Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
Noandy Jan 2016
Cerita Pendek Tentang Hantu*
Sebuah cerita pendek*

Anak-anak muda itu bilang bahwa Sundari cumalah hantu. Bagi mereka, Sundari sekedar cerita orang-orang tua zaman dahulu yang tak ingin anak lakinya pergi sampai larut malam. Parahnya lagi, mereka terkadang menganggap Sundari isapan jempol dan menggunakan namanya sebagai ejekan. Berbagai lelucon mereka buat untuk merendahkan Sundari,

Mereka pada saat tertentu menganggapnya seperti hewan kelaparan yang bersembunyi dan siap menerkam mereka,

Ketakutan sesaat.

Sayangnya, pada hari-hari berikutnya, Sundari malah terkadang lebih rendah daripada hewan.

Jika binatang buas dapat sewaktu-waktu muncul dan menyantap mereka dengan mudah, para pemuda justru berpikir bahwa mereka lebih tinggi dan mulia dibanding Sundari sehingga ia hanya akan menjadi segelibat penampakan.

Sundari cuma monster dan angan-angan, katanya, di zaman seperti ini mana ada hantu penculik jejaka. Pikiran anak muda memang berbeda dengan kebanyakan orangtuanya.

Padahal, Sundari sama seperti kita.

Sundari bukanlah siluman, hantu, atau makhluk mengerikan yang layak dijadikan lelucon semata.

Apalagi bahan cerita setan dan sarana menakut-nakuti bocah.

Dengar baik-baik, ia tidak terbang, ia tidak menghilang. Ah, Sundari bahkan tak punya kemampuan macam itu.

Sundari berjalan dengan dua kaki, melihat dengan dua mata, dan dapat memelukmu dengan dua tangan hangatnya. Yang mungkin berbeda adalah hati Sundari yang entah di mana sekarang. Inilah yang membuat ibu-ibu dengan anak lelaki begitu menakuti Sundari. Mereka yakin bahwa Sundari-lah yang akhir-akhir ini menculik buah hati mereka yang pergi malam, lalu menghilang selama satu minggu dan ditemukan gundul tanpa nyawa,

Tanpa hati,

Pada suatu sore yang hangat di padang ilalang dekat dusun.

Beberapa mengira bahwa Sundari adalah perwujudan pesugihan atau tumbal yang mengincar jawara-jawara muda, seperti andong-andong pocong yang dahulu sempat marak. Dahulu, pergantian kepala dusun di sini dilakukan dengan adu kekuatan. Para sesepuh percaya bahwa teh dari seduhan rambut pemuda dapat memperkuat diri dan meningkatkan kekebalan, ini menjadi salah satu spekulasi motif Sundari selain tumbal-tumbalan itu. Beberapa berpikir kalau Sundari menjual rambut lelaki muda di desa demi mendapatkan keuntungan baginya.

Kalau di antara gadis-gadis belia nan jelita yang bergelimang asmara, Sundari kerap digunakan sebagai sebutan untuk penyerebot kekasih orang. Terkadang huruf i di hilangkan, sehingga menjadi Sundar saja.

“Dasar, dia memang Sundari!”

“Padahal telah lama kita menjalin kasih, kenapa ia harus jatuh ke tangan Sundar macam dirinya!”

Apa Sundari begitu buruk hingga namanya lekat dengan orang serta kasih yang hilang?

Padahal dahulu Sundari hidup tenang,

Memang dahulu ia juga sumber perhatian,

Tapi ia hidup tenang dan dihujani kasih—

Yah, itu sebelum dusun ini akhirnya mengadili sendiri suaminya yang sepuluh tahun lebih muda darinya. Menurut mereka, sangat tidak masuk akal seorang wanita pintar, seperti Sundari yang bekerja sebagai pendidik, memiliki suami yang lebih muda darinya. Pemuda berambut panjang itu hidupnya mungkin berkesan asal-asalan. Dandanannya serampangan, rambutnya berantakan dan panjang; padahal di dusun ini, sangat wajar bagi lelaki untuk memiliki rambut panjang. Banyak yang bilang tubuhnya bau tengik, dan ia jarang terlihat bekerja. Pada kedua tangannya, sering terdapat guratan-guratan warna. Berbeda dengan para petani pekerja keras yang terkadang tangannya diwarnai oleh tanah, warna-warna yang ada pada tangannya merupakan warna cerah yang tak mungkin didapatkan secara alami. Namun Sundari dan suaminya tetap dapat hidup dengan layak dan nyaman menggunakan upah mereka. Pasangan itu tak pernah meminjam uang, tak pernah mencuri.

