Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
Klo Sifa Jul 2015
aku adalah bulan purnama yang ada di atas jalanmu.
Menerangi dengan redup sehingga kau tak peduli.
Namun ada dan menjaga. walau sedikit signifikansi bagi anda.

Keelokan ku tak terlihat bagi siapa saja. sembarangan. Aku barang mahal. kau perlu congkak dan mendongak untuk melihat.

Tenang saja, aku bukan seperti saudaraku yang satu itu. Terlalu membutakan sampai kau tak sanggup memandang.

Agar bisa kau sawang aku redup.

Sekarang kutanya

Kurang sayang apa aku padamu?
Terinspirasi dari jalan yang selalu dilalui penulis setiap pulang ke kos di daerah Kober, Depok.
Noandy Sep 2016
Setanmu itu,

Ia masih menghampiriku
Duduk di ujung kuku kakiku
Untuk mengaji
Agar aku tidak pernah lupa
Pada satu pertanyaannya:

Mengapa
Aku sampai membakar diri
Untuk menjual jiwa
Pada nyala sepercik
Padahal lamanya
Tak lebih dari sedetik

Kenapa, tanyanya,
Aku terbaring siang dan malam
Dengan jarum-jarum
Di sekujur tubuh
Yang dengan sendiri kutusuk

Kenapa,
Balik kutanya,
Kenapa
Aku masih di sini?
Klo Sifa May 2016
Kau membuatku bingung Raja.

Sebentar bersikap sehangat matahari pagi, sebentar sedingin tiga perempat malam.

Kau membuatku bimbang Raja.

Aku tak tahu harus bersikap bagaimana.

Aku sudah bertanya pada jalan yang setia menyaksikan kau mengantarku pulang.

Mereka diam.

Aku semakin gelisah.

Karena bahkan jika jalan yang setia diam jika kutanya, bagaimana mungkin kau punya jawaban Raja?

Hatimu tak lebih teguh dari daun yang tertiup jatuh.

Lantas aku harus bagaimana?
Diadema L Amadea Jun 2021
aku susun susun batu
kujadikan sebuah benteng
cukup kuat untuk beberapa waktu

malam malam ada yang mengunjungiku
datang datang memakai lonceng
cukup gaduh jadinya tidurku

coba kututup telingaku
sial! tambah keras itu suara lonceng!
sulit tidur, akhirnya kubangkit untuk cari tau

dari benteng, kuambil sepotong batu
terlihat sesosok manis tersenyum lebar
bukan main, tidak karuan hatiku


kutanya,
"kenapa kamu kesini?"
"aku ingin mengajakmu main, sepertinya akan seru"
"aku tidak mau, aku lelah"
"ayolah, nanti kita memetik buah beri liar di hutan"
"aku lelah, lagipula siapa kamu?"
"nanti kamu aku gendong. aku gabungan dari semangka dan tembakau, salam kenal"
"aku tidak tanya kamu itu apa tapi siapa kamu!"

lalu sosok itu mengambil beberapa batu yang ada di benteng
"aku gabungan semangka dan tembakau, ayo ikut!"
tanpa lama, sosok itu mengambil tanganku dan dibawanya lari menuju dalamnya hutan
lalu aku? akupun juga heran kenapa tidak ada penolakan
rambutnya yang tertiup angin hutan dan terkena cahaya matahari yang samar samar masuk dari banyaknya daun membuatku tersenyum sembari ikut berlari bersamanya

"sudah sampai!"

sosok itu tersenyum lebar dan puas

"katanya kamu akan menggendong aku, mana?"
"hehe maaf, lupa. habis saking semangatnya sih.. tunggu sini ya aku akan memetik beri"
"aku tidak ikut?"
"tidak usah, kamu istirahat di bawah pohon itu saja nanti aku menyusul"

akupun duduk dan bersender dibawah pohon besar itu
terlihat antusias sekali, padahal hanya memetik beri

"lucu"

kalimat itu keluar dengan mudah dari mulutku
tunggu, kenapa aku pikir dia lucu?
dia hanya gabungan semangka dan tembakau
itu aneh, dasar gila

