di penghujung malam, lagu sunyi laut. Aku terbangun, dan dentingnya masih berputar dalam kepalaku.
Sayangnya aku harus kembali sebelum jam 12 esok hari, dan ketika terbangun, aku sayup-sayup sadar akan ketukan halus di pintu kamarku. Aku membukanya setelah memakai mantel, dan memejamkan mata pada keadaan yang sama sambil meluruskan gaun malamku. Hujan masih rintik, malam masih gelap, lampu-lampu menyala beberapa saja, dan hanyalah satu perbedaan; pria itu tak duduk pada kursi kecilnya.

Aku kembali masuk, linglung. Siapa yang tadi mengetuk pintu kamarku? Tanganku meraba gagang pintunya yang sudah menghitam dan saat itulah aku melihat sebuah jam kantung tergantung lesu pada lampu dinding didepan kamarku. Jam kantung yang selalu ia lihat, yang jarum jamnya berputar terbalik.

Tidurku tak kulanjutkan. Aku mengutak-atiknya sesperti yang ia lakukan tadi, dan menyadari bahwa bukan hanya ada satu lagu di situ, namun beberapa lagu pendek. Tiap lagu memiliki suasanya dan warna nada yang berbeda, membangkitkan berbagai macam bentuk ingatan dan kisah-kisah yang dapat kita bayangkan sendiri tanpa dipacu cerita dari siapapun. Hanya sebuah lagu, dan seuntai suasana.

Aku tak dapat terlelap lagi setelahnya. Aku membereskan barang-barangku dan beranjak untuk meninggalkan penginapan. Aku ingin berpamitan padanya dahulu, mengembalikan jam kantungnya, dan berterimakasih atas kisah-kisah yang ia ceritakan secara tersirat dalam senandung sepi. Tapi ia tak di sana, tidak pada kursi kecilnya. Tidak dengan harmonikanya, tidak menatap taman. Ia tak ada dimanapun untuk saat ini, dan aku mengitari taman serta koridor untuk mencari tanda-tanda kehadirannya untuk hasil yang nihil.

Ketika aku menuju serambi depan penginapan barulah aku melihatnya lagi, di ujung koridor, menatap kosong kearahku lalu tersenyum simpul. Senyum yang tak lama langsung sirna. Ia dibalut jas yang biasanya hanya ia selampirkan di kursi kecil dan ia mengurai rambutnya. Aku menyematkan secarik kertas kecil pada telapak tangan kiri beserta jam kantungnya, namun ia enggan menerima jam kantung yang kukembalikan.
“Simpan, dan jaga baik-baik.”
“Aku akan kembali.”
“Kembali kemana?”
“Ke tempat ini.”
“Untuk apa?”
“Bertemu denganmu. Lagi.”
“Bagaiamana kalau aku sudah pergi?”
“Aku akan tetap datang kesini.”
“Terserahmu.”
Ia meninggalkanku dalam remang-remang lorong kosong, sambil menggumam setelah melihat tulisan kecil di kertas yang kuberikan.
“Aku tidak paham puisi.”

Aku tak menoleh ke belakang saat ia berjalan melewatiku; yang kutahu, saat aku membalikkan badan untuk melihat apakah ia duduk di kursi kecil yang sama atau tidak, ia sudah tak ada, dimanapun. Bahkan tak ada suara pintu dibuka yang menandakan apabila ia memasuki kamarnya. Tidak ada lampu dinding didepan kamar yang menyala, hanya aku dan sunyi. Aku, sunyi, dan jam kantung yang putarannya terbalik mengindikasikan kisah masa lampau.
Sebagaimana ia memberi pesan di malam hari, aku mengirimkan secarik surat dalam bentuk sajak;

Untuk pesan malammu,
Yang tiap barisnya menari
Perih dalam benak,
Biarkan tanyaku dirundung rindu
Dan menjadi alasan
Untuk tertawa pada angan yang terlalu luluh
Mereka berhantu,
Dan akan kembali—
Sebagai sesayat serpih
Untuk melabuhkan kisah yang lain
Dalam seuntai surat malam

Memang tidak ada perlunya aku kembali, sayangnya lagu itu berputar-putar terus di kepalaku. Seolah nada-nadanya nyata mengirimkan pesan dan kisah yang berubah pada tiap bunyinya; fana, hanya dalam benak.

Mungkin cerita memang tidak selalu harus diutarakan secara tersurat begitu saja; akan banyak emosi yang terkikis habis, tidak tersalur secara utuh dalam penyampaiannya. Kisah yang disampaikan akan mati. Namun dalam lagu-lagu yang ia pahat abadi dalam jam itu, dan yang ia lantunkan dengan alat musiknya, ia menggiring hati yang tersesat dalam imaji untuk menguraikan kisah-kisah sendiri berdasarkan benak serta pedih. Dan tiap lembaran kisah itu,
Mereka membara,
Dalam kasih dan hidup yang belum pernah kita jalani,
Bahkan sekalipun.

Aku akan kembali, setelah membawa kidung-kidungnya pulang bersamaku. Bukan kembali pulang, namun kembali menemuinya di kemudian hari. Aku yakin, percaya, ia akan tetap disana—Menatap taman dan hujan. Entah bermimpi, entah bercerita dalam asa. Karena ia seperti laut, yang selalu disana dalam gelagap rindu, selalu ada dalam dahaga dan dan sejuknya malam. Juga seperti hujan, yang datang kala sepi dan tak kunjung pulang jua. Menemani dengan gesit suaranya, dalam tiap rintih fana.

Aku akan kembali,
Dan ia akan ada di sana.
Hay dulzura infantil
En la mañana quieta.
Los árboles extienden
Sus brazos a la tierra.
Un vaho tembloroso
Cubre las sementeras,
Y las arañas tienden
Sus caminos de seda
-Rayas al cristal limpio
Del aire-.
                    En la alameda
Un manantial recita
Su canto entre las hierbas
Y el caracol, pacífico
Burgués de la vereda,
Ignorado y humilde,
El paisaje contempla.
La divina quietud
De la naturaleza
Le dio valor y fe,
Y olvidando las penas
De su hogar, deseó
Ver el fin de [la] senda.
Echó andar e internóse
En un bosque de yedras
Y de ortigas. En medio
Había dos ranas viejas
Que tomaban el sol,
Aburridas y enfermas.
Esos cantos modernos,
Murmuraba una de ellas,
Son inútiles. Todos,
Amiga, le contesta
La otra rana, que estaba
Herida y casi ciega:
Cuando joven creía
Que si al fin Dios oyera
Nuestro canto, tendría
Compasión. Y mi ciencia,
Pues ya he vivido mucho,
Hace que no la crea.
Yo ya no canto más...
Las dos ranas se quejan
Pidiendo una limosna
A una ranita nueva
Que pasa presumida
Apartando las hierbas.
Ante el bosque sombrío
El caracol, se aterra.
Quiere gritar. No puede,
Las ranas se le acercan.
¿Es una mariposa?,
Dice la casi ciega.
Tiene dos cuernecitos,
La otra rana contesta.
Es el caracol. ¿Vienes,
Caracol, de otras tierras?
Vengo de mi casa y quiero
Volverme muy pronto a ella.
Es un bicho muy cobarde,
Exclama la rana ciega.
¿No cantas nunca? No canto,
Dice el caracol. ¿Ni rezas?
Tampoco: nunca aprendí.
¿Ni crees en la vida eterna?
¿Qué es eso?
                            Pues vivir siempre
En el agua más serena,
Junto a una tierra florida
Que a un rico manjar sustenta.
Cuando niño a mí me dijo
Un día mi pobre abuela
Que al morirme yo me iría
Sobre las hojas más tiernas
De los árboles más altos.
Una hereje era tu abuela.
La verdad te la decimos
Nosotras. Creerás en ella,
Dicen las ranas furiosas.
¿Por qué quise ver la senda?
Gime el caracol. Sí, creo
Por siempre en la vida eterna
Que predicáis...
                                Las ranas,
Muy pensativas, se alejan,
Y el caracol, asustado,
Se va perdiendo en la selva.
Las dos ranas mendigas
Como esfinges se quedan.
Una de ellas pregunta:
¿Crees tú en la vida eterna?
Yo no, dice muy triste
La rana herida y ciega.
¿Por qué hemos dicho entonces
Al caracol que crea?
¿Por qué?... No sé por qué,
Dice la rana ciega.
Me lleno de emoción
Al sentir la firmeza
Con que llaman mis hijos
A Dios desde la acequia...
El pobre caracol
Vuelve atrás. Ya en la senda
Un silencio ondulado
Mana de la alameda.
Con un grupo de hormigas
Encarnadas se encuentra.
Van muy alborotadas,
Arrastrando tras ellas
A otra hormiga que tiene
Tronchadas las antenas.
El caracol exclama:
Hormiguitas, paciencia.
¿Por qué así maltratáis
A vuestra compañera?
Contadme lo que ha hecho.
Yo juzgaré en conciencia.
Cuéntalo tú, hormiguita.
La hormiga medio muerta
Dice muy tristemente:
Yo he visto las estrellas.
¿Qué son estrellas? -dicen
Las hormigas inquietas.
Y el caracol pregunta
Pensativo: ¿estrellas?
Sí, repite la hormiga,
He visto las estrellas.
Subí al árbol más alto
Que tiene la alameda
Y vi miles de ojos
Dentro de mis tinieblas.
El caracol pregunta:
¿Pero qué son estrellas?
Son luces que llevamos
Sobre nuestra cabeza.
Nosotras no las vemos,
Las hormigas comentan.
Y el caracol, mi vista
Sólo alcanza a las hierbas.
  Las hormigas exclaman
Moviendo sus antenas:
Te mataremos, eres
Perezosa y perversa,
El trabajo es tu ley.
Yo he visto a las estrellas,
Dice la hormiga herida.
Y el caracol sentencia:
Dejadla que se vaya,
Seguid vuestras faenas.
Es fácil que muy pronto
Ya rendida se muera.
Por el aire dulzón
Ha cruzado una abeja.
La hormiga agonizando
Huele la tarde inmensa
Y dice, es la que viene
A llevarme a una estrella.
Las demás hormiguitas
Huyen al verla muerta.
El caracol suspira
Y aturdido se aleja
Lleno de confusión
Por lo eterno. La senda
No tiene fin, exclama.
Acaso a las estrellas
Se llegue por aquí.
Pero mi gran torpeza
Me impedirá llegar.
No hay que pensar en ellas.
Todo estaba brumoso
De sol débil y niebla.
Campanarios lejanos
Llaman gente a la iglesia.
Y el caracol, pacífico
Burgués de la vereda,
Aturdido e inquieto
El paisaje contempla.
Sketcher Nov 2018
Although the world is ****** and I'd rather leave than stay,
There are many things I'm thankful for on this fine holiday,
Today I'll talk about people and things,
That make life a little more worth living,
These people and things remove all the stings,
Of pain I'm taking daily and giving,
A little more will make a bigger change,
Time for my attitude to rearrange,
Temporarily so I can say nice stuff,
Time to begin, that intro was enough,

I'm thankful for Skyrim through Arena,
I'm thankful for my mother Kristina,
I'm thankful for Toontown and its trolley,
I'm thankful for my lil' sister Zoe,
I'm thankful for all the love that one stole,
Cause now she will have a small part of me,
I'm thankful for my step-father Joel,
I'm thankful for TV shows and movies,
I'm thankful for this superb holiday,
So I can easily spread all my thanks,
I'm thankful for little tiny JJ,
And sometimes all of his crazy high jinks,
I'm thankful for pouring out whiskey, gin,
And other alcoholic beverages,
I'm thankful for the removal of sin,
And Jesus deciding what leverage is,
I'm thankful for my ancestors kin,
I'm thankful for my sister Adalyn,
I'm thankful for peoples divinity,
I'm thankful for my sister Trinity,
I'm thankful for Japan, chopsticks, and tea,
I'm thankful for the greatest homeboy D,
I'm thankful for big meals, good food, and feasts,
I'm thankful for my ex-girlfriend Tranyce,
I'm thankful for firsts, I'll punch you, sue me,
I'm thankful for the very tall Tui,
I'm thankful for rain and windy weather,
I'm thankful for the beautiful Heather,
I'm thankful for her brother named Erick,
And her other brother that is name Ray,
Their whole **** family is quite hysteric,
But hanging with them will brighten my day,
Thankful for the culminating project,
And the fact that I'm done cause they waived this,
I'm thankful for Smash Bros., I'm never rekt,
I'm thankful for wise ol' Mr. Davis,
I'm thankful for teacher Mr. Thompson,
Judo Sensei that knows how to whomp em',
I'm thankful for the roof over my head,
I'm thankful for my blankets and my bed,
I'm thankful for good brownies and hot rolls,
I'm thankful for my cool father Michael,
I'm thankful for past presidents life Ronald Reagan,
I'm thankful for my aunt on my moms side name Megan,
I'm thankful for the police that jail *****,
I'm thankful for my buff uncle Damick,
I'm thankful for lists made of pros and con,
I'm thankful for my other uncle Jon,
I'm thankful for pirate ships matey,
I'm thankful for my old grandpa Tracy,
I'm thankful for envelops that senda,
Letter and money from my grandma Brenda,
I'm thankful for Disney, Belle to Moana,
I'm thankful for my good friend Adriana,
I'm thankful for known facts and secrets, do tell
I'm thankful for a good friend named Miguel,
All these friends are such nice and kind fellas,
I'm thankful for a good friend named Ella,
I'm thankful for cats and their perfect pur,
I'm thankful for our late cat named Ginger,
I'm thankful for good smells and their freshness,
I'm thankful for our current cat precious,
I'm thankful for American and foreign dollah's,
I'm thankful for a black slug that we have named Nala,
I am thankful for Demetri's family,
Will, Dylan, Erick, and sleepy time tea,
Sometimes Nicole has me over for DnD,
I'm thankful for the oxygen coming from the trees,
I'm thankful for hope and the act of wishing,
I'm thankful for the oldest son Christina,
I'm thankful for music, rap, rock, and grunge,
I'm thankful for breakfast, dinner, and lunch,
I'm thankful for all family and friends,
I'm thankful for forgiveness and amends,
I'm thankful for X and the dead Lil Peep,
I'm thankful for the awake and asleep,
I'm thankful for skittles and good candy,
And Eminem, Marshall Mathers, dandy,
I'm thankful for swervers and people that stay in their own lane,
I'm thankful for Nirvana and specifically Kurt Cobain,
I'm thankful for drawing, painting, grass, and moss,
I'm thankful for the best painter, Bob Ross,
I'm thankful for Karate and Thai Chi,
Judo, Jeet-Kun-Do, and of course, Bruce Lee,
I'm thankful for drinks and fun house parties,
I'm thankful for squirm words like, "Farties",
I'm thankful for heavy metal and silence,
I'm thankful for Altoids, bubblegum, and mints,
I'm thankful for manga, comics, and novels,
Anime, and problems that are solvable,
I'm thankful for the nice clothes on my back,
I'm thankful for a great actor, Jack Black,
I'm thankful for watching the poem just go,
I'm thankful for Panic! at the disco,
I'm thankful for the singing and the dance,
I'm thankful for My Chemical Romance,
I'm thankful for all the lord of the rings,
I'm thankful for the books by Stephen King,
I'm thankful for the high highs and low lows,
I'm thankful for the greatest Burnham, Bo,
I'm thankful for zoos and the skilled handlers,
I'm thankful for the great Adam *******,
I'm thankful for the truthful and liars,
I'm thankful for great Robin Doubtfire,

I'm thankful for that feeling that's serene,
When you're chest to chest with one that will lean,
Towards you at any given moment,
And will give you love and their condolence,
And then they flee to somewhere else,
And you end up being someone else,
And they end up seeing someone else,
So your heart just gives up and melts,
But whatever feeling I'm feeling,
If I am feeling then I'm grateful,
Emotions must be constantly reeling in,
So I don't get lost in the dull sense of numb.
Thank You
A thanksgiving poem.
¿Qué es esto? ¡Prodigio! Mis manos florecen.
Rosas, rosas, rosas a mis dedos crecen.
Mi amante besóme las manos, y en ellas,
¡Oh gracia! brotaron rosas como estrellas.

