Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
take me to your serenity..
so you feel joy in the deserted ..
give me a privilege  and a name ..
in order to reign in your heart and in it excite plump body ..

can't run and hide from the conscience  ..
could not bear the will of passion flame ..
the soul has long been frozen and can't be extinguished to felt ..

i want to give a bear hug  to a small shoulder and  crushing the faithfully ..
creeps passionate embrace your body with longing coals ..
kissing  your thin lips deeply  until it burn your desire..
**** your tongue wild  until unsatisfied romance ..
licking strong passion in your chest until bubbling subsided ..
shake your wild fantasy to  spoiling you with endless fondling ..

your night is ocean impression that never fade..
wading and paddling memories together ..
beautiful, warm and whole in your arms..*


┈┈┈┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶  ƦУ  »̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈┈┈┈┈┈┈┈


hadirk­an aku dalam heningmu
agar tenang engkau dalam sepi..
beri aku sebuah gelar dan nama..
agar dapat kubertahta dalam hatimu dan berkuasa dalam tubuhmu..

tak dapat nurani untuk berlari sembunyi..
tak sanggup kodrati diri memikul rasa..
lama jiwa itu membeku dan padam hingga tak sempat merasa..

inginku peluk hingga remuk pundak kecil kesetiaanmu..
mendekap gigil gairah tubuhmu dengan bara kerinduan..
melumat tuntas gelisah bibir tipismu hingga bergetar lunglai..
menghisap liar asmara lidahmu hingga terpuasi..
merengguk hasrat peluhmu yang berjatuhan hingga terpulasi..
menggagahi kencang gairah didadamu hingga membuncah surut..
menyetubuhi manjamu dengan cumbuan tak berkesudahan..

malammu adalah  samudra kesan tak berpudar..
mengarungi  kenangan dan mengayuh kebersamaan..
indah, hangat dan luruh dalam dekapan..
if your night is your decision,  then sail through it with  your wild passion of lust
ga Jun 2018
Pertama kalinya kugenggam tanganmu
Satu kembang api dipantik dari ulu hatiku
Seribu lainnya menyusul saat jemari kita saling bertaut
Menghiasi langit malam dengan pendar menggoda
Hitam pekat dibasuh percik api warna-warni
Kusaksikan dengan jelas saat kutatap wajahmu lekat-lekat

Kala itu tak satupun kata berhasil kita ucapkan
Namum dalam hati, tiap detik kulayangkan ribuan doa
dan segala mantra :
"Tuhan sang empunya dunia ini, hendaklah hentikan waktu sejenak untuk hambamu ini. Atau panjangkanlah malam sebelum mentari terbit nanti. Terima kasih Engkau turunkan bidadari, tepat disebelah hambamu ini".

Rambutmu bagaikan ombak musim panas
Bergulung-gulung indah harum manis bergairah
Namun dadaku layaknya laut dikala badai
Gemuruh layaknya seribu ksatria berkuda
Inginku berteriak sekencang-kencangnya
Gemanya terdengar sampai kampung Ayah-Ibuku

Jikalau nun jauh di belahan dunia sana
Seseorang berhasil menginjakkan kakinya di bulan
Inginku umumkan pada dunia
Malam itu akulah manusia pertama yang berhasil menggenggam bulan
Akulah pungguk yang melawan seluruh hukum gravitasi
Akulah pungguk yang tak lagi merindukan bulan

Kalau saja bisa, saat itu juga
Ingin kutuliskan berlembar-lembar puisi cinta
Ingin kupetik gitar dan bersenandung mesra
Karena bisikan lembutmu melantunkan hasrat hidup
Tatapan sayumu membiaskan mimpi-mimpiku
Senyuman indahmu melukiskan harapan-harapanku
Mimpi dan harapan seorang lelaki biasa
Menghabiskan hidup dengannya, tuan putriku ratuku, malaikatku, wanitaku yang istimewa
22/05/2018
Pagi mulai menjelang, biar kuantar kau pulang
lillium May 2022
Tentang kopi pekat
yang baru mengantar ku pulang
dengan mata setengah terpejam

Lalu,
dirimu yang mulai hilang
diantara inginku yang terlalu dipenuhi angan
serta kalimat-kalimat basi
yang datang pelan dan ringan

Dan jarak,
Jarak menjelma menjadi tubuh yang menggantikan
diriku di lenganmu
gadis bermata terang
yang bersandar malas di dadamu
Megitta Ignacia May 2019
Lunas sudah
selepas kutelusuri
segenap
frekuensi relatif
tak bersisa
aksiku menghadang dirimu.

Bukan khayal
angsa anggunku
satelit jiwa kala lampau
heranku dibuatnya
gamblangnya usaikan
cerita.

Benarkah
kesembronoanku?
Dambaku, kau tanya nalarmu.

Buram rekamanku
namun tak lagi
ada inginku berceloteh
per kau lempar ke kolong
tak beri sela kompromi.

Mustahil pudarkan rasaku,
hanya pikiranku,
luruh binasa.

Setakar janjiku,
ini kali terakhir aku datang padamu.