Tak di sangka, orang-orang di dusun yang memandang bahwa agar dapat hidup berkecukupan harus digandrungi serta ditempa dengan kerja keras yang dapat dilihat oleh semua orang memandang bahwa dalam rumah tangga itu, hanya Sundari yang bekerja keras melayani suaminya. Sedangkan sang lelaki, menurut mereka, ambil enaknya saja dan kesehariannya sekedar leha-leha di teras rumah kayu mereka sambil merokok sebatang dua batang.

Mereka, terutama para bujangan, mencari-cari kesalahan pasutri bahagia itu.

Mereka kembali memanggil-manggil dan menggoda Sundari yang makin merapatkan kerudung hijau yang biasanya ia selampirkan apabila berjalan ke sekolah tiap pagi dengan kebaya sederhananya. Para bujang itu dipimpin oleh  Cak Topel yang istrinya lumpuh dan selalu ia tinggal sendiri dirumah. Mereka menungguinya tiap pulang, dan menghalangi jalannya kembali kerumah. Pernah sekali suaminya mengantarnya ke gedung sekolah reot itu, dan menungguinya sampai pulang. Sedihnya, ditengah perjalanan pulang ia babak belur dihajar  pemuda-pemuda berbadan besar itu—Setelahnya, Sundari melarangnya untuk sering menampakkan dirinya di depan warga dusun.

Yang harus dikagumi di sini adalah sifat pantang menyerah mereka. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menjungkalkan Sundari dan suaminya dalam fitnah, sampai akhirnya mereka mencium sesuatu yang janggal dari rumah senyap mereka.

Bau tengik,

Ada yang bilang, jenis pesugihan macam tuyul sebagus apapun tetap akan mengeluarkan bau tengik atau busuk.

Mereka mulai menyambungkan hal ini dengan warna pada tangan suami Sundari,

“Itu tidak mungkin didapat dari bekerja di ladang.”

“Warna-warna itu pasti ramuan dukun.”

Dari situ, dapat dipastikan bagaimana Sundari dan suaminya dapat selalu hidup berkecukupan bahkan dengan uang mereka yang pas-pasan. Bujang-bujang berbadan besar itu segera menyebarkan cerita dan tuduhan-tuduhan yang membuat telinga panas. Sundari dan suaminya makin menarik diri dari warga dusun. Sundari bahkan berhenti mengajar setelah menemui kelas-kelas yang seharusnya ia ajar seringkali kosong, dan menemukan tatapan-tatapan sinis para ibu rumah tangga mengintipnya dari depan pagar kayu sekolah yang alakadarnya itu.

Entah kita harus bersyukur atau tidak, persembunyian itu tidak berlangsung lama. Pada sebuah malam bulan purnama yang lembab dan becek, Sundari melihat bola-bola cahaya dari jendela rumahnya yang ditutupi oleh anyaman jerami. Nyala api itu berasal dari berpuluh obor warga dusun yang berteriak-teriak dan menuntut Sundari dan suaminya agar mengaku bahwa mereka menggunakan pesugihan.

Sundari keluar sembari menyelampirkan kerudung hijaunya, diikuti suaminya yang rambutnya digelung tak rapih. Belum sempat mereka mengucapkan sepatah kata, para bujang menarik suami Sundari dengan menjambaknya dan melamparkannya ke tanah becek, menendangi pertunya, lalu menghajarnya seolah ia binatang peliharaan yang tak pernah patuh pada majikannya. Sundari hanya dapat menjerit dan menariki baju sejumlah laki-laki yang menghunuskan kepalannya pada tubuh kecil dan rapuh orang yang dicintainya. Setinggi apapun ia berteriak, suaranya seolah tenggelam dalam arus deras kebencian yang tak berdasar.