Y voy por la senda voceando el encanto
Y de dicha alterno sonrisa con llanto
Y bajo el milagro de mi encantamiento
Se aroman de rosas las alas del viento.

Y murmura al verme la gente que pasa:
-«¿No veis que está loca? Tornadla a su casa.
¡Dice que en las manos le han nacido rosas
Y las va agitando como mariposas!»

¡Ah, pobre la gente que nunca comprende
Un milagro de éstos y que sólo entiende,
Que no nacen rosas más que en los rosales
Y que no hay más trigo que el de los trigales!

Que requiere líneas y color y forma,
Y que sólo admite realidad por norma.
Que cuando uno dice: -«Voy con la dulzura»,
De inmediato buscan a la criatura.

Que me digan loca, que en celda me encierren,
Que con siete llaves la puerta me cierren,
Que junto a la puerta pongan un lebrel,
Carcelero rudo, carcelero fiel.

Cantaré lo mismo: -«Mis manos florecen.
Rosas, rosas, rosas a mis dedos crecen».
¡Y toda mi celda tendrá la fragancia
De un inmenso ramo de rosas de Francia!
Oídos con el alma,
pasos mentales más que sombras,
sombras del pensamiento más que pasos,
por el camino de ecos
que la memoria inventa y borra:
sin caminar caminan
sobre este ahora, puente
tendido entre una letra y otra.
Como llovizna sobre brasas
dentro de mí los pasos pasan
hacia lugares que se vuelven aire.
Nombres: en una pausa
desaparecen, entre dos palabras.
El sol camina sobre los escombros
de lo que digo, el sol arrasa los parajes
confusamente apenas
amaneciendo en esta página,
el sol abre mi frente,
                                        balcón al voladero
dentro de mí.

                            Me alejo de mí mismo,
sigo los titubeos de esta frase,
senda de piedras y de cabras.
Relumbran las palabras en la sombra.
Y la negra marea de las sílabas
cubre el papel y entierra
sus raíces de tinta
en el subsuelo del lenguaje.
Desde mi frente salgo a un mediodía
del tamaño del tiempo.
El asalto de siglos del baniano
contra la vertical paciencia de la tapia
es menos largo que esta momentánea
bifurcación del pesamiento
entre lo presentido y lo sentido.
Ni allá ni aquí: por esa linde
de duda, transitada
sólo por espejeos y vislumbres,
donde el lenguaje se desdice,
voy al encuentro de mí mismo.
La hora es bola de cristal.
Entro en un patio abandonado:
aparición de un fresno.
Verdes exclamaciones
del viento entre las ramas.
Del otro lado está el vacío.
Patio inconcluso, amenazado
por la escritura y sus incertidumbres.
Ando entre las imágenes de un ojo
desmemoriado. Soy una de sus imágenes.
El fresno, sinuosa llama líquida,
es un rumor que se levanta
hasta volverse torre hablante.
Jardín ya matorral: su fiebre inventa bichos
que luego copian las mitologías.
Adobes, cal y tiempo:
entre ser y no ser los pardos muros.
Infinitesimales prodigios en sus grietas:
el hongo duende, vegetal Mitrídates,
la lagartija y sus exhalaciones.
Estoy dentro del ojo: el pozo
donde desde el principio un niño
está cayendo, el pozo donde cuento
lo que tardo en caer desde el principio,
el pozo de la cuenta de mi cuento
por donde sube el agua y baja
mi sombra.

                        El patio, el muro, el fresno, el pozo
en una claridad en forma de laguna
se desvanecen. Crece en sus orillas
una vegetación de transparencias.
Rima feliz de montes y edificios,
se desdobla el paisaje en el abstracto
espejo de la arquitectura.
Apenas dibujada,
suerte de coma horizontal (-)
entre el cielo y la tierra,
una piragua solitaria.
Las olas hablan nahua.
Cruza un signo volante las alturas.
Tal vez es una fecha, conjunción de destinos:
el haz de cañas, prefiguración del brasero.
El pedernal, la cruz, esas llaves de sangre
¿alguna vez abrieron las puertas de la muerte?
La luz poniente se demora,
alza sobre la alfombra simétricos incendios,
vuelve llama quimérica
este volumen lacre que hojeo
(estampas: los volcanes, los cúes y, tendido,
manto de plumas sobre el agua,
Tenochtitlán todo empapado en sangre).
Los libros del estante son ya brasas
que el sol atiza con sus manos rojas.
Se rebela el lápiz a seguir el dictado.
En la escritura que la nombra
se eclipsa la laguna.
Doblo la hoja. Cuchicheos:
me espían entre los follajes
de las letras.

                          Un charco es mi memoria.
Lodoso espejo: ¿dónde estuve?
Sin piedad y sin cólera mis ojos
me miran a los ojos
desde las aguas turbias de ese charco
que convocan ahora mis palabras.
No veo con los ojos: las palabras
son mis ojos. vivimos entre nombres;
lo que no tiene nombre todavía
no existe: Adán de lodo,
No un muñeco de barro, una metáfora.
Ver al mundo es deletrearlo.
Espejo de palabras: ¿dónde estuve?
Mis palabras me miran desde el charco
de mi memoria. Brillan,
entre enramadas de reflejos,
nubes varadas y burbujas,
sobre un fondo del ocre al brasilado,
las sílabas de agua.
Ondulación de sombras, visos, ecos,
no escritura de signos: de rumores.
Mis ojos tienen sed. El charco es senequista:
el agua, aunque potable, no se bebe: se lee.
Al sol del altiplano se evaporan los charcos.
Queda un polvo desleal
y unos cuantos vestigios intestados.
¿Dónde estuve?

                                  Yo estoy en donde estuve:
entre los muros indecisos
del mismo patio de palabras.
Abderramán, Pompeyo, Xicoténcatl,
batallas en el Oxus o en la barda
con Ernesto y Guillermo. La mil hojas,
verdinegra escultura del murmullo,
jaula del sol y la centella
breve del chupamirto: la higuera primordial,
capilla vegetal de rituales
polimorfos, diversos y perversos.
Revelaciones y abominaciones:
el cuerpo y sus lenguajes
entretejidos, nudo de fantasmas
palpados por el pensamiento
y por el tacto disipados,
argolla de la sangre, idea fija
en mi frente clavada.
El deseo es señor de espectros,
somos enredaderas de aire
en árboles de viento,
manto de llamas inventado
y devorado por la llama.
La hendedura del tronco:
****, sello, pasaje serpentino
cerrado al sol y a mis miradas,
abierto a las hormigas.

La hendedura fue pórtico
del más allá de lo mirado y lo pensado:
allá dentro son verdes las mareas,
la sangre es verde, el fuego verde,
entre las yerbas negras arden estrellas verdes:
es la música verde de los élitros
en la prístina noche de la higuera;
-allá dentro son ojos las yemas de los dedos,
el tacto mira, palpan las miradas,
los ojos oyen los olores;
-allá dentro es afuera,
es todas partes y ninguna parte,
las cosas son las mismas y son otras,
encarcelado en un icosaedro
hay un insecto tejedor de música
y hay otro insecto que desteje
los silogismos que la araña teje
colgada de los hilos de la luna;
-allá dentro el espacio
en una mano abierta y una frente
que no piensa ideas sino formas
que respiran, caminan, hablan, cambian
y silenciosamente se evaporan;
-allá dentro, país de entretejidos ecos,
se despeña la luz, lenta cascada,
entre los labios de las grietas:
la luz es agua, el agua tiempo diáfano
donde los ojos lavan sus imágenes;
-allá dentro los cables del deseo
fingen eternidades de un segundo
que la mental corriente eléctrica
enciende, apaga, enciende,
resurrecciones llameantes
del alfabeto calcinado;
-no hay escuela allá dentro,
siempre es el mismo día, la misma noche siempre,
no han inventado el tiempo todavía,
no ha envejecido el sol,
esta nieve es idéntica a la yerba,
siempre y nunca es lo mismo,
nunca ha llovido y llueve siempre,
todo está siendo y nunca ha sido,
pueblo sin nombre de las sensaciones,
nombres que buscan cuerpo,
impías transparencias,
jaulas de claridad donde se anulan
la identidad entre sus semejanzas,
la diferencia en sus contradicciones.
La higuera, sus falacias y su sabiduría:
prodigios de la tierra
-fidedignos, puntuales, redundantes-
y la conversación con los espectros.
Aprendizajes con la higuera:
hablar con vivos y con muertos.
También conmigo mismo.

                                                    La procesión del
año:
cambios que son repeticiones.
El paso de las horas y su peso.
La madrugada: más que luz, un vaho
de claridad cambiada en gotas grávidas
sobre los vidrios y las hojas:
el mundo se atenúa
en esas oscilantes geometrías
hasta volverse el filo de un reflejo.
Brota el día, prorrumpe entre las hojas
gira sobre sí mismo
y de la vacuidad en que se precipita
surge, otra vez corpóreo.
El tiempo es luz filtrada.
Revienta el fruto *****
en encarnada florescencia,
la rota rama escurre savia lechosa y acre.
Metamorfosis de la higuera:
si el otoño la quema, su luz la transfigura.
Por los espacios diáfanos
se eleva descarnada virgen negra.
El cielo es giratorio
lapizlázuli:          
viran au ralenti, sus
continentes,
insubstanciales geografías.
Llamas entre las nieves de las nubes.
La tarde más y más es miel quemada.
Derrumbe silencioso de horizontes:
la luz se precipita de las cumbres,
la sombra se derrama por el llano.

A la luz de la lámpara -la noche
ya dueña de la casa y el fantasma
de mi abuelo ya dueño de la noche-
yo penetraba en el silencio,
cuerpo sin cuerpo, tiempo
sin horas. Cada noche,
máquinas transparentes del delirio,
dentro de mí los libros levantaban
arquitecturas sobre una sima edificadas.
Las alza un soplo del espíritu,
un parpadeo las deshace.
Yo junté leña con los otros
y lloré con el humo de la pira
del domador de potros;
vagué por la arboleda navegante
que arrastra el Tajo turbiamente verde:
la líquida espesura se encrespaba
tras de la fugitiva Galatea;
vi en racimos las sombras agolpadas
para beber la sangre de la zanja:
mejor quebrar terrones
por la ración de perro del
labrador avaro
que regir las naciones pálidas
de los muertos;
tuve sed, vi demonios en el Gobi;
en la gruta nadé con la sirena
(y después, en el sueño purgativo,
fendendo i drappi, e mostravami'l
ventre,
quel mí svegliò col
puzzo che n'nuscia);
grabé sobre mi tumba imaginaria:
no muevas esta lápida,
soy rico sólo en huesos;
aquellas memorables
pecosas peras encontradas
en la cesta verbal de Villaurrutia;
Carlos Garrote, eterno medio hermano,
Dios te salve, me dijo al
derribarme
y era, por los espejos del insomnio
repetido, yo mismo el que me hería;
Isis y el asno Lucio; el pulpo y Nemo;
y los libros marcados por las armas de Príapo,
leídos en las tardes diluviales
el cuerpo tenso, la mirada intensa.
Nombres anclados en el golfo
de mi frente: yo escribo porque el druida,
bajo el rumor de sílabas del himno,
encina bien plantada en una página,
me dio el gajo de muérdago, el conjuro
que hace brotar palabras de la peña.
Los nombres acumulan sus imágenes.
Las imágenes acumulan sus gaseosas,
conjeturales confederaciones.
Nubes y nubes, fantasmal galope
de las nubes sobre las crestas
de mi memoria. Adolescencia,
país de nubes.

                            Casa grande,
encallada en un tiempo
azolvado. La plaza, los árboles enormes
donde anidaba el sol, la iglesia enana
-su torre les llegaba a las rodillas
pero su doble lengua de metal
a los difuntos despertaba.
Bajo la arcada, en garbas militares,
las cañas, lanzas verdes,
carabinas de azúcar;
en el portal, el tendejón magenta:
frescor de agua en penumbra,
ancestrales petates, luz trenzada,
y sobre el zinc del mostrador,
diminutos planetas desprendidos
del árbol meridiano,
los tejocotes y las mandarinas,
amarillos montones de dulzura.
Giran los años en la plaza,
rueda de Santa Catalina,
y no se mueven.

                                Mis palabras,
al hablar de la casa, se agrietan.
Cuartos y cuartos, habitados
sólo por sus fantasmas,
sólo por el rencor de los mayores
habitados. Familias,
criaderos de alacranes:
como a los perros dan con la pitanza
vidrio molido, nos alimentan con sus odios
y la ambición dudosa de ser alguien.
También me dieron pan, me dieron tiempo,
claros en los recodos de los días,
remansos para estar solo conmigo.
Niño entre adultos taciturnos
y sus terribles niñerías,
niño por los pasillos de altas puertas,
habitaciones con retratos,
crepusculares cofradías de los ausentes,
niño sobreviviente
de los espejos sin memoria
y su pueblo de viento:
el tiempo y sus encarnaciones
resuelto en simulacros de reflejos.
En mi casa los muertos eran más que los vivos.
Mi madre, niña de mil años,
madre del mundo, huérfana de mí,
abnegada, feroz, obtusa, providente,
jilguera, perra, hormiga, jabalina,
carta de amor con faltas de lenguaje,
mi madre: pan que yo cortaba
con su propio cuchillo cada día.
Los fresnos me enseñaron,
bajo la lluvia, la paciencia,
a cantar cara al viento vehemente.
Virgen somnílocua, una tía
me enseñó a ver con los ojos cerrados,
ver hacia dentro y a través del muro.
Mi abuelo a sonreír en la caída
y a repetir en los desastres: al
hecho, pecho.
(Esto que digo es tierra
sobre tu nombre derramada: blanda te
sea.)
Del vómito a la sed,
atado al potro del alcohol,
mi padre iba y venía entre las llamas.
Por los durmientes y los rieles
de una estación de moscas y de polvo
una tarde juntamos sus pedazos.
Yo nunca pude hablar con él.
Lo encuentro ahora en sueños,
esa borrosa patria de los muertos.
Hablamos siempre de otras cosas.
Mientras la casa se desmoronaba
yo crecía. Fui (soy) yerba, maleza
entre escombros anónimos.

                                                Días
como una frente libre, un libro abierto.
No me multiplicaron los espejos
codiciosos que vuelven
cosas los hombres, número las cosas:
ni mando ni ganancia. La santidad tampoco:
el cielo para mí pronto fue un cielo
deshabitado, una hermosura hueca
y adorable. Presencia suficiente,
cambiante: el tiempo y sus epifanías.
No me habló dios entre las nubes:
entre las hojas de la higuera
me habló el cuerpo, los cuerpos de mi cuerpo.
Encarnaciones instantáneas:
tarde lavada por la lluvia,
luz recién salida del agua,
el vaho femenino de las plantas
piel a mi piel pegada: ¡súcubo!
-como si al fin el tiempo coincidiese
consigo mismo y yo con él,
como si el tiempo y sus dos tiempos
fuesen un solo tiempo
que ya no fuese tiempo, un tiempo
donde siempre es ahora y a
todas horas siempre,
como si yo y mi doble fuesen uno
y yo no fuese ya.
Granada de la hora: bebí sol, comí tiempo.
Dedos de luz abrían los follajes.
Zumbar de abejas en mi sangre:
el blanco advenimiento.
Me arrojó la descarga
a la orilla más sola. Fui un extraño
entre las vastas ruinas de la tarde.
Vértigo abstracto: hablé conmigo,
fui doble, el tiempo se rompió.