"ini sudah selesai, ayo makan"

nyaman sekali berada dekatnya
senang sekali melihat matanya
iya mata itu yang sesekali ikut tersenyum saat sosok itu menatapku
aneh lagi, rasanya hatiku mau runtuh saat itu

"sudah kenyang, ayo main lagi"
"tidak mau, aku kan bilang aku capek"
"oh baiklah, sini"

sosok itu membawa kepalaku ke pangkuannya dengan lembut dan tiba tiba

"eh?!"
"sudah tidak apa apa, kamu tidur saja nanti aku yang berjaga"
"tidak mau aku takut, aku belum kenal kamu"

kecupan manis dan sedikit pahit meluncur di bibirku
tuhan! aku seperti mau meledak

"tidak usah takut, aku pemegang rekor"
"hahahaha rekor apa? ngaco!"

suaraku mulai terbata bata namun tidak ingin terlihat gugup

"sudah ya kamu tidur saja, istirahat"

kembali ia mengusap ngusap rambutku
nyaman
hangat
tenang


"brukkk!"

suara keranjang jatuh tepat beberapa meter dibawah kakiku
aku bangun melihat sekitar

"kemana?"

semangka tembakau sudah lenyap dari pandanganku
ingin kuberanjak pulang namun tertahan

"aku masih ingin menunggu"
"tunggu, untuk apa?"
"untuk temu bodoh"
"apa gunanya temu?"
"tapi aku masih ingin menunggu"
"aku rindu"

suara suara sialan itu menyeruak didalam kepala

kududuk didekat pohon besar sambil menunggu
memakan beri yang masih tersisa sedikit di keranjang


tidak terasa sudah larut
suara suara binatang, hmm ataukah monster itu sudah bersahut sahutan

"aku takut"
"tapi aku masih ingin temu"
"aku harus menunggu"

begitulah kebodohan aku
malam malam
di hutan
sendirian
menunggu orang siapa?

akhirnya aku membangun benteng lagi
di hutan itu
walau bukan di dekat danau yang banyak suara katak dan bunga lili tapi aku coba berusaha membangun benteng lagi untuk sekedar menunggu sosok itu datang

kususun lagi
benteng barupun terbentuk
cuma bedanya
sedikit tidak nyaman karena banyak sekali batang batang pohon tajam masuk ke sela sela batu
tapi aku tetap menunggu
kususun lagi
sampai tertutup
aku masih menunggu untuk temu
belilah majalah bobo untuk melihat cerpen oki dan nirmala di swalayan terdekat!
gadisunja Aug 2021
Pagi sekali rombongan sayur sudah ada di dapur,
“Aih! Ada  konser kah hari ini?”, Babeh kutanya.
“Iya, tajuknya Bunda dan Nyanyian Wajan hahahaa”, katanya.
Dari banyak nada yang diperdengarkan,
seruan makan bersama adalah yang paling kusuka.
ga Mar 2018
Aku kenal wajah itu
Pipinya merah merona
Saat kutanya mengapa
Biarlah dunia penuh warna

Aku suka senyum itu
Dari jauh penuh rahasia
Kudekati manis menggoda
Biarlah dunia tersenyum untuknya

Aku setia pada malam dan bintang-bintangnya
Izinkan aku berlama-lama menatap matanya
Kelap-kelip langit malam di kala siang
Biarlah kau dan malam
Menjadi milikku
14/03/2018
Kuhabiskan waktu menumbuhkan lagu-lagu sihir untuknya, namun menarik dirimu
Nabiila Marwaa Dec 2020
setanmu itu,

ia masih menghampiriku
duduk di ujung kuku kakiku
bersabda sepanjang malam
agar aku tidak pernah lupa
pada satu pertanyaannya:

mengapa
aku sampai membakar diri
untuk menjual jiwa
pada nyala sepercik
padahal lamanya
tak akan lebih dari sedetik

kenapa, tanyanya,
aku bersikap tak acuh
padahal hati ingin bertaruh
tetapi malah memilih menjauh
dengan terseok-seok pula lumpuh

kenapa,
balik kutanya,
kenapa
kamu masih di sini?

— The End —