Jeritan untuk orang yang dikasihi itu lambat laun berubah menjadi jeritan untuk dirinya sendiri. Istri Cak Topel yang lumpuh rupanya merayap di tanah dengan sigap seolah laba-laba berkaki seribu, dan menarik bagian belakang kebaya Sundari sampai ia terjerembab ke tanah di mana ujung matanya menangkap sang suami yang rambutnya digunduli tanpa ampun dengan alat yang tak pantas. Saat menyaksikan adegan romansa sedih tersebut, wanita-wanita dusun menjambaki rambutnya, menampari pipinya dan menghajarnya tanpa ampun sambil menghujaninya dengan ludah-ludah mereka yang menasbihkan berpuluh hujatan menyayat hati. Setelah pasutri itu terkulai lemas di tanah musim hujan, barulah warga membumihanguskan mereka berdua yang tangannya tetap bergandengan.

Nasib naas, entah harus disyukuri atau tidak, menimpa suaminya yang terbakar hangus sepenuhnya. Sedangkan Sundari, dengan tubuhnya yang telah setengah terbakar, berhasil kabur dan hilang dari peredaran untuk beberapa saat.

Untuk beberapa saat,

Sampai lelaki yang menggoda, menghajar, membawa mereka pada keterpurukkan semuanya hilang satu persatu, termasuk Cak Topel.

Mereka hilang kala malam, saat cangkruk atau ronda, dan ditemukan lebam sekujur tubuh, tak bernyawa, dan gundul tanpa sehelai rambut pun pada sore hari di tengah padang ilalang dekat dusun.

Orang-orang bilang bahwa ini Sundari yang menuntut balas. Meskipun entah di mana dirinya berada, ia masih tetap menghantui. Membayang-bayangi dengan perasaan bersalah yang menyakitkan bagi seluruh warga dusun,

Karena

Sundari dan suaminya tidak pernah melakukan pesugihan.

Dan, ah, itu cuma tipu muslihat para bujangan yang cemburu dan bersedih karena tak bisa mendapatkan Sundari dalam dekapan mereka sekeras apapun mereka berusaha. Entah sudah berapa lelaki dan lamarannya ditolaknya, ia justru jatuh hati pada pelukis bertubuh kecil yang sepuluh tahun lebih muda darinya.

Bagaimana amarah mereka tidak tersulut?

Seandainya warga dusun lebih mengenal bau cat dan minyak untuk melukis, mungkin mereka akan berpikir dua kali untuk menuduh Sundari dan suaminya terkait pesugihan.

Ah, coba mereka masuk ke rumah kayu kecil itu sebelum main hakim sendiri. Mereka tak akan sekaget itu saat menemukan gubuknya penuh dengan cat dengan bau tengiknya, tumpukan kertas dan bahan bacaan, serta lukisan-lukisan yang masih dikerjakan.

Hilangnya para bujangan lalu diikuti dengan hilangnya murid-murid sekolah menengahnya, dan lelaki muda lainnya yang sama sekali tak ada hubungannya dengan ini.

Sundari tidak berhenti.

Mereka hilang kala malam, saat cangkruk atau berjalan di pematang sawah, saat menantang diri mengaku “tidak takut dengan Sundari itu!” lalu ditemukan dengan lebam sekujur tubuh, tak bernyawa, dan gundul tanpa sehelai rambut pun pada sore hari di tengah padang ilalang dekat dusun.

Sundari menyukai kerudung hijaunya yang hilang kala malam,

Kerudung tipis indah yang digunakan untuk menutupi kondenya—Yang direnggut paksa darinya lalu hangus rata dengan tanah.

Tapi Sundari lebih menyukai kehadiran,

Kehadiran suaminya dan tangannya yang bekerja melukis diam, kehadiran kerudung hijau yang melindunginya dari tatapan tajam, kehadiran murid-murid lelakinya yang dengan polos melontarkan lelucon serta godaan-godaan untuk Ibu Guru Sundari mereka, kehadiran anak-anakmu yang sombong.