Atónita en lo alto del minuto
la carne se hace verbo -y el verbo se despeña.
Saberse desterrado en la tierra, siendo tierra,
es saberse mortal. Secreto a voces
y también secreto vacío, sin nada adentro:
no hay muertos, sólo hay muerte, madre nuestra.
Lo sabía el azteca, lo adivinaba el griego:
el agua es fuego y en su tránsito
nosotros somos sólo llamaradas.
La muerte es madre de las formas…
El sonido, bastón de ciego del sentido:
escribo muerte y vivo en ella
por un instante. Habito su sonido:
es un cubo neumático de vidrio,
vibra sobre esta página,
desaparece entre sus ecos.
Paisajes de palabras:
los despueblan mis ojos al leerlos.
No importa: los propagan mis oídos.
Brotan allá, en las zonas indecisas
del lenguaje, palustres poblaciones.
Son criaturas anfibias, con palabras.
Pasan de un elemento a otro,
se bañan en el fuego, reposan en el aire.
Están del otro lado. No las oigo, ¿qué dicen?
No dicen: hablan, hablan.

                                Salto de un cuento a otro
por un puente colgante de once sílabas.
Un cuerpo vivo aunque intangible el aire,
en todas partes siempre y en ninguna.
Duerme con los ojos abiertos,
se acuesta entre las yerbas y amanece rocío,
se persigue a sí mismo y habla solo en los túneles,
es un tornillo que perfora montes,
nadador en la mar brava del fuego
es invisible surtidor de ayes
levanta a pulso dos océanos,
anda perdido por las calles
palabra en pena en busca de sentido,
aire que se disipa en aire.
¿Y para qué digo todo esto?
Para decir que en pleno mediodía
el aire se poblaba de fantasmas,
sol acuñado en alas,
ingrávidas monedas, mariposas.
Anochecer. En la terraza
oficiaba la luna silenciaria.
La cabeza de muerto, mensajera
de las ánimas, la fascinante fascinada
por las camelias y la luz eléctrica,
sobre nuestras cabezas era un revoloteo
de conjuros opacos. ¡Mátala!
gritaban las mujeres
y la quemaban como bruja.
Después, con un suspiro feroz, se santiguaban.
Luz esparcida, Psiquis…

                                 
¿Hay mensajeros? Sí,
cuerpo tatuado de señales
es el espacio, el aire es invisible
tejido de llamadas y respuestas.
Animales y cosas se hacen lenguas,
a través de nosotros habla consigo mismo
el universo. Somos un fragmento
-pero cabal en su inacabamiento-
de su discurso. Solipsismo
coherente y vacío:
desde el principio del principio
¿qué dice? Dice que nos dice.
Se lo dice a sí mismo. Oh
madness of discourse,
that cause sets up with and against
itself!

Desde lo alto del minuto
despeñado en la tarde plantas fanerógamas
me descubrió la muerte.
Y yo en la muerte descubrí al lenguaje.
El universo habla solo
pero los hombres hablan con los hombres:
hay historia. Guillermo, Alfonso, Emilio:
el corral de los juegos era historia
y era historia jugar a morir juntos.
La polvareda, el grito, la caída:
algarabía, no discurso.
En el vaivén errante de las cosas,
por las revoluciones de las formas
y de los tiempos arrastradas,
cada una pelea con las otras,
cada una se alza, ciega, contra sí misma.
Así, según la hora cae desen-
lazada, su injusticia pagan. (Anaximandro.)
La injusticia de ser: las cosas sufren
unas con otras y consigo mismas
por ser un querer más, siempre ser más que más.
Ser tiempo es la condena, nuestra pena es la historia.
Pero también es el lug
Iba yo por la senda, tú venías por ella,
mi amor cayó en tus brazos, tu amor tembló en los míos.
Desde entonces mi cielo de noche tuvo estrellas
y para recogerlas se hizo tu vida un río.
Para ti cada roca que tocarán mis manos
ha de ser manantial, aroma, fruta y flor.Para ti cada espiga debe apretar su grano
y en cada espiga debe desgranarse mi amor.Me impedirás, en cambio, que yo mire la senda
cuando llegue la muerte para dejarla trunca.Te cubrirán mis ojos como una doble venda.Me hablarás de un camino que no termine nunca.
La música que escondo para encantarse huye
lejos de la canción que borbota y resalta:
como una vía láctea desde mi pecho fluye.En tus brazos se enredan las estrellas más altas.
Tengo miedo. Perdóname por no haber llegado antes.Una sonrisa tuya borra todo un pasado:
guarden tus labios dulces lo que ya está distante.En un beso sabrás todo lo que he callado.Tal vez no sepa entonces conocer tu caricia,
porque en las venas mías tu ser se habrá fundido.Cuando yo muerda un fruto tú sabrás su delicia.Cuando cierres los ojos me quedaré dormido.
Siendo mozo Alvargonzález,
dueño de mediana hacienda,
que en otras tierras se dice
bienestar y aquí, opulencia,
en la feria de Berlanga
prendóse de una doncella,
y la tomó por mujer
al año de conocerla.Muy ricas las bodas fueron
y quien las vio las recuerda;
sonadas las tornabodas
que hizo Alvar en su aldea;
hubo gaitas, tamboriles,
flauta, bandurria y vihuela,
fuegos a la valenciana
y danza a la aragonesa.   Feliz vivió Alvargonzález
en el amor de su tierra.
Naciéronle tres varones,
que en el campo son riqueza,
y, ya crecidos, los puso,
uno a cultivar la huerta,
otro a cuidar los merinos,
y dio el menor a la Iglesia.   Mucha sangre de Caín
tiene la gente labriega,
y en el hogar campesino
armó la envidia pelea.   Casáronse los mayores;
tuvo Alvargonzález nueras,
que le trajeron cizaña,
antes que nietos le dieran.   La codicia de los campos
ve tras la muerte la herencia;
no goza de lo que tiene
por ansia de lo que espera.   El menor, que a los latines
prefería las doncellas
hermosas y no gustaba
de vestir por la cabeza,
colgó la sotana un día
y partió a lejanas tierras.La madre lloró, y el padre
diole bendición y herencia.   Alvargonzález ya tiene
la adusta frente arrugada,
por la barba le platea
la sombra azul de la cara.   Una mañana de otoño
salió solo de su casa;
no llevaba sus lebreles,
agudos canes de caza;

  iba triste y pensativo
por la alameda dorada;
anduvo largo camino
y llegó a una fuente clara.   Echóse en la tierra; puso
sobre una piedra la manta,
y a la vera de la fuente
durmió al arrullo del agua.   Y Alvargonzález veía,
como Jacob, una escala
que iba de la tierra al cielo,
y oyó una voz que le hablaba.Mas las hadas hilanderas,
entre las vedijas blancas
y vellones de oro, han puesto
un mechón de negra lana.Tres niños están jugando
a la puerta de su casa;
entre los mayores brinca
un cuervo de negras alas.La mujer vigila, cose
y, a ratos, sonríe y canta.-Hijos, ¿qué hacéis? -les pregunta.Ellos se miran y callan.-Subid al monte, hijos míos,
y antes que la noche caiga,
con un brazado de estepas
hacedme una buena llama.   Sobre el lar de Alvargonzález
está la leña apilada;
el mayor quiere encenderla,
pero no brota la llama.-Padre, la hoguera no prende,
está la estepa mojada.   Su hermano viene a ayudarle
y arroja astillas y ramas
sobre los troncos de roble;
pero el rescoldo se apaga.Acude el menor, y enciende,
bajo la negra campana
de la cocina, una hoguera
que alumbra toda la casa.   Alvargonzález levanta
en brazos al más pequeño
y en sus rodillas lo sienta;-Tus manos hacen el fuego;
aunque el último naciste
tú eres en mi amor primero.   Los dos mayores se alejan
por los rincones del sueño.
Entre los dos fugitivos
reluce un hacha de hierro.   Sobre los campos desnudos,
la luna llena manchada
de un arrebol purpurino,
enorme globo, asomaba.Los hijos de Alvargonzález
silenciosos caminaban,
y han visto al padre dormido
junto de la fuente clara.   Tiene el padre entre las cejas
un ceño que le aborrasca
el rostro, un tachón sombrío
como la huella de un hacha.Soñando está con sus hijos,
que sus hijos lo apuñalan;
y cuando despierta mira
que es cierto lo que soñaba.   A la vera de la fuente
quedó Alvargonzález muerto.Tiene cuatro puñaladas
entre el costado y el pecho,
por donde la sangre brota,
más un hachazo en el cuello.Cuenta la hazaña del campo
el agua clara corriendo,
mientras los dos asesinos
huyen hacia los hayedos.Hasta la Laguna Negra,
bajo las fuentes del Duero,
llevan el muerto, dejando
detrás un rastro sangriento,
y en la laguna sin fondo,
que guarda bien los secretos,
con una piedra amarrada
a los pies, tumba le dieron.   Se encontró junto a la fuente
la manta de Alvargonzález,
y, camino del hayedo,
se vio un reguero de sangre.Nadie de la aldea ha osado
a la laguna acercarse,
y el sondarla inútil fuera,
que es la laguna insondable.Un buhonero, que cruzaba
aquellas tierras errante,
fue en Dauria acusado, preso
y muerto en garrote infame.   Pasados algunos meses,
la madre murió de pena.Los que muerta la encontraron
dicen que las manos yertas
sobre su rostro tenía,
oculto el rostro con ellas.   Los hijos de Alvargonzález
ya tienen majada y huerta,
campos de trigo y centeno
y prados de fina hierba;
en el olmo viejo, hendido
por el rayo, la colmena,
dos yuntas para el arado,
un mastín y mil ovejas.
    Ya están las zarzas floridas
y los ciruelos blanquean;
ya las abejas doradas
liban para sus colmenas,
y en los nidos, que coronan
las torres de las iglesias,
asoman los garabatos
ganchudos de las cigüeñas.Ya los olmos del camino
y chopos de las riberas
de los arroyos, que buscan
al padre Duero, verdean.El cielo está azul, los montes
sin nieve son de violeta.La tierra de Alvargonzález
se colmará de riqueza;
muerto está quien la ha labrado,
mas no le cubre la tierra.   La hermosa tierra de España
adusta, fina y guerrera
Castilla, de largos ríos,
tiene un puñado de sierras
entre Soria y Burgos como
reductos de fortaleza,
como yelmos crestonados,
y Urbión es una cimera.   Los hijos de Alvargonzález,
por una empinada senda,
para tomar el camino
de Salduero a Covaleda,
cabalgan en pardas mulas,
bajo el pinar de Vinuesa.Van en busca de ganado
con que volver a su aldea,
y por tierra de pinares
larga jornada comienzan.Van Duero arriba, dejando
atrás los arcos de piedra
del puente y el caserío
de la ociosa y opulenta
villa de indianos. El río
al fondo del valle, suena,
y de las cabalgaduras
los cascos baten las piedras.A la otra orilla del Duero
canta una voz lastimera:«La tierra de Alvargonzález
se colmará de riqueza,
y el que la tierra ha labrado
no duerme bajo la tierra.»   Llegados son a un paraje
en donde el pinar se espesa,
y el mayor, que abre la marcha,
su parda mula espolea,
diciendo: -Démonos prisa;
porque son más de dos leguas
de pinar y hay que apurarlas
antes que la noche venga.Dos hijos del campo, hechos
a quebradas y asperezas,
porque recuerdan un día
la tarde en el monte tiemblan.Allá en lo espeso del bosque
otra vez la copla suena:«La tierra de Alvargonzález
se colmará de riqueza,
y el que la tierra ha labrado
no duerme bajo la tierra».   Desde Salduero el camino
va al hilo de la ribera;
a ambas márgenes del río
el pinar crece y se eleva,
y las rocas se aborrascan,
al par que el valle se estrecha.Los fuertes pinos del bosque
con sus copas gigantescas
y sus desnudas raíces
amarradas a las piedras;
los de troncos plateados
cuyas frondas azulean,
pinos jóvenes; los viejos,
cubiertos de blanca lepra,
musgos y líquenes canos
que el grueso tronco rodean,
colman el valle y se pierden
rebasando ambas laderasJuan, el mayor, dice: -Hermano,
si Blas Antonio apacienta
cerca de Urbión su vacada,
largo camino nos queda.-Cuando hacia Urbión alarguemos
se puede acortar de vuelta,
tomando por el atajo,
hacia la Laguna Negra
y bajando por el puerto
de Santa Inés a Vinuesa.-Mala tierra y peor camino.
Te juro que no quisiera
verlos otra vez. Cerremos
los tratos en Covaleda;
hagamos noche y, al alba,
volvámonos a la aldea
por este valle, que, a veces,
quien piensa atajar rodea.Cerca del río cabalgan
los hermanos, y contemplan
cómo el bosque centenario,
al par que avanzan, aumenta,
y la roqueda del monte
el horizonte les cierra.El agua, que va saltando,
parece que canta o cuenta:«La tierra de Alvargonzález
se colmará de riqueza,
y el que la tierra ha labrado
no duerme bajo la tierra».
    Aunque la codicia tiene
redil que encierre la oveja,
trojes que guarden el trigo,
bolsas para la moneda,
y garras, no tiene manos
que sepan labrar la tierra.Así, a un año de abundancia
siguió un año de pobreza.   En los sembrados crecieron
las amapolas sangrientas;
pudrió el tizón las espigas
de trigales y de avenas;
hielos tardíos mataron
en flor la fruta en la huerta,
y una mala hechicería
hizo enfermar las ovejas.A los dos Alvargonzález
maldijo Dios en sus tierras,
y al año pobre siguieron
largos años de miseria.   Es una noche de invierno.
Cae la nieve en remolinos.
Los Alvargonzález velan
un fuego casi extinguido.El pensamiento amarrado
tienen a un recuerdo mismo,
y en las ascuas mortecinas
del hogar los ojos fijos.No tienen leña ni sueño.Larga es la noche y el frío
arrecia. Un candil humea
en el muro ennegrecido.El aire agita la llama,
que pone un  fulgor rojizo
sobre las dos pensativas 
testas de los asesinos.El mayor de Alvargonzález,
lanzando un ronco suspiro,
rompe el silencio, exclamando:-Hermano, ¡qué mal hicimos!El viento la puerta bate
hace temblar el postigo,
y suena en la chimenea
con hueco y largo bramido.Después, el silencio vuelve,
y a intervalos el pabilo
del candil chisporrotea
en el aire aterecido.El segundo dijo: -Hermano,
¡demos lo viejo al olvido!

