Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
Joshua Soesanto Jun 2014
aku ingin teriak
menghilangkan penat yang semakin memberat
sendiri tanpa wujud manusia bersama malam, mengelapkan bumi
titik terang seperti tidak berpihak di antara hati dan jiwa bergejolak
mimpi semakin jauh

satu cerita seperti gambaran perjalanan hidup
mengarah kepada kematian jiwa
keraslah
keringlah
seperti akar hasrat yang haus akan hujan nurani sebuah sosok

lalu makin penuhlah pikiran dengan kotoran suara "omong kosong"
puisi jingga yang kata banyak orang sebagai makna dari "hidup"
kapankah sebuah imajinasi berwujud nyata?
bertumbuh, bermutasi sebagai bagian dari mimpi yang pernah ada

sepertinya kopi dan rokok pun sudah bosan
mendengar celoteh sang pemberontak
tapi, mereka selalu ada
suntikan darurat adrenaline ke otak

disaat itulah..
aku membunuh tuan waktu
lupa reluk, remuk.
siraman spiritual kepada luka-luka nanah di masa muda

mungkinkah kopi berwujud manusia?
*apakah ia bidadari? *
dan
mengapa aku menanti dia mati?

ternyata benar
kematian adalah sebuah regulasi
ia menjadi bubuk mantra.. luruslah hidup katanya
seduh
delapan puluh derajat panasnya
sebuah bisikan kata-kata "pesona"
maka meronalah ia.. berbusa senyum
cairan itu.. damai

damai
selalu damai
lima huruf memukul ingatan akan senderan hangat dada yang empuk
detak jantungnya terdengar berdebar
kembalinya mantra halus jatuh dari bibir
kata-kata tertahan yang tak sempat kembali

akan kah kembali?
mungkin.

— The End —