Sundari menyukai kehadiran, dan itu merupakan alasan lain mengapa ia menggundul habis lelaki yang diculiknya, lalu mengupulkan rambut mereka yang ia sambung, anyam, serta kenakan dengan nyaman bak kerudung dan mantel bulu.

Maka dari itu, orang-orang yang melihatnya terkadang bilang kalau Sundari cumalah hantu; bayang-bayangnya selalu muncul dalam bentuk segumpal rambut menjelang malam.

Sundari lebih suka kehadiran,

Keadilan.

Tapi apa membalas dendam seperti ini juga salah satu bentuk keadilan?

Entahlah, ini pilihan hidup Sundari. Sudah kubilang kalau hatinya entah di mana.

Sekali lagi, Sundari bukanlah hantu. Ia manusia yang teraniaya sama seperti kita. Manusia yang disalahi.

Kalau dipikir lagi, bukannya setan terkejam adalah manusia sendiri?

Yah, itu sih sudah berpuluh tahun lalu. Entah apa jadinya Sundari sekarang. Sekarang lelaki cenderung berambut pendek, tak seperti dulu. Bayang-bayang Sundari kemungkinan tidak se beringas waktu itu, dan telah berkurang frekuensinya. Namun wanti-wanti mengenai dirinya terus ada dan berubah seiring berjalannya waktu, bervariasi.

Itu sudah
Berpuluh tahun lalu.
Mungkin sekarang ia telah jadi hantu sungguhan, atau ada perwujudan Sundari-Sundari lainnya?

Tidak masuk akal, ya?

Aneh, omong kosong, isapan jempol.

Kalau dipikir lagi, bukannya dunia ini selalu penuh omong kosong dan tangis dalam gelak tawa?
So Dreamy Nov 2017
Seperti halnya dasar teori Quantum, aku percaya bahwa semua kemungkinan memiliki probabilitas masing-masingnya untuk terjadi, tak peduli sefantastis atau setidak masuk akal apapun itu.

Begitu juga dengan aku.

Aku percaya bahwa dunia ini terlalu luas sehingga tidak ada yang hal tidak mungkin untuk terjadi. Di samping terlalu banyak memikirkan presentase probabilitas dari suatu kejadian, menerka-nerka dengan menggunakan pertanyaan ‘What if?’ ― akulah satu orang yang mati jiwanya diikat sistem pendidikkan yang selama ini kuselami, akulah satu orang yang mati jiwanya karena pendidikkan yang kuselami selalu mengedepankan teori dan tak punya hati, semua orang seolah hanya pandai berpikir secara logis. Seolah hanya itu yang menjadi tolak ukur seseorang dipanggil cerdas, intelektual, calon pemimpin besar di masa yang akan datang. Kemudian, orang-orang itu seolah berkompetisi penuh ambisi demi mewujudkan hasil terbaik, nilai terbaik, peringkat terbaik. Hasil menjadi tolak ukur mereka untuk bermimpi. Kemudian, sekarang, akulah satu-satunya pemimpi yang kebanyakan orang sebut tidak realistis. Mereka manusia-manusia realistis, aku paham benar, dan aku satu manusia yang memegang idealisme dari sebuah prinsip yang selama ini kugenggam, kuikat aman-aman di sela-sela jemariku, kuingat lamat-lamat di dalam kepalaku yang berbelit-belit ― impianku adalah untuk melakukan hal yang paling kusuka. Kau tahu apa, untuk bersua seumur hidup dengan objek yang paling kucinta; kertas dan pena, untuk menjadi inspirasi bagi para pembaca, untuk berguna bagi orang-orang di luar sana. Aku ingin menulis. Aku ingin menulis seumur hidup. Menjadi inspirasi bagi khayalak luas, terinspirasi untuk menginspirasi. Suatu hari nanti, tulisanku akan mengalir, akan ada waktunya di mana setiap untaian kata yang kusematkan dalam tulisanku menjadi hidup, kemudian mampu menggerakkan orang lain; terinspirasi untuk menginspirasi. Begitu banyak macam-macam orang; orang-orang dengan pikiran yang praktis, orang-orang yang logis dan serba teratur, orang-orang konservatif yang senang mengerjakan hal