  Es una noche de invierno.
Azota el viento las ramas
de los álamos. La nieve
ha puesto la tierra blanca.Bajo la nevada, un hombre
por el camino cabalga;
va cubierto hasta los ojos,
embozado en negra capa.Entrado en la aldea, busca
de Alvargonzález la casa,
y ante su puerta llegado,
sin echar pie a tierra, llama.   Los dos hermanos oyeron
una aldabada a la puerta,
y de una cabalgadura
los cascos sobre las piedras.Ambos los ojos alzaron
llenos de espanto y sorpresa.-¿Quién es?  Responda -gritaron.-Miguel -respondieron fuera.Era la voz del viajero
que partió a lejanas tierras.   Abierto el portón, entróse
a caballo el caballero
y echó pie a tierra. Venía
todo de nieve cubierto.En brazos de sus hermanos
lloró algún rato en silencio.Después dio el caballo al uno,
al otro, capa y sombrero,
y en la estancia campesina
buscó el arrimo del fuego.   El menor de los hermanos,
que niño y aventurero
fue más allá de los mares
y hoy torna indiano opulento,
vestía con ***** traje
de peludo terciopelo,
ajustado a la cintura
por ancho cinto de cuero.Gruesa cadena formaba
un bucle de oro en su pecho.Era un hombre alto y robusto,
con ojos grandes y negros
llenos de melancolía;
la tez de color moreno,
y sobre la frente comba
enmarañados cabellos;
el hijo que saca porte
señor de padre labriego,
a quien fortuna le debe
amor, poder y dinero.
De los tres Alvargonzález
era Miguel el más bello;
porque al mayor afeaba
el muy poblado entrecejo
bajo la frente mezquina,
y al segundo, los inquietos
ojos que mirar no saben
de frente, torvos y fieros.   Los tres hermanos contemplan
el triste hogar en silencio;
y con la noche cerrada
arrecia el frío y el viento.-Hermanos, ¿no tenéis leña?-dice Miguel.             -No tenemos
-responde el mayor.               Un hombre,
milagrosamente, ha abierto
la gruesa puerta cerrada
con doble barra de hierro.

El hombre que ha entrado tiene
el rostro del padre muerto.Un halo de luz dorada
orla sus blancos cabellos.
Lleva un haz de leña al hombro
y empuña un hacha de hierro.   De aquellos campos malditos,
Miguel a sus dos hermanos
compró una parte, que mucho
caudal de América trajo,
y aun en tierra mala, el oro
luce mejor que enterrado,
y más en mano de pobres
que oculto en orza de barro.   Diose a trabajar la tierra
con fe y tesón el indiano,
y a laborar los mayores
sus pegujales tornaron.   Ya con macizas espigas,
preñadas de rubios granos,
a los campos de Miguel
tornó el fecundo verano;
y ya de aldea en aldea
se cuenta como un milagro,
que los asesinos tienen
la maldición en sus campos.   Ya el pueblo canta una copla
que narra el crimen pasado:«A la orilla de la fuente
lo asesinaron.¡qué mala muerte le dieron
los hijos malos!En la laguna sin fondo
al padre muerto arrojaron.No duerme bajo la tierra
el que la tierra ha labrado».   Miguel, con sus dos lebreles
y armado de su escopeta,
hacia el azul de los montes,
en una tarde serena,
caminaba entre los verdes
chopos de la carretera,
y oyó una voz que cantaba:«No tiene tumba en la tierra.
Entre los pinos del valle
del Revinuesa,
al padre muerto llevaron
hasta la Laguna Negra».
    La casa de Alvargonzález
era una casona vieja,
con cuatro estrechas ventanas,
separada de la aldea
cien pasos y entre dos olmos
que, gigantes centinelas,
sombra le dan en verano,
y en el otoño hojas secas.   Es casa de labradores,
gente aunque rica plebeya,
donde el hogar humeante
con sus escaños de piedra
se ve sin entrar, si tiene
abierta al campo la puerta.   Al arrimo del rescoldo
del hogar borbollonean
dos pucherillos de barro,
que a dos familias sustentan.   A diestra mano, la cuadra
y el corral; a la siniestra,
huerto y abejar, y, al fondo,
una gastada escalera,
que va a las habitaciones
partidas en dos viviendas.   Los Alvargonzález moran
con sus mujeres en ellas.
A ambas parejas que hubieron,
sin que lograrse pudieran,
dos hijos, sobrado espacio
les da la casa paterna.   En una estancia que tiene
luz al huerto, hay una mesa
con gruesa tabla de roble,
dos sillones de vaqueta,
colgado en el muro, un *****
ábaco de enormes cuentas,
y unas espuelas mohosas
sobre un arcón de madera.   Era una estancia olvidada
donde hoy Miguel se aposenta.
Y era allí donde los padres
veían en primavera
el huerto en flor, y en el cielo
de mayo, azul, la cigüeña
-cuando las rosas se abren
y los zarzales blanquean-
que enseñaba a sus hijuelos
a usar de las alas lentas.   Y en las noches del verano,
cuando la calor desvela,
desde la ventana al dulce
ruiseñor cantar oyeran.   Fue allí donde Alvargonzález,
del orgullo de su huerta
y del amor a los suyos,
sacó sueños de grandeza.   Cuando en brazos de la madre
vio la figura risueña
del primer hijo, bruñida
de rubio sol la cabeza,
del niño que levantaba
las codiciosas, pequeñas
manos a las rojas guindas
y a las moradas ciruelas,
o aquella tarde de otoño,
dorada, plácida y buena,
él pensó que ser podría
feliz el hombre en la tierra.   Hoy canta el pueblo una copla
que va de aldea en aldea:«¡Oh casa de Alvargonzález,
qué malos días te esperan;
casa de los asesinos,
que nadie llame a tu puerta!»   Es una tarde de otoño.
En la alameda dorada
no quedan ya ruiseñores;
enmudeció la cigarra.   Las últimas golondrinas,
que no emprendieron la marcha,
morirán, y las cigüeñas
de sus nidos de retamas,
en torres y campanarios,
huyeron.           Sobre la casa
de Alvargonzález, los olmos
sus hojas que el viento arranca
van dejando. Todavía
las tres redondas acacias,
en el atrio de la iglesia,
conservan verdes sus ramas,
y las castañas de Indias
a intervalos se desgajan
cubiertas de sus erizos;
tiene el rosal rosas grana
otra vez, y en las praderas
brilla la alegre otoñada.   En laderas y en alcores,
en ribazos y en cañadas,
el verde nuevo y la hierba,
aún del estío quemada,
alternan; los serrijones
pelados, las lomas calvas,
se coronan de plomizas
nubes apelotonadas;
y bajo el pinar gigante,
entre las marchitas zarzas
y amarillentos helechos,
corren las crecidas aguas
a engrosar el padre río
por canchales y barrancas.   Abunda en la tierra un gris
de plomo y azul de plata,
con manchas de roja herrumbre,
todo envuelto en luz violada.   ¡Oh tierras de Alvargonzález,
en el corazón de España,
tierras pobres, tierras tristes,
tan tristes que tienen alma!   Páramo que cruza el lobo
aullando a la luna clara
de bosque a bosque, baldíos
llenos de peñas rodadas,
donde roída de buitres
brilla una osamenta blanca;
pobres campos solitarios
sin caminos ni posadas,¡oh pobres campos malditos,
pobres campos de mi patria!
    Una mañana de otoño,
cuando la tierra se labra,
Juan y el indiano aparejan
las dos yuntas de la casa.
Martín se quedó en el huerto
arrancando hierbas malas.   Una mañana de otoño,
cuando los campos se aran,
sobre un otero, que tiene
el cielo de la mañana
por fondo, la parda yunta
de Juan lentamente avanza.   Cardos, lampazos y abrojos,
avena loca y cizaña,
llenan la tierra maldita,
tenaz a pico y a escarda.   Del corvo arado de roble
la hundida reja trabaja
con vano esfuerzo; parece,
que al par que hiende la entraña
del campo y hace camino
se cierra otra vez la zanja.   «Cuando el asesino labre
será su labor pesada;
antes que un surco en la tierra,
tendrá una arruga en su cara».   Martín, que estaba en la huerta
cavando, sobre su azada
quedó apoyado un momento;
frío sudor le bañaba
el rostro.           Por el Oriente,
la luna llena, manchada
de un arrebol purpurino,
lucía tras de la tapia
del huerto.           Martín tenía
la sangre de horror helada.
La azada que hundió en la tierra
teñida de sangre estaba.   En la tierra en que ha nacido
supo afincar el indiano;
por mujer a una doncella
rica y hermosa ha tomado.   La hacienda de Alvargonzález
ya es suya, que sus hermanos
todo le vendieron: casa,
huerto, colmenar y campo.   Juan y Martín, los mayores
de Alvargonzález, un
Era su nombre Betsy y era de Ohio.
                                                       
Un día,
En que al azar vagaba por mi ruta sombría,
Los dos nos encontramos.  Y la quise por bella;
Después amé su alma, porque mi alma en ella
Vio una luz casta y blanca, vio piedad y ternura.

Jirón azul de cielo rompió mi noche oscura,
Y la luz de una estrella de fulgores risueños,
Hizo abrir la dormida floración de mis sueños.

¿Qué fuerza misteriosa la puso en mi camino?...
¿Fue una intuición secreta quizá de mi destino
La que a la senda suya llevó mi errante paso?
¿Fue casual ese encuentro?... ¿Fue presentido
acaso?
No lo sé... ni me importa.

                                                 
De raza puritana,
De aquella raza austera que a la costa britana,
Buscando hogar y patria, dijo adiós sin tristeza;
De los lagos del Norte rubia flor de belleza;
Los libros y la música su amada compañía,
Y esquiva a los arranques de ruidosa alegría;
Su flor dilecta, el lirio; mística en sus anhelos,
 -Palomas que sus alas tendían a los cielos;-
En contraste sus hábitos y su elación divina
Con todos los impulsos de mi raza latina;
De regiones distantes dos solitarias palmas,
¿Qué fuerza misteriosa juntó nuestras dos almas?
De su idioma, al principio, pocas frases sabía,
Mas mezclando palabras de su lengua y la mía,
Con versos que copiaba de antiguo Florilegio,
Y dísticos de Byron que aprendí en el Colegio,
Le dije muchas cosas... muchas, en el balneario
Donde por vez primera la vi.
                                              (Del solitario
Poeta fue la Musa desde entonces).

                                      Su gracia
Y atractiva belleza; su aire de aristocracia;
Su cabellera blonda, de un rubio veneciano,
Y su perfil de antiguo camafeo romano;
Sus ojos pensativos y de mirar risueño
Donde flotaba a veces el azul de un ensueño;
Sus mejillas rosadas como un durazno; el breve;
Esbelto busto, en donde tuvo vida la nieve;
Sus veinte años... ¡Qué hermosa primavera florida!
¡Todo en ella era un himno que cantaba la vida!
En bailes, en paseos, en la playa...  doquiera
De todos los galanes la preferida era.

Con su traje de lino, con su blanca sombrilla,
Con sus zapatos grises de reluciente hebilla,
Y el sombrero de paja con una cinta angosta,
Nunca se vio más bella mujer en esa costa.

Quiso aprender mi lengua: cambiábamos lecciones,
Y así fueron frecuentes nuestras conversaciones;
Hasta que al fin un día-mi alma de ella esclava,
-Le dije que era bella... muy bella y que la amaba.

Pasado ya el verano, adiós al mar dijimos,
Y en tren, expreso, todos a la ciudad volvimos.
Rodaban... y rodaban las hojas, desprendidas
En raudos torbellinos, por parques y avenidas;
Del ábrego se oían los resoplidos roncos,
Y entre brumas se alzaban casi escuetos  los troncos;
En las calles formaba la lluvia barrizales
Y eran soplos de invierno las brisas otoñales.
Rodaban... y rodaban las hojas. De ceniza
Parecía el crepúsculo con su niebla plomiza,
Y alzábase doliente la luna, en la gris y ancha
Lámina de los cielos, como amarilla mancha.

Con sombrero de plumas, sobretodo entallado,
Y traje azul oscuro, su rostro sonrosado
Era una nota viva y alegre, era un celaje
En la helada y sombría tristeza del paisaje.

«¡Qué triste es el otoño... qué triste!» me decía;
«Todo se está muriendo... todo está en la agonía,
Mas nuestro amor...»:

                                             
(De pronto cayó. Vivos sonrojos
La hicieron al instante bajar los castos ojos).
«También!» dije riendo, «cual todo lo que vuela».
Y reía... reía como alegre chicuela,
Porque su claro instinto de mujer le decía
Que la amaba y que nunca mi pasión moriría.

En bailes, en conciertos, en salones... doquiera

De todos los galanes la preferida era,
Y aunque su amor, a veces, riendo me negaba,
También reía, porque... sabía que me amaba.
Una tarde de invierno, cuando como un sudario
La nieve en albos copos, el parque solitario
Y las calles desiertas cubría; cuando el cielo
Era blanca mortaja; cuando espectros en duelo
Parecían los árboles quemados por el frío,
En un diván sentados, en el salón sombrío,
Junto a la chimenea que con su alegre y clara
Luz daba un vago tinte sonrosado a su cara,
Enjugando una lágrima silenciosa y furtiva,
«Me siento enferma y triste», me dijo pensativa.

Los aullidos del viento vibraban en la sombra...
Y se alejó. Y el roce de su traje en la alfombra
Me arrancó de mis sueños. Incliné la cabeza,
Y solo, y en silencio, quedé con mi tristeza.
Pasó el invierno.
                                     
El cielo fue todo resplandores;
El bosque, lira inmensa, y el campo, todo flores.
Y una tarde, su alcoba, después de muchos días,
Dejó por vez primera la enferma.
                                               
¡Oh, las sombrías
Noches en vela, noches de indecible martirio,
Noches interminables de fiebre y de delirio,
Cuando todos, henchidos de lágrimas los ojos,
Su vida amada al cielo pedíamos de hinojos,
Mientras que en el silencio de esa calma profunda
Se oía, delirando, su voz de moribunda!

Abierta la ventana que daba al parque, en ondas
De fragancia entró el aura susurrando.  Las frondas
De las viejas encinas sus más gratos rumores
Dieron en el crepúsculo.  Fue el triunfo de las flores
Sobre el verde sombrío de los boscajes.  Era
Una tarde rosada, tarde de primavera.

Envuelta en amplia bata de rojo terciopelo,
Suelta la cabellera, como un dorado velo,
Y en la pálida boca, pálida flor sin vida,
Una sonrisa casta, como estrella dormida,
Tendiéndome la mano, pero baja la frente,
Y esquivando los ojos, avanzó lentamente.

Unidas nuestras manos, a mi lado sentada,
Y un instante en mi hombro su frente reclinada,
Quedamos en silencio...

                                                   
¡Cuántas veces, de noche,
Lloroso, y en los labios el blasfemo reproche,
Desde ese mismo sitio sus quejidos oía,
Los ahogados quejidos de su larga agonía!
¡Cuántas veces a solas, cerca de esa ventana,
Me sorprendió sin sueño la luz de la mañana,
Mientras que de la Muerte, furtiva y en acecho,
Oíanse los pasos en torno de su lecho!...
De pronto alzó los ojos, llenos de honda dulzura,
Donde brillaba siempre su alma blanca y pura,
Y con su voz de arrullo, voz de celeste encanto,
-«Sé que lloraste... Gracias», me dijo, y rompió en llanto.

Por la abierta ventana soplos primaverales
La fragancia traían de los verdes rosales.

Luego al parque salimos.
                                                     
Su palidez de cera;
Sus pasos vacilantes al bajar la escalera,
Al andar, su cansancio; los círculos violados
En torno de las claras pupilas; los holgados
Pliegues de su vestido; la enfermiza blancura
De las manos; los dedos, en donde con holgura
Los anillos giraban; la tos, triste presagio
De que estaba marcada para el final naufragio
En la roca sombría de la Muerte; la lenta,
Triste voz; la dulzura de la faz macilenta,
Sus ahogados suspiros, plegarias de su anhelo,
-Plegarias sin palabras para un remoto cielo,-
Su laxitud... ¡Cuán pura, cuán ideal belleza,
Allí mis ojos vieron con su halo de tristeza!...
Y como presintiendo su eterna despedida
En ese dulce instante reconcentré mi vida
Y fue mi amor más grande, fue más intenso y fuerte
Al pensar que muy pronto sería de la Muerte!

Era música el vago rumor de la arboleda,
Y seguimos callados por la oscura alameda.

Al verla se agitaron en sus tallos las rosas;
Más aromas regaron las auras bulliciosas;
Entre arbustos tupidos y fragantes macetas
Asomaron sus ojos azules las violetas;
Todas las campanillas en el verde boscaje
Como que repicaron al ver su rojo traje;
Los pájaros miraban a la convaleciente,
Del parque solitario tantos días ausente;
Se oyeron en las frondas cual vagos cuchicheos,
Y al fin la alada orquesta preludió sus gorjeos
Los cisnes, como góndolas de alba plata bruñida
Enarcaron sus cuellos en el agua dormida
Y del sol a los tibios fulgures vesperales;
Destellaron las colas de los pavos reales.

«La vida es la tristeza», me dijo. «¡Todo anhelo
Del presente, mañana será amargura y duelo;
La vida es desencanto. Feliz creíme un día,
Y ya ves, cuan traidora la suerte y cuan impía!
Como flor, en mi pecho, se abría la Esperanza,
Y ya la desventura por mi camino avanza.
Lentamente mi vida se extingue. Triste, enferma,
¿A qué traer tus sueños a la sombría y yerma
Soledad de mi alma? ¿Para qué tu alegría
Trocar en amargura con mi lenta agonía?
Del árbol de la Vida fui pálido retoño,
Y me iré con las hojas marchitas del otoño;
Para toda esperanza ya soy despojo inerte...
Tú vas para la Vida... ¡yo voy hacia la Muerte!»

«Tus temores», le dije, «son de niña mimada;
Tú todo lo exageras...»

                                                   
En mi brazo apoyada
El parque abandonamos, y al subir la escalera
Parecía un crepúsculo su rubia cabellera.

Un día, para Ohio, tomó el tren.,.., ¡triste día!
Y alzando la vidriera, cuando el tren ya partía
De la Estación, me dijo:
                                             
«Te escribiré primero,
Pero escribe. Hasta pronto...  No olvides que te espero».
Y después.... en sus cartas decía:
                                                         
«Si vinieras,
¡Qué sorpresa la tuya! ¡Qué cambio...! ¡Si me vieras!
Las brisas de mi lago fueron auras de vida.
Razón tuviste. Ha vuelto la esperanza perdida.
Recuerdas? Tú decías: todo eso pronto pasa,
Y es verdad.  La alegría de nuevo está en mi casa.
Soy otra.... y soy la misma: tú entiendes.  Frescas rosas
Se abren en mis mejillas, que eran dos tuberosas.
(Bien sé que de esta frase burla harás con tu flema,
Mas no importa.  No es mía: la copié de un poema).
Hoy río, canto y juego como chiquilla. El piano,
Cerrado tanto tiempo, ya al roce de mi mano
Es música perenne.  Las viejas Melodías
¡Cómo evocan recuerdos de venturosos días!
Soy otra.... habrás de verlo.  Pasaron mis congojas,
¡Y creí que me iría con las marchitas hojas!».
Sueños de un alma casta... ¡Visión desvanecida!
Creyó en la Vida ... ¡Y pronto la traicionó la Vida!

Para siempre descansa del rigor de la suerte,
Con su velo de novia tejido por la Muerte,
Con todas sus quimeras, con todos sus anhelos,
Junto al nativo lago... bajo brumosos cielos.
Las hadas, las bellas hadas,
existen, mi dulce niña,
Juana de Arco las vio aladas,
en la campiña.
Las vio al dejar el mirab,
ha largo tiempo, Mahoma.
Más chica que una paloma,
Shakespeare vio a la Reina Mab.
Las hadas decían cosas
en la cuna
de las princesas antiguas:
que si iban a ser dichosas
o bellas como la luna;
o frases raras y ambiguas.
Con sus diademas y alas,
pequeñas como azucenas,
había hadas que eran buenas
y había hadas que eran malas.
Y había una jorobada,
la de profecía odiosa:
la llamada
Carabosa.
Si ésta llegaba a la cuna
de las suaves princesitas,
no se libraba ninguna
de sus palabras malditas.
Y esa hada era muy fea,
como son
feos toda mala idea
y todo mal corazón.
Cuando naciste, preciosa,
no tuviste hadas paganas,
ni la horrible Carabosa
ni sus graciosas hermanas.
Ni Mab, que en los sueños anda,
ni las que celebran fiesta
en la mágica floresta
de Brocelianda.
Y, ¿sabes tú, niña mía,
por qué ningún hada había?
Porque allí
estaba cerca de ti
quien tu nacer bendecía:
Reina más que todas ellas:
la Reina de las Estrellas,
la dulce Virgen María.
Que ella tu senda bendiga,
como tu Madre y tu amiga;
con sus divinos consuelos
no temas infernal guerra;
que perfume tus anhelos
su nombre que el mal destierra,
pues ella aroma los cielos
y la tierra.
Mientras camino la acera va golpeándome los pies,
el fulgor de las estrellas me va rompiendo los ojos.
Se me cae un pensamiento como se cae una mies
del carro que tambaleando raya los pardos rastrojos.

Oh pensamientos perdidos que nunca nadie recoge,
si la palabra se dice, la sensación queda adentro;
espiga sin madurar, Satanás le encuentre troje,
¡que yo con los ojos rotos no le busco ni le encuentro!

Que yo con los ojos rotos sigo una ruta sin fin...
¿Por qué de los pensamientos, por qué de la vida en vano?
Como se muere la música si se deshace el violín,
no moveré mi canción cuando no mueva mis manos.

Alto de mi corazón en la explanada desierta
donde estoy crucificado como el dolor en un verso...
Mi vida es un gran castillo sin ventanas y sin puertas
y para que tú no llegues por esta senda,
                                                              la tuerzo.
Abstraído, en silencio, la frente pensativa,
Jesús con sus discípulos para Betania iba.

Seguían al Maestro, con absortas miradas,
Observando las leves huellas de sus pisadas;
Y como de sus plantas sangre al suelo caía,
Y sobre cada huella la sangre florecía,
Vieron de pronto el suelo todo lleno de rosas.
Y Juan entonces dijo:

                                -«¡Señor! En donde posas
Hoy los pies, por los clavos sobre la cruz abiertos,
Las yerbas y la arena florecen como huertos
Cerca de clara fuente».

                                -«Pues es verdad os digo,
Que de cosas no vistas será el mundo testigo.
Todo ha de renovarse. Lo que sin vida, inerte,
No germinaba nunca, vida será sin muerte».

Los bendijo, y al Cielo levantando la diestra,
-«La tierra en que he regado la sangre mía es vuestra;
Os la confío», díjoles «regad eterna vida,
Por virtud de la sangre sobre la cruz vertida».

Vuelto después a Pedro, que recordaba el canto
Del gallo, y sollozaba, le dijo: «¡enjuga el llanto:
Serénate! La carne siempre débil ha sido;
Y como el alma siempre vacila, te he escogido,
Cual pastor de rebaños en senda de dolores,
Cual pastor de flaquezas y de humanos errores.
Cuida la grey que llevas; muéstrale el buen camino,
Pues te confía el cielo depósito divino
Oye: los elegidos, de los que ayuda imploran
Hermanos son, hermanos de todos los que lloran
Será dulce la vida cuando haya floraciones
De bien y amor en todos los tristes corazones»

Y prosiguió: «vosotros, que iréis por eriales,
Eternos desterrados de dichas terrenales,
Sabed que hay patria eterna que toda angustia calma;
Patria de amor, y a ella siempre tended el alma.
¡Amad, y sed consuelo! ¡Dad fuerza al que flaquea;
Y rico sea pobre, débil o fuerte sea,
Para que habrán sus almas los que en tinieblas moran,
El que tenga sonrisas, sonría a los que lloran!

»¡Amad! Y que la mano que pidiendo se os tienda.
Con la piedad del alma reciba vuestra ofrenda;
Socorres la miseria que en el tugurio vive,
Porque quien da una dicha, dicha también recibe;
¡Y dad!... para que el cielo vuestra labor bendiga;
Que el segador, a veces, caer de je una espiga:
¡Cuántos pálidos niños, en la árida
llanura,
Con hambre y sollozando verán la ajena hartura!...
Y habrá en vuestros hogares, más dicha, amor y calma,
Si en el pan de los pobres ponéis también el alma»

Las manos desgarradas, entonces alzo al cielo.

«¡Piedad! ¡santa dulzura de amar al hombre en duelo!
¡Divina flor del alma que al borde del abismo
Te abres, donde se agitan en hondo paroxismo
-Al ver que es la esperanza, lumbre desvanecida
Todos los que cayeron vencidos por la vida!

»¡Oh, comunión del alma con el alma que llora!
¡Caridad que nos abres el cielo, y en la hora
Del dolor, si la sombra nuestro horizonte cierra,
Juntas con los dichosos, los tristes de la tierra!
¡Piedad! ¡alumbra siempre la senda bendecida
De los que al mundo llevan la mies de eterna vida!»

Callados, las rodillas doblaron temblorosas,
Y los pies del maestro sangraban siempre rosas…

«!Predicad lo que oísteis!... id, de almas pescadores,
Y que el mundo embalsamen del Gólgota las flores!»

Y tendiendo las manos al cielo les decía:
«¡Id, y que libres sean los que lloran esclavos!»
Y se alzaba en los aires… y el cielo se veía,
Al través de las palmas heridas por los clavos.
¡Oh tú, que inadvertido peregrinas
de osado monte cumbres desdeñosas,
que igualmente vecinas
tienen a las estrellas sospechosas,
o ya confuso vayas
buscando el Cielo, que robustas hayas
te esconden en las hojas,
o la alma aprisionada de congojas
alivies y consueles,
o con el vario pensamiento vueles
delante de esta peña tosca y dura,
que de naturaleza aborrecida
envidia de aquel prado la hermosura:
detén el paso y tu camino olvida,
y el duro intento, que te arrastra, deja,
mientras vivo escarmiento te aconseja!
En la que oscura ves, cueva espantosa,
sepulcro de los tiempos que han pasado,
mi espíritu reposa,
dentro en mi propio cuerpo sepultado,
pues mis bienes perdidos
sólo han dejado en mí fuego y gemidos,
victorias de aquel ceño
que, con la muerte, me libró del sueño
de bienes de la tierra,
y gozo blanda paz tras dura guerra,
hurtado para siempre a la grandeza,
al envidioso polvo Cortesano,
al inicuo poder de la riqueza,
al lisonjero adulador tirano.
¡Dichoso yo, que fuera de este abismo,
vivo me soy sepulcro de mí mismo!
Estas mojadas, nunca enjutas ropas,
estas no escarmentadas y deshechas
velas, proas y popas,
estos hierros molestos, estas flechas,
estos lazos y redes
que me visten de miedo las paredes,
lamentables despojos,
desprecio del naufragio de mis ojos,
recuerdos despreciados,
son, para más dolor bienes pasados.
Fue tiempo que me vio, quien hoy me llora,
burlar de la verdad y de escarmiento,
y ya, quiérelo Dios, llegó la hora,
que debo mi discurso a mi tormento:
ved cómo y cuán en breve el gusto acaba,
pues suspira por mí quien me envidiaba.
Aun a la muerte vine por rodeos,
que se hace de rogar, o da sus veces
a mis propios deseos;
mas ya que son mis desengaños jueces,
aquí solo conmigo
la angosta senda de los sabios sigo,
donde gloriosamente
desprecio la ambición de lo presente.
No lloro lo pasado,
ni lo que ha de venir me da cuidado,
y mi loca esperanza siempre verde,
que sobre el pensamiento voló ufana,
de puro vieja aquí su color pierde,
y blanca puede estar de puro cana.
Aquí, del primer hombre despojado,
descanso ya de andar de mí cargado.
Estos que han de beber, fresnos hojosos,
la roja sangre de la dura guerra;
estos olmos hermosos,
a quien esposa vid abraza y cierra
de la sed de los días,
guardan con sombras las corrientes frías;
y en esta dura sierra,
los agradecimientos de la tierra,
con mi labor cansada,
me entretienen la vida fatigada.
Orfeo del aire el Ruiseñor parece,
y ramillete músico el jilguero;
consuelo aquél en su dolor me ofrece;
éste, a mi mal, se muestra lisonjero;
duermo, por cama, en este suelo duro,
si menos blando sueño, más seguro.
No solicito el mar con remo y vela,
ni temo al Turco la ambición armada;
no en larga centinela,
al sueño inobediente, con pagada
sangre y salud vendida,
soy, por un pobre sueldo, mi homicida;
ni a fortuna me entrego,
con la codicia y la esperanza ciego,
por acabar diligente,
los peligros precisos del Oriente;
no de mi gula amenazada vive
la Fénix en Arabia temerosa,
ni a ultraje de mis leños apercibe
el mar su inobediencia peligrosa:
vivo como hombre, que viviendo muero
por desembarazar el día postrero.
Llenos de paz serena mis sentidos,
y la Corte del alma sosegada,
sujetos y vencidos
apetitos de la ley desordenada,
por límite a mis penas
aguardo que desate de mis venas
la muerte, prevenida
la alma que anudada está en la vida,
disimulando horrores
a esta prisión de miedos y dolores,
a este polvo soberbio y presumido,
ambiciosa ceniza, sepultura
portátil que conmigo la he traído,
sin dejarme contra hora segura.
Nací muriendo, y he vivido ciego,
y nunca al cabo de mi muerte llego.
Tú, pues, oh caminante que me escuchas,
si pretendes salir con la victoria
del monstruo con quien luchas,
harás que se adelante tu memoria
a recibir la muerte,
que oscura y muda viene a deshacerte.
No hagas de otro caso,
pues se huye la vida paso a paso;
y en mentidos placeres
muriendo naces, y viviendo mueres.
Cánsate ya, oh mortal, de fatigarte
en adquirir riquezas y tesoro,
que últimamente el tiempo ha de heredarte,
y al fin te dejarán la plata y oro:
vive para ti solo, si pudieres,
pues sólo para ti, si mueres, mueres.
El bosque centenario
En sus antros encierra
Ese silencio eterno que acompaña
A las salvajes pompas de la América.

En el espeso toldo
Que al sol el paso niega,
Los cenzontles que cantan en las noches,
De rama en rama sin zozobras vuelan.

Y el cardenal errante,
Y el colibrí de seda,
Al beso de las tibias alboradas,
Dando celos al iris, juguetean.

De las copas más altas,
Como argentadas hebras,
Las canas de los viejos ahuehuetes
Dan a los vientos sus robustas crenchas.

Y revistiendo el tronco
De secular corteza,
Matizando sus tronos de esmeralda,
Se abre a la luz la trepadora hiedra.

Tapiza el suelo un musgo
Que ni el verano seca,
Donde recoge el aire en las mañanas
Un sempiterno olor a flores nuevas.

El bosque centenario
En su extensión inmensa
Repercute en las tardes los acentos
Más dulces de los cánticos aztecas.

Las voces de una raza
Peregrina y guerrera
Que va dejando con su sangre hirviente
De su incesante caminar las huellas.

Y vagan esas notas
Dulcísimas y tiernas,
Enseñando a los pájaros salvajes
Tristes y melancólicas cadencias.

Las repite el cenzontle
En la noche serena,
Cuando la luna en el azul espacio
El heno de los árboles platea.

Las dice la calandria,
El clarín las remeda,
Y en las tardes de mayo los jilgueros
Trovan los himnos de su amor con ellas.

Y cuando en tristes horas
De lluvia y de tinieblas
La tempestad su carro de relámpagos
Sobre los viejos árboles pasea,

Y con ojos de llamas
La lechuza agorera
Predice la catástrofe y la muerte
Como alada Sibila de la selva,

Cuando los vientos rugen,
Cuando los troncos tiemblan
Y cual cinta de lumbre en ***** abismo
El rayo retumbando culebrea,

En el fondo del bosque,
Rasgando las tinieblas,
Se oye dulcísima y doliente
Que canta melancólicas endechas.

Son las notas de un arpa
De misteriosas cuerdas
En que surgen estrofas no aprendidas
Cuando calla el placer y hablan las penas.

Las extrañas canciones
Entre la sombra vuelan,
Mezclándose del viento a los rugidos
Y al sordo rebramar de la tormenta.

Vagan en el ramaje,
Cruzan por la maleza,
Y el paso no les corta la falange
De sabinos cual mudos centinelas.

Se extienden en los lagos
De superficie tersa
Donde crecen los juncos cimbradores
Y sus corolas abren las ninfeas.

Cruzan por los maizales
Cuyas cañas esbeltas
Sus hinchadas espigas, a las lluvias
Levantan a los cielos en ofrenda.

¿Quién canta esas canciones?
¿Quién dice esas endechas,
Que ya traspuesto el sol y quieto el mundo
Repiten los cenzontles en la selva?

¿De qué garganta brotan?
¿Quién delira con ellas
Y en la imponente majestad del bosque
En tristísimas horas las eleva?

Mirad, hay en el fondo,
Tras la enramada espesa,
Dominando los altos ahuehuetes
Una montaña de verdor cubierta.

La mano de un gigante
Amontonó sus piedras,
Sobre las cuales fabricó un palacio,
Para propio solaz, un rey azteca.

Son espesos sus muros,
Angostas son sus puertas,
Y parece, mirado desde lejos,
Vetusta cripta en la extensión desierta.

Pega el nopal al muro
Sus espinosas pencas,
Y como cenicientos obeliscos
Los órganos tristísimos lo cercan.

No tiene escudo noble
Tan rara fortaleza,
Ni levadizo puente, ni ancho foso,
Ni rastrillo, ni glacis, ni poterna.

No guarda férreos cascos,
Ni lanzas, ni rodelas,
Ni resonó jamás en sus salones
La armadura brutal de la Edad Media.

Los señores que ha visto
Esgrimen arco y flecha,
Llevan al combatir desnudo el ****
Y adornada con plumas la cabeza.

Obscuros son sus ojos,
Sus cabelleras negras,
Su cutis, siempre al sol, color de trigo,
Sencillas sus costumbres y su lengua.

En tan triste palacio
Con sus damas se hospeda
Siempre sola, llorosa y resignada,
Como un lirio con alma, una princesa.

Y vive sin que nadie
A visitarla venga,
Que por rencor y celos y venganza
Víctima del amor allí la encierran.

Amó, cual amar saben
En su raza, en su tierra,
Las mujeres que encienden sus pupilas
Con la del alma inextinguible hoguera,

Un hermano celoso
De su pasión intensa,
Mató al indio bizarro que formaba
El culto terrenal de la doncella.

Y entonces con la rabia
Que electriza a las fieras,
Cuando el artero cazador destroza
Al cachorro que esconden en la cueva,

Ella tomó en sus manos
La macana de piedra
Y castigó a su hermano con un golpe
Que bien pudo arrancarle la existencia.

El padre, como ejemplo,
Como justa sentencia,
La alejó de su lado y encerróla,
Del viejo bosque en la mansión severa.

Y allí con la alborada,
Cuando la luz despierta,
Cuando en todas las ramas hay cantares
Y alza un himno de amor toda la selva,

Cuando se abren las fibras
Y en sus corolas tiemblan
Los pintados y errantes chupamirtos
Que de sabrosas mieles se alimentan,

Se oye como desciende,
Por las abruptas peñas,
Envuelta en un mantón de blancas plumas,
Seguida de sus damas, la Princesa.

Siempre al pisar el bosque
Toma la misma senda,
Para buscar el sitio apetecido
En que el placer y la delicia encuentra.

Allá, bajo las ramas
Más verdes, más espesas,
Y donde en haces de colores vivos
El sol naciente sus fulgores quiebra,

Engastada en el musgo
Cual líquida turquesa,
Convidando a la vida y al deleite,
Espejo del follaje, está la alberca.

El manantial fecundo
Al fondo borbotea,
Sin que nadie perciba sus rumores
Ni la quietud perturbe de la selva.

Dicen que cuando alguno
Se posa en sus arenas,
Queda encantado y con extraña forma,
Y el que a buscarlo va, jamás lo encuentra.

Por eso todos temen,
Y aún los hombres recelan,
Sumergirse en las ondas cristalinas
De una agua tan azul y tan serena.

Sólo la hermosa joven,
Cuando a los bordes llega,
Fija en el manantial una mirada
Que es la viva expresión de una promesa.

Deja el manto de pluma,
Sus cabellos destrenza,
Y a las caricias púdicas del agua,
Dando tregua al dolor, feliz se entrega.

Y míranse en las ondas
Las formas hechiceras,
Deslizarse flotantes y tranquilas
Como la flor que la corriente lleva.

Si el bello busto asoma,
Sobre los senos ruedan
Las gotas trasparentes y brillantes
Como si fuesen lágrimas o perlas.

Y cuando el cuerpo airoso
Quieto flotando queda,
Parece que el cristal azul y terso,
Enamorado sus contornos besa.

Semeja blanca ondina,
Ruborosa sirena,
Que, con un beso, el sol americano
Quemó su piel y la tornó trigueña.

¿Oís? cantan muy dulce
Las aves de la selva,
Las brisas no estremecen el ramaje,
Ni el heno gris en los sabinos tiembla.

El aire está suspenso,
Ningún rumor se eleva,
Porque en el viejo bosque centenario
Juega desnuda la gentil doncella.


Salta un instante al borde
De la azulosa terma,
Y los encantos que la dio natura
Sin velo encubridor al aire muestra.

Y escúchase de pronto
Un grito de sorpresa,
Cual lo lanzara el que soñó en un cielo
Y al fin, sin esperarlo, lo contempla.

Por el vetusto bosque,
El grito aquel resuena,
Y levanta los ojos espantados
La ninfa que en las aguas se refleja.

Y sin tino, temblando,
Pálida, como muerta,
Descubre entre las ramas de un sabino
De un ser desconocido la cabeza.

Es un amante osado,
Es un guerrero azteca,
Que adora a la doncella y la persigue,
Y hoy en su virgen desnudez la acecha.

Sin conceder más tiempo
De que sus formas vea,
Herida en su pudor la altiva joven
Se sumerge en el agua con violencia.

Y al manantial desciende
Y toca sus arenas,
Y se pierde a los ojos de sus damas
Y el guerrero la busca y no la encuentra.

Cruzaron varios soles
Por la azulada esfera,
Y nadie supo el postrimer destino
De aquella humana y púdica azucena.
Que allí quedó encantada,
Refieren las leyendas,
Y que al mediar los soles y las lunas
Flota sobre la líquida turquesa.

Su nombre ignoran todos,
Nadie ignora sus penas,
Y quedan de sus gracias como espejo
Los movibles cristales de la alberca.
Mateuš Conrad Mar 2017
by now i'm adamant at not finding a
publisher...
    what i call step higher
than writing and putting
it into my drawer...
by the way, who wants to
live a publishing furore that
only prescribes autobiographies
of footballers?!
   who?! the masses? the masses
will always do!
                 i'm drunk
and have a glum expression on my
(oink) face...
    piglets coming...
      i will own a michel de montaigne
and never read all of it...
       i guess darwinism is an answer...
literary selection comes with
the package...
             as does that question:
what's normal?
                    it's hard to base a heart
on it, more like facing up to a head
and still not knowing...
if we go through all the rubric of
existence we only arrive at:
the english were right... everyone else
was wrong... and to be frank?
i'd love to senda hundred zeppelins
in the direction where the saxons
succumbed to celt blood...
              what pretty songs...
a bit like unlearning that time when
ulysses asked wax to drip into his ears
while his men took to rigour and oar....
    hard to be the *****-man...
celt girls are pretty, don't get me wrong,
but i prefer to locate my own drinking spree;
celt men love their fantasy of a russian
oligarch princess... i had one for 5 months;
didn't bother settling down with her for life,
hence my ars poesis.
all the regrets you could figure out and master...
i have my drinking habits ready,
i didn't mind to write a moby ****
   or reymont's trilogy of the peasants
either... the glass if full: the gob is empty...
           the bed feels unslept in at 3 o'clock in
the afternoon, the cats are busy sharpening autism
in the garden...
         imitation:
feed it enough words so it becomes
fat?
    perfect excuse for a waterfall...
waking up i thought about the irony of
metallica losing its bassist in a car accident...
doesn't the rhythm section explain it?
isn't metallica the band that hates
bass?
                 it does have bass as intro...
devil's dance is probably the best insurance
leveraged song to example,
a few others fall into place,
but the rhythm guitar overtake the need for
bass, therefore the hush...
   yet there's this overpowering of drum,
i'm ego tripping with this music,
i want to hear bass prescribe the rhythm
and isn't it the case that those watchful of
ensuring rhythm make up too many rhymes?
rhyme | rhythm...
                  i need music to replicate
4 dwarfs *******...
bass, solo guitar and vocal, rhythm guitar
and drums...
alternatively bass, vocals, rhythm & solo guitar,
drums...
      4 oompa loompas prancing on the stage
and the maggot-pit of being part of the audience...
and that divergence spectrum akin to
a micro- / tele-        scope.
             you feeling the itch? my scalp is itchy,
i'm getting these thoughts and can't resort to
a pgf. file encoding... and i can't talk about it in
jpeg. like some god-horrid pic of your
former boyfriend's psychopathy of sending a ****-pick...
how about i take you to the zoo
and we watch penguins bathing?
     kowalski?!                                   hoy!
nugget fidgety crackers of concern,
    scheming critters that need you to invent toothpicks
that people, can suddenly become...
        you want a viking wielding an axe
on the opposite side to face that resonates as crux
comb-over... you don't want the pettiest of
the pettiest pickpocketers that steal from the dead...
you never take that to the plateau of nationhood,
that **** is inherent in singled-out individuals...
i am drunk, and i think i'm being lazy
with spelling... god help me...
      i'd freak out if i had a bukowski tactic
to back me up... dyslexics are apparently very good
with numbers... but they rarely tell you that they are,
good with numbers...
metallica is not too keen on bass: ba ba ***...
based on the concept of a hearing-aid;
you sometimes sop over the idea that it is there
at the beginning of a song... and then it: disappears!
magic... like the story of the original bassist for the band,
who died...
             maybe that's the reason that bass
is missing in all their works after his death, like some
sort of reperation currancy that extends into "the next life".
i want bass man... i really want bass to give it
proper polyphony, to give it layers...
but then again you can train an orangutan
to prance about on stage, crouching tiger farting monkey
look on his face;
  and all in all, the drunken humour i'll
never get to say at a party, if ever a party to attend, or if ever
needing to be funny.
i am starting to see the joke:
start slim,
  end:
                                                                                                   fat.
¡Desgraciado Almirante! Tu pobre América,
tu india virgen y hermosa de sangre cálida,
la perla de tus sueños, es una histérica
de convulsivos nervios y frente pálida.

Un desastroso espirítu posee tu tierra:
donde la tribu unida blandió sus mazas,
hoy se enciende entre hermanos perpetua guerra,
se hieren y destrozan las mismas razas.

Al ídolo de piedra reemplaza ahora
el ídolo de carne que se entroniza,
y cada día alumbra la blanca aurora
en los campos fraternos sangre y ceniza.

Desdeñando a los reyes nos dimos leyes
al son de los cañones y los clarines,
y hoy al favor siniestro de negros reyes
fraternizan los Judas con los Caínes.

Bebiendo la esparcida savia francesa
con nuestra boca indígena semiespañola,
día a día cantamos la Marsellesa
para acabar danzando la Carmañola.

Las ambiciones pérfidas no tienen diques,
soñadas libertades yacen deshechas.
¡Eso no hicieron nunca nuestros caciques,
a quienes las montañas daban las flechas!

Ellos eran soberbios, leales y francos,
ceñidas las cabezas de raras plumas;
¡ojalá hubieran sido los hombres blancos
como los Atahualpas y Moctezumas!

Cuando en vientres de América cayó semilla
de la raza de hierro que fue de España,
mezcló su fuerza heroica la gran Castilla
con la fuerza del indio de la montaña.

¡Pluguiera a Dios las aguas antes intactas
no reflejaran nunca las blancas velas;
ni vieran las estrellas estupefactas
arribar a la orilla tus carabelas!

Libre como las águilas, vieran los montes
pasar los aborígenes por los boscajes,
persiguiendo los pumas y los bisontes
con el dardo certero de sus carcajes.

Que más valiera el jefe rudo y bizarro
que el soldado que en fango sus glorias finca,
que ha hecho gemir al zipa bajo su carro
o temblar las heladas momias del Inca.

La cruz que nos llevaste padece mengua;
y tras encanalladas revoluciones,
la canalla escritora mancha la lengua
que escribieron Cervantes y Calderones.

Cristo va por las calles flaco y enclenque,
Barrabás tiene esclavos y charreteras,
y en las tierras de Chibcha, Cuzco y Palenque
han visto engalonadas a las panteras.

Duelos, espantos, guerras, fiebre constante
en nuestra senda ha puesto la suerte triste:
¡Cristóforo Colombo, pobre Almirante,
ruega a Dios por el mundo que descubriste!
VS May 2016
perfura-me os olhos
perpétuo motor da sombra

há tempo o que move esta senda
é o regurgitar do vômito
por obsessiva garganta
de um estômago de Cronos

entremeia com violência o claro e escuro
invalida pupilas uma vez ágeis
até que Sacra Dualidade seja conjunto vazio

e nega dadas respostas e insiste
que são impossíveis questões
num antigo e ébrio laço

encerra o deísmo em ti mesmo
macromania moral macerada em fermento
que tem por Sol os teus olhos

perfura-o pois
e encerra, agora,
suserano da perspectiva
A Jun 2019
Malam itu,
Ia memperlakukanku bak seorang putri
Kami berjalan-jalan berkeliling kota
dengan sepeda motor
Yang pernah ia ceritakan,
motor itu dibelikan ayahnya ketika ia berusia delapan belas
Tidak hanya berkeliling kota,
kami juga makan sepuluh tusuk sate padang di gerobak pinggir jalan
Bertukar cerita, bertukar senda gurau, atau bahkan bertukar lelucon yang sebenarnya tidak lucu satu sama lain
Aku suka dengan cara ia menggenggam tanganku,
mengusap lembut pucuk kepalaku,
dan memberikanku senyum terbaiknya

Tentu, tak hanya malam itu
Hari hariku selalu diwarnai olehnya
Sampai akhirnya malam ini,
ia meperlakukan perempuan lain; sama sepertiku dulu
Bedanya, itu bukan aku
En la playa sonora
De auras primaverales,
De las ondas azules del Sorrento
Mueren bajo frondosos naranjales,
Junto al seto, a la vera del camino,
Hay una tosca piedra,
Que mira indiferente el peregrino.
En ella oculta el alelí frondoso
Un nombre que jamás repite el eco.
Sólo a veces, si en busca de reposo
Errante pasajero se detiene,
Al ver el epitafio entre las hojas,
Ante la luz del moribundo día,
Mientras copiosas lágrimas derrama,
-«¡Diez y seis años!», suspirando clama;
«De morir no era tiempo todavía».
Mas, ¿a qué recordar esas escenas?
Dejad que gima el viento
y que murmuren las azules olas.
Yo no quiero llorar en mi aislamiento;
Quiero soñar con mi dolor a solas.

«¡Diez y seis años! ¡Sí, diez y seis
años!»
Torna a decir el pasajero. Y nunca
En una frente más encantadora
Esa edad fulguró; ni otras pupilas
Más hermosas el brillo reflejaron
De esas playas ardientes e intranquilas.
Hoy en vano la llamo:
¡Sólo el alma responde a mi reclamo!
Pero la siento en mí, y a verla vuelvo;
La vuelvo a ver como en felices días,
De puras e inocentes alegrías,
Cuando fijos en mí los negros ojos,
Cual astros en ignota lontananza,
Me hablaba de su amor entre sonrojos,
Y yo, de mi pasión y mi esperanza.
Bien me acuerdo: ondulaban sus cabellos
Del aura al soplo acompasado y blando;
En torno el viento aromas derramaba;
Del trasparente velo se pintaba
La sombra en su mejilla,
y distintos se oían los cantares

Del pescador en la desierta orilla.
y de pronto mostrándome la luna,
Flor de la noche bruna,
y las espumas de la mar, me dijo:
-«¿Por qué llena de luz el alma siento?
Jamás el firmamento
Donde la estrella del amor nos mira;
Jamás esas arenas donde vienen
Las olas a morir; esas enhiestas
Montañas cuyas crestas
Tiemblan entre los cielos, y los bosques
En torno a la ensenada;
Las luces de la costa abandonada
y del nocturno pescador el canto
Halagaron cual hoy mi fantasía...
¡Nunca infundieron en el alma mía
Este que siento, celestial encanto!
»¿No volveré a soñar cual sueño ahora
En embriagante calma?
¿Es que en los cielos asomó la aurora
O es que una estrella se encendió en mi alma?
Hijo de la mañana, ¿son las noches
De tu país tan bellas
Como esta que a mi lado estás mirando
Tachonada de fúlgidas estrellas?»
Luego la virgen se acercó a la madre
Que la escuchaba cerca del ribazo,
Le dio un beso en la frente,
y quedose dormida en su regazo.

Mas, ¿a qué recordar esas escenas?
Dejad que gima el viento
y que murmuren las azules olas.
Yo no quiero llorar en mi aislamiento;
¡Quiero soñar con mi dolor a solas!
¡Cuánto candor en su mirada! ¡Cuánta
Inocencia en sus labios seductores!
¡Quién no hubiera creído en ese instante
Ver concentrados en su alma virgen
Del cielo de su patria los fulgores!
El bello lago de Nemí, que nunca
Un soplo arruga, es menos trasparente;
Jamás pudo ocultar sus pensamientos;
Sus ojos, de su espíritu trasunto,
Los revelaban sin quererlo al punto.
Todo jugaba en ella; y la sonrisa,
Que es con los años contracción de duelo,
Siempre brillaba en sus carmíneos labios
Como arco-iris en radiante cielo.
Ninguna sombra oscureció su rostro;
y si libre los campos recorría,
Cual suelta mariposa,
Una límpida ola parecía
Coronada de luz esplendorosa.
Corría por correr, y su armoniosa
y halagadora voz, arpegio tierno
De su alma pura, que era un canto eterno,
Alegraba hasta al aura rumorosa.

Fue la primer imagen
Que se imprimió en su corazón la mía,
Como la luz en los dormidos ojos
Que se abren con el día.
Desde que amó, fue amor el Universo;
Confundió mi existencia,
Mi existencia entre lágrimas y abrojos,
Con su vida de paz y de inocencia;
Palpitó con mi alma, y formé parte
Del mundo que flotaba ante sus ojos,
De todos sus anhelos,
De la efímera dicha de la tierra
y la eterna esperanza de los cielos.
No pensaba ni en tiempo ni en distancia,
Ni existía el pasado en su memoria,
Pues para ella la vida era el presente.
Todo su porvenir fueron las tardes
De aquellos días de celeste gloria.
Entregó a la Natura
Su corazón, sin sombra de pecado,
y a la plegaria pura
Que de su huerto con las blancas flores
Iba a esparcir en el altar amado.
y de la mano, como niño humilde,
Me conducía al templo de la aldea,
y de rodillas me decía quedo:
«¡Reza conmigo! ¡Sin tu amor, bien mío,
El cielo mismo comprender no puedo!»

¿No veis el agua azul y trasparente
Al abrigo del aura vagabunda
y del sol encendido,
En el estanque de la clara fuente?
En él un blanco cisne
Nada, de su hermosura haciendo alarde,
y oculta el cuello en el cristal bruñido
Donde tiembla la estrella de la tarde.
Pero si a nuevas fuentes alza el vuelo,
La clara linfa con el ala azota
y extinta queda la visión del cielo.
y con las plumas que dejó deshechas,
Como arrancadas por astuto buitre,
y con la arena que del fondo brota,
El estanque, antes puro,
Que las estrellas reflejaba en calma,
Queda revuelto al fin, triste y oscuro.
Así, cuando partí, todo en su alma
Lo revolvió el dolor; su luz muriente
Huyose al cielo a no volver; y cuando
Vio, sola y afligida,
Su más bella ilusión desvanecida,
Se despidió del porvenir, que goces
No le ofrecía en su abandono aciago;
No disputó su vida al sufrimiento,
Alzó la copa del dolor tranquila
y la apuró de un trago,
En tanto que en su lágrima primera
Ahogaba el corazón; y como el ave

Cuando el sol en los mares se sepulta,
Para dormir oculta
La cabeza en el ala entumecida,
Se envolvió en su tristeza abrumadora,
y se durmió también... pero en la aurora,
En la risueña aurora de su vida.
Mas,  ¿a qué recordar esas escenas?
Dejad que gima el viento
y que murmuren las azules olas,
Yo no quiero llorar en mi aislamiento,
¡Quiero soñar con mi dolor a solas!
En su lecho de tierra ya ha dormido
Muchos años, y nadie
Quizá a llorar a su sepulcro ha ido,
y tal vez en la senda
Que a su postrer asilo conducía.
Se encontrará extendido
El segundo sudario de los muertos,
El implacable olvido.
Nadie esa piedra ya medio borrada
Con una flor visita;
Nadie solloza allá, nadie medita.
Sólo mi pensamiento en esa tumba
Ruega contrito, si remonto el vuelo
De este bullicio, donde sufre el alma,
A otra región de amor, de luz y calma,
y al corazón demando esas queridas

Prendas que ya no existen, y columbro
En las sombras calladas
Sus luminosas huellas,
y lloro tantas fúlgidas estrellas
En mi nublado cielo ya apagadas.
La primera ella fue, mas el divino
y dulce resplandor que en torno vierte
Aun alumbra mi lóbrego camino,
De errante peregrino,
De errante peregrino hacia la muerte.
Un espinoso arbusto
De pálida verdura
Crece junto a su humilde sepultura;
Por el sol calcinado
y por los vientos de la mar batido,
Vive en la roca, sin prestarle sombra,
Como un pesar en corazón herido.
El polvo de la ruta
Blanqueó su follaje, y a la tierra
Baja a servir de pasto
A la cabra montés. Como de nieve
Limpio copo, al nacer la primavera,
Brota en él una flor; mas, ¡ay!, en breve,
Antes de dar al aura lisonjera
Su aroma regalado,
La arranca de su tallo el viento airado,
Cual la vida apagada por la muerte
Antes que al corazón haya halagado

Un ave solitaria el vuelo posa
Sobre una rama que se dobla, y canta
Con voz entristecida,
Cuando cae la tarde silenciosa.
¡Oh, dime, flor marchita sobre el lodo,
Flor que tan pronto marchitó la vida!,
¿No hay otra vida en que renace todo?
Volved a mi memoria,
Tristes recuerdos de esa triste historia;
Volved, recuerdos de mi amor primero,
A traer a mi espíritu la calma.
Ve, pensamiento, a donde va mi alma...
¡Mi corazón rebosa, y llorar quiero!
Galerías del alma... ¡El alma niña!
Su clara luz risueña;
y la pequeña historia,
y la alegría de la vida nueva...
 ¡Ah, volver a nacer, y andar camino,
ya recobrada la perdida senda!
 Y volver a sentir en nuestra mano
aquel latido de la mano buena
de nuestra madre... Y caminar en sueños
por amor de la mano que nos lleva.     En nuestras almas todo
por misteriosa mano se gobierna.
Incomprensibles, mudas,
nada sabemos de las almas nuestras.
 Las más hondas palabras
del sabio nos enseñan
lo que el silbar del viento cuando sopla
o el sonar de las aguas cuando ruedan.
En crespa tempestad del oro undoso
Nada golfos de luz ardiente y pura
Mi corazón, sediento de hermosura,
Si el cabello deslazas generoso.
Leandro, en mar de fuego proceloso,
Su amor ostenta, su vivir apura;
Ícaro, en senda de oro mal segura,
Arde sus alas por morir glorioso.
Con pretensión de Fénix encendidas
Sus esperanzas, que difuntas lloro,
Intenta que su muerte engendre vidas.
Avaro y rico y pobre, en el tesoro
El castigo y la hambre imita a Midas,
Tántalo en fugitiva fuente de oro.
El humo azul, azul,
entre mis dedos,
inscribiendo en el aire
su delirio
y mal llovido
a espesos lagrimones,
ese arrítmico trote
desvalido,
enlutando los sueños,
los balcones;
mientras ya en el recuerdo
el tiempo muerto,
aquí voraz insecto,
noche en celo,
latido de persiana
o ritmo grillo,
es también clara senda que bordea
bajo pinos
la tarde y la ladera,
para luego perderse
entre azoteas
o en la turbia corriente
de estas venas,
de gustos recatados y viajeros,
que riega caracoles donde suena
la muerta voz sepulta en la madera
o el rumor interior
de la penumbra
que sustentan mis huesos,
junto al humo
y a cuanto no comprendo
y me circunda:
débil hoja dormida que despierta
y suspira, se queja, se da vuelta,
balbuceo de cielo en desamparo.
ni mis pálidas uñas ¡tan siquiera!;
mientras vuelvo a tu encuentro
azar, memoria,
en busca de callejas marineras
que en plena resolana de naranjas
bajaban, con sus redes, a una playa,
o en los labios ya un gusto a madrugada
-¿qué recuerdo se asoma a esa ventana?-
me aproximo a mujeres amapola
-¿por qué, por qué amapola?-
entre zaguanes
de aliento canallesco y voz gastada,
tan cerca, en este instante,
entre la borra
nocturna, aquí también,
¡y tan amarga!
-allá lejos, ¿por qué
siempre amapola?-
ya casi colindando con la aurora.
Cual gótico castillo legendario,
Sobre praderas de esmeralda amenas,
Levantas en el campo solitario,
Junto al humilde, alegre campanario,
Tu frontón coronado por almenas.

¡A cuánto bienestar tu calma invita!
En ti reina la paz que ardiente anhelo
Para aliviar la pena que me agita.
¡Cuánta envidia me da tu cruz bendita,
Que alza sus brazos al azul del cielo!

¡Cómo envidio a la parda golondrina
Que cuelga aquí su nido cariñosa,
Y libre va del llano a la colina!
¡Cómo envidio a la fuente cristalina,
Que tu jardín alegra rumorosa!

El combate del mundo me ha dejado
Enfermo el corazón, el alma fría,
Triste el presente, el porvenir nublado,
Y para siempre yerto y apagado
El que fue sol de la esperanza mía.

Huyeron ya veloces y traidoras,
De falso brillo y de ponzoña llenas,
Las que juzgué mis dichas seductoras;
Y en cambio quedan mis amargas horas,
Mis duelos tristes y mis hondas penas!

¡Oh apetecible soledad tranquila,
Donde la fe del alma no se pierde
Ni la razón desmaya ni vacila,
Y en que alegran la mente y la pupila.
El cielo azul y la llanura verde!

¡Qué venturosa vive en la cabaña
La familia del rudo campesino,
A la que Dios bendice y acompaña!
¡Cuánto misterio celestial entraña
La cruz clavada al borde del camino!

¿Quién, ya sin paz, sin ilusión alguna,
Como yo, en las tormentas de la vida,
No tiene envidia a la ignorada cuna
De los seres que labran su fortuna
Por la senda más dulce y escondida?

¿Quién pudiera borrar de la memoria
Tantos recuerdos tristes que ennegrecen
Las breves hojas de mi humilde historia?
¡Los lauros del amor y de la gloria,
Ni yo los busco, ni en mi huerto crecen!

Qué son esos aplausos, ese acento
Que nos embriaga y nos alienta a veces,
Humo fugaz que desbarata el viento,
Al vernos apurar, sin un lamento,
El cáliz del dolor hasta las heces.

¡Oh sagrada amistad, sol de consuelo,
Eterno culto que mi pecho abriga,
Único alivio a mi constante duelo,
Única estrella de mi triste cielo,
Deja que con el alma te bendiga.

No es verdad que en el mundo todo muere;
No es verdad que en el mundo todo es vano:
Si alguien nos odia, alguno nos prefiere;
Y detrás de la mano que nos hiere,
Siempre acude a salvarnos otra mano.

Vos lo sabéis, señora: en la violenta
Tempestad de mi vida, hallé una palma
Que me prestó su amparo en la tormenta;
Dios la bendice, la virtud la alienta.
Y yo le doy la gratitud del alma.

Y vos, de alta virtud hermoso ejemplo,
Tesoro de talento y poesía,
A quien siempre magnánima contemplo:
Benévola acoged en vuestro templo
Las tristes notas de la lira mía.

Que os hablen de la vida sosegada
Que ofrece, sin zozobra ni temores,
La hermosa estancia para vos formada;
Y estos versos de un alma desgarrada,
Cayendo a vuestros pies, cámbiense en flores.
La pasión con que te adoro es la espléndida pureza
de las flores del altar, es el lánguido desmayo
que domina a los amantes cuando sienten la cabeza
de la virgen desposada en su pecho descansar;
la pasión con que te adoro es tan blanca como rayo
de la luna, que se mira en la vidriera atravesar.
Son tan puros mis amores cual las ansias ignoradas
con que besan a la espuma los nenúfares del río
al brillar entre el boscaje las luciérnagas doradas;
las ternuras que te guardo no se han muerto con el frío:
son las únicas ternuras que han quedado inmaculadas
en el fondo cenagoso de mi espíritu sombrío.
Al sentir que vuela a ti mi fe última de niño
te consagro la sublime floración de mi cariño
porque brillas con fulgores de divina refulgencia
en las sombras impalpables que han envuelto mi existencia
cual destello cintilante de las luces de algún astro
o cual nítida blancura de una estatua de alabastro.
He mirado indiferente el amor de otras mujeres
porque sólo tú no dejas el hastío de los placeres,
porque sólo a tu mirada temblorosa de pasión
se arrodillan las más puras ilusiones de mi infancia,
y quisiera saturar el marchito corazón
de tu alma de querube con la púdica fragancia.
De mi alma contemplé la blancura ya perdida,
y al buscar amores castos por la senda del camino
sólo tú le respondiste al doliente peregrino,
pues mi espíritu manchado de tu espíritu es hermano,
y embalsama tu pureza los dolores de mi vida
cual perfuma la azucena el ambiente del pantano.
Fe levantas, sueño de oro, en mi alma que te espera,
cual se aleja en las mañanas de los días la primavera,
cuando trinan las calandrias en las verdes enramadas
la plegaria gemebunda de los bronces del santuario,
cual la hostia se levanta en las ondas azuladas
de los círculos ligeros que despide el incensario.
Cuenta Barbey, en versos que valen bien su prosa,
una hazaña del Cid, fresca como una rosa,
pura como una perla.  No se oyen en la hazaña
resonar en el viento las trompetas de España,
ni el azorado moro las tiendas abandona
al ver al sol el alma de acero de Tizona.Babieca descansando del huracán guerrero,
tranquilo pace, mientras el bravo caballero
sale a gozar del aire de la estación florida.
Ríe la Primavera, y el vuelo de la vida
abre lirios y sueños en el jardín del mundo.
Rodrigo de Vivar pasa, meditabundo,
por una senda en donde, bajo el sol glorioso,
tendiéndole la mano, le detiene un leproso.Frente a frente, el soberbio príncipe del estrago
y la victoria, joven, bello como Santiago,
y el horror animado, la viviente carroña
que infecta los suburbios de hedor y de ponzoña.Y al Cid tiende la mano el siniestro mendigo,
y su escarcela busca y no encuentra Rodrigo.
-¡Oh, Cid, una limosna! -dice el pobrecito.
                                     
                                 
-Hermano,
¡te ofrezco la desnuda limosna de mi mano!
-dice el Cid; y, quitando su férreo guante, extiende
la diestra al miserable, que llora y que comprende.Tal es el sucedido que el Condestable escancia
como un vino precioso en su copa de Francia.
Yo agregaré este sorbo de licor castellano:Cuando su guantelete hubo vuelto a la mano,
el Cid siguió su rumbo por la primaveral
senda.  Un pájaro daba su nota de cristal
en un árbol.  El cielo profundo desleía
un perfume de gracia en la gloria del día.
Las ermitas lanzaban en el aire sonoro
su melodiosa lluvia de tórtolas de oro;
el alma de las flores iba por los caminos
a unirse a la piadosa voz de los peregrinos
y el gran Rodrigo Díaz de Vivar, satisfecho,
iba cual si llevase una estrella en el pecho.
Cuando de la campiña, aromada de esencia
sutil, salió una niña vestida de inocencia,
una niña que fuera una mujer, de franca
y angélica pupila, y muy dulce y muy blanca.
Una niña que fuera un hada, o que surgiera
encarnación de la divina Primavera.Y fue al Cid y le dijo: «Alma de amor y fuego,
por Jimena y por Dios un regalo te entrego,
esta rosa naciente y este fresco laurel».
Y el Cid, sobre su yelmo las frescas hojas siente,
en su guante de hierro hay una flor naciente,
y en lo íntimo del alma como un dulzor de miel.
Cargado voy de mí, veo delante
Muerte que me amenaza la jornada;
Ir porfiando por la senda errada
Más de necio será que de constante.
Si por su mal me sigue ciego amante
(Que nunca es sola suerte desdichada),
¡Ay! vuelva en sí y atrás: no dé pisada
Donde la dio tan ciego caminante.
Ved cuán errado mi camino ha sido;
Cuán solo y triste, y cuán desordenado,
Que nunca así le anduvo pie perdido:
Pues por no desandar lo caminado,
Viendo delante y cerca fin temido,
Con pasos que otros huyen le he buscado.
Perdí tu presencia,
pero la hallaré;
pues oculta ciencia
dice a mi conciencia
que en otra existencia
te recobraré.

Tú fuiste en mi senda
la única prenda
que nunca busqué;
llegaste a mi tienda
con tu noble ofrenda,
¡quén sabe por qué!

¡Ay!, por cuánta y cuánta
quimera he anhelado
que jamás logré...,
y en cambio, a ti, santa,
dulce bien amado,
te encontré a mi lado,
¡quién sabe por qué!

Viniste, me amaste;
diez años me amaste;
diez años llenaste
mi vida de fe,
de luz y de aroma;
en mi alma arrullaste
como una paloma,
¡quién sabe por qué!

Y un día te fuiste:
¡Ay triste!, ¡ay triste!;
pero te hallaré;
pues oculta ciencia
dice a mi conciencia
que en otra existencia
te recobraré.
Un musical manto regio
pliega en mi oído la brisa:
Es el dulce florilegio
del arpegio
de tu risa...

¡Ríe!... Cuando en mi alma oscura
la pena oficia en su misa,
me da un chorro de luz pura
la dulzura
de tu risa...

¡Ríe!... Cuando en mis cantares
la lágrima se divisa,
desensarta mis collares
de pesares
con tu risa..

¡Ríe!... Si mi herida planta
en mi senda abrojos pisa,
me consuela tu garganta,
si en ella canta
tu risa...

¡Ríe!... Que cuando deploro
que la ilusión de va aprisa,
y la juventud valoro,
cuando un tesoro sonoro
es el oro 1
de tu risa....

¡Ríe!... Que a mi Destino
deja mi andanza indecisa,
bifurcando mi camino,
me da esperanza  y fe, el trino
peregrino
de tu risa...

¡Ríe, pues! ¡Que eternamente,
dentro de mi alma sumisa
a su hechizo sugerente,
tal como un soplo de brisa,
como una lírica fuente,
cante tu risa...!
Nienke Sep 2017
preocupando por ti
el sentimiento del disturbio
con un poco de temor

ya no me importa mucho
es que no tengo ganas de sentir
pero lo que sí me importa

esperando que no cayes
nunca más
porque quiero ver tu camino a la luz

aunque no te interesa la senda que tomo yo
que estoy mejorando mi alma, mi vida
otras chicas, por favor dejame en paz

te odio
pero te amo
Y pensar que extraviamos
la senda milagrosa
en que se hubiera abierto
nuestra ilusión, como perenne rosa...
Y pensar que pudimos
enlazar nuestras manos
y apurar en un beso
la comunión de fértiles veranos...
Y pensar que pudimos
en una onda secreta
de embriaguez, deslizarnos,
valsando un vals sin fin, por el planeta...
Y pensar que pudimos,
al rendir la jornada,
desde la sosegada
sombra de tu portal y en una suave
conjunción de existencias,
ver las cintilaciones del Zodíaco
sobre la sombra de nuestras conciencias...
En la amplitud benigna del contorno
y rompiendo el mutismo del paisaje
flotan como poema de consuelo
las estrofas metálicas
de las torres parleras;
retratan el matiz de la llanura
en su inmóvil pupila
las vacadas dispersas en la margen
del río que abandona en su corriente
sus vellones de armiño
y refleja del puente en las columnas
su música de acentos virgilianos;
y parece que el alma de las cosas
más imponentes del nativo suelo
me saluda con voces fraternales.
El rumor de una interna clarinada
resucita del fondo de mi mente
a los preclaros héroes del terruño
y me siento orgulloso de la sangre
que hincha mis arterias juveniles;
miro que están en pie los viejos muros
de la casa paterna
y con los hilos frágiles del sueño
reconstruyo el momento de la dicha;
las jardines fragantes
disipan con sus prados luminosos
las obstinadas nieblas de mi invierno,
y con su nota azul me torna alegre
la familiaridad de las montañas.
Vuelvo otra vez a tu clemente asilo,
tierra de amor donde mis ojos vieron
de la existencia las primeras luces,
y al llegar a tu abrigo me conforto
con el sano perfume de tus brisas;
en el mudo jardín de mi tristeza
evocan las escenas de la infancia
de la dicha los pájaros locuaces;
oigo la voz solemne del pasado
sonar alegremente en el silencio
de mis desolaciones interiores;
y al ver el apiñado caserío
que guarda entre sus muros paternales
a la mujer que iluminó mi senda
haciendo que brotara mi cariño
en románticas flores,
miro apuntar la aurora sonriente
en la noche sin fin de mi congoja,
charlando en los aleros de mi alma
la errante golondrina del recuerdo.
¡Oh tierra bendecida que idolatro
con el más reverente de los cultos,
con qué júbilo inmenso reconozco
la religiosidad de tus matronas
y la hidalga nobleza de tus hijos!
En tu regazo amante se mitiga
el rigor de mis duelos incurables,
me das el dulce título de hermano
y con ansias anhelo,
como en un insinuante panteísmo,
ser el bronce que suena en tus esquilas,
una roca prendida en tus picachos
o un álamo llorón junto a las tapias
de tu dormido y grave cementerio.
Yo tengo en el hogar un soberano
Único a quien venera el alma mía;
Es su corona de cabello cano,
La honra es su ley y la virtud su guía.
En lentas horas de miseria y duelo,
Lleno de firme y varonil constancia,
Guarda la fe con que me habló del cielo
En las horas primeras de mi infancia.
La amarga proscripción y la tristeza
En su alma abrieron incurable herida;
Es un anciano, y lleva en su cabeza
El polvo del camino de la vida.
Ve del mundo las fieras tempestades,
De la suerte las horas desgraciadas,
Y pasa, como Cristo el Tiberíades,
De pie sobre las horas encrespadas.
Seca su llanto, calla sus dolores,
Y sólo en el deber sus ojos fijos,
Recoge espinas y derrama flores
Sobre la senda que trazó a sus hijos.
Me ha dicho: «A quien es bueno, la amargura
Jamás en llanto sus mejillas moja:
En el mundo la flor de la ventura
Al más ligero soplo se deshoja.
»Haz el bien sin temer el sacrificio,
El hombre ha de luchar sereno y fuerte,
Y halla quien odia la maldad y el vicio
Un tálamo de rosas en la muerte.
»Si eres pobre, confórmate y sé bueno;
Si eres rico, protege al desgraciado,
Y lo mismo en tu hogar que en el ajeno
Guarda tu honor para vivir honrado.
»Ama la libertad, libre es el hombre
Y su juez más severo es la conciencia;
Tanto como tu honor guarda tu nombre,
Pues mi nombre y mi honor forman tu herencia.»
Este código augusto, en mi alma pudo,
Desde que lo escuché quedar grabado;
En todas las tormentas fue mi escudo,
De todas las borrascas me ha salvado.
Mi padre tiene en su mirar sereno
Reflejo fiel de su conciencia honrada;
¡Cuánto consejo cariñoso y bueno
Sorprendo en el fulgor de su mirada!
La nobleza del alma es su nobleza,
La gloria del deber forma su gloria;
Es pobre, pero encierra su pobreza
La página más grande de su historia.
Siendo el culto de mi alma su cariño,
La suerte quiso que al honrar su nombre,
Fuera el amor que me inspiró de niño
La más sagrada inspiración del hombre.
Quisiera el cielo que el canto que me inspira
siempre sus ojos con amor lo vean,
Y de todos los versos de mi lira
Estos dignos de su nombre sean.
30
¡Cuando te marchas, qué inútil
buscar por dónde anduviste,
seguirte!
Si has pisado por la nieve
sería como las nubes
-su sombra-, sin pies, sin peso
que te marcara.
Cuando andas
no te diriges a nada
ni hay senda que luego diga:
«Pasó por aquí.»
Tú no sales del exacto
centro puro de ti misma:
son los rumbos confundidos
los que te van al encuentro.
Con la risa o con las voces
tan blandamente
descabalas el silencio
que no le duele, que no
te siente:
se cree que sigue entero.
Si por los días te busco
o por los años
no salgo de un tiempo virgen:
fue ese año, fue tal día,
pero no hay señal:
no dejas huella detrás.
Y podrás negarme todo,
negarte a todo podrás,
porque te cortas los rastros
y los ecos y las sombras.
Tan pura ya, tan sin pruebas
que cuando no vivas más
yo no sé en qué voy a ver
que vivías,
con todo ese blanco inmenso
alrededor, que creaste.
¡Cómo resbala el agua por mi espalda!
              ¡Cómo moja mi falda,
Y pone en mis mejillas su frescura de nieve!
              Llueve, llueve, llueve,

              Y voy, senda adelante,
Con el alma ligera y la cara radiante,
              Sin sentir, sin soñar,
Llena de la voluptuosidad de no pensar.

              Un pájaro se baña
En una charca turbia. Mi presencia le extraña,
Se detiene... Me mira... Nos sentimos amigos...
¡Los dos amamos muchos cielos, campos y trigos!

              Después es el asombro
De un labriego que pasa con su azada en el hombro.

              Y la lluvia me cubre
De todas las fragancias que a los setos da octubre.

Y es, sobre mi cuerpo por el agua empapado,
Como un maravilloso y estupendo tocado
De gotas cristalinas, de flores deshojadas
Que vuelcan a mi paso las plantas asombradas.

              Y siento, en la vacuidad
Del cerebro sin sueños, la voluptuosidad
Del placer infinito, dulce y desconocido,
              De un minuto de olvido.

              Llueve, llueve, llueve,
Y tengo, en alma y carne, como un frescor de nieve.
¡Oh pobres almas nuestras
que perdieron el nido
y que van arrastradas
en la falsa corriente del olvido!
Y pensar que extraviamos
la senda milagrosa
en que se hubiera abierto
nuestra ilusión, como perenne rosa.
Pudieron deslizarse,
sin sentir, nuestras vidas
con el compás romántico
que hay en las músicas desfallecidas.
Y pensar que pudimos
enlazar nuestras manos
y apurar en un beso
la comunión de fértiles veranos.
Y pensar que pudimos,
al acercarse el fin de la jornada,
alumbrar la vejez en una dulce
conjunción de existencias,
contemplando, en la noche ilusionada,
el cintilar perenne del Zodíaco
sobre la sombra de nuestras conciencias...
Mas en vano deliro y te recuerdo,
oh virgen esperanza,
oh ilusión que te quedas
en no sé qué lejanas arboledas
y en no sé qué remota venturanza.
Sigamos sumergiéndonos... Mas, antes
que la sorda corriente
nos precipite a lo desconocido,
hagamos un esfuerzo de agonía
para salir a flote
y ver, la última vez, nuestras cabezas
sobre las aguas turbias del olvido.
Yo odio a la luna. La luna me embruja
Y me pone triste con su faz de bruja.
Tan triste me pone que a veces parece
Que en mi alma un ***** ciprés se estremece.

Bajo su luz clara mi alma queda inerte
Y es como un guiñapo con olor a muerte.
Bajo su luz clara , tan estéril es
Como un prado ***** cubierto de pez.

Cavadora blanca, con su azada ahonda
El pozo sombrío de mi pena honda,
Y con sus dos largas manos de cristal,
Derrama en ni¡ senda puñados de sal.

Aunque cubra el ascua de mi angustia viva
Con grises cenizas, la bruja, de arriba
Me arroja su soplo y reanima el fuego,
Ciega a todo llanto, sorda a todo ruego.

            ¡No podré olvidar
Mientras a la luna tenga que mirar!
            ¡Clamo la ceguera!
¡Quién no ver su lumbre nunca nmás, me diera!
Sundari Mahendra Nov 2017
Menanti adalah pekerjaan yang melelahkan
Apalagi bila tidak ada yang dikerjakan
Sendiri dan berdiam diri
Duduk, berdiri, berbaring sehari-hari

Menanti adalah pekerjaan yang menyenangkan
Bila diisi dengan kegiatan
Keramaian, senda guraun kawan dan teman
Tiada rasa waktu pun lewat

Menanti hari-hari ku
Menanti kegembiraanku
Menanti datang Mu
Menjemput jiwaku.....
A Oct 2019
kelap kelip,
lampu kota,
jakarta,
22.30
balkon,
senda gurau,
tertawa,
peluk,
saling tatap,
segala,
rencana,
bahagia,
berdua.

--

redup,
jakarta,
02.­10
tanpa kata,
sendiri,
marah,
kecewa,
kandas,
semua rencana,
menua,
bersama.

— The End —