Makasih ya
Kini, aku berhenti mengugat
walau tanganku bergetar pelak
Tuhan buat yang baik menyeruak
kutenang, tak lagi koyak,
toh jika baik, kembali dipersatukan kelak.
demikianlah.
akhirnya kulepas juga genggamanku.
210519 | 14:42 PM | meja kayu bundar
Setelah berdoa sepanjang malam dan pagi, akhirnya memutuskan kirim pesan lewat nomor baru, nothing to lose. Aku tak akan pernah tenng kalau tak begini, akan kuusahakan apa yang kubisa, daripada diam menunggu & menebak-nebak apa yang ada di kepalanya. Janjiku, ga masalaj jika hasilnya bukan seperti apa yang kuhendaki, yang penting udah kucoba perjuangin. Untuknya yang memilih menjauh, kenapa bergegas segitu cepat? kamu pakai ayat-ayat kudus menyakitkan, karena akupun menyerahkan semuanya ini ke tangan Bapa yang mengirimu padaku. Kali ini, ini yang terakhir, aku doakan yang terbaik bagimu. Makasih untuk 7 tahun ini, agar kau tahu sampai saat ini hanya kamu yang kubiarkan masuk ke pintu kehidupanku I put 110% jiwaku ke kamu, di bali ini kalo aku liat makanan enak aku mikirinnya kamu, gimana caranya biar aku bisa buatin itu buat km pas berkeluarga, walaupun mungkin sebaliknya aku justru suam-suam kuku di semestamu. Sampaikan salamku pada keluargamu, aku pamit, maafkan apapun kesalahnku padamu. Semoga suatu saat nanti pintu silaturahmi yg kamu tutup itu, bisa jadi baik. Entah.
claviculea Feb 2021
Kenapa diam?
Matamu berisik ingin berbisik—perasaanku ini asing, mengusik—tapi kamu tahu, kan?
Kamu masih diam.
Kenapa menjauh?
Aku bukan rumah tak bertuan—aku ini sudah dirumah—tapi kamu salah rumah, kan?
Kamu diam lagi.
Kenapa mengelak?
Setiap kenangan ada di angan, kamu langsung meninggalkan ruangan—jangan, jangan kamu, tidak boleh kamu—dirapalkan terus menerus seperti denting jam dinding tua diujung jalan, kamu takut, kan?
Kamu diam lagi.
Kenapa menyerah?
Rautmu tidak terbaca, saat iris kita beradu lewat kaca.
Begitu pula dengan langkahmu, yang berhenti setelah ujung sepatu kita bertemu.
Inginku kita bertemu lagi besok pagi, nyatanya mulutmu hanya tahu elegi—karena aku maunya dia, makanya aku meninggalkan ruangan, cukup dia—rasa ini mati sebelum sempat mendapatkan hati.
You desire the things that you want, not you need.
Elle Sang Sep 2018
Kalau bisa sebenarnya aku ingin mencintaimu dengan sederhana saja
Seperti mendapatimu belum sepenuhnya sadar di sampingku, lalu mengecup lembut keningmu.
Tak peduli waktu yang terus memburu,
jarak yang tak terlipat oleh rindu yang demikian banyaknya.
Namun sayangnya.. hidup tak bisa sesederhana itu

Kalau bisa sebenarnya aku ingin mencintaimu dengan sederhana saja
Bersandar kapanpun yang ku inginkan tak perlu lebih dulu mengundang temaram,
Mendekat kapanpun bibirku rindu di kecup,
Memeluk kapanpun aku rindu detakmu yang cepat.
Namun sayangnya, ingin tak bisa semuanya terpuaskan.

Kalau bisa sebenarnya aku ingin mencintaimu dengan sederhana saja
Siap sedia di sampingmu membisikkan bahwa kamu tak pernah sendirian,
Kamu tak akan ku biarkan gundah tanpa kawan.
Namun sayangnya, kita bukan ikatan pasti.

Maka sayangku, dengan segala kerumitan dan keadaan yang tidak menguntungkan inginku
Aku berusaha tetap mencintaimu
Dengan keberadaanmu yang jarang aku jadi menghargai setiap pertemuan,
Dengan temaram yang menyenangkan aku mencoba berteman dengan gulita.

Dengan ikatan yang tak pernah ada aku berusaha setia
Bukankah itu intinya?
Aku tak akan pernah mencintaimu dengan terpaksa
Kamu tak merantai kaki-kakiku,
Kamu tak menutup mataku,
Aku bisa pergi kapanpun yang aku inginkan.

Namun lihatlah sayang, aku tetap tinggal di sisimu.
nabilah Jul 2019
Seakan terbiasa sudah aku ditinggalkan
Pun kau yg kuanggap sebagai selamanya tempat bersandar kini pergi jua
Inginku menahan tuan untuk tinggal sedikit lebih lama
Namun tidak sampai hati memberatkan jalanmu
Lagipula apalagi gunaku bagimu?
Tidak perlu bertanya kabar atau sekedar memikirkan, aku terluka tapi aku tidak mengapa
Kan sudah ku bilang,
Aku sudah terbiasa.

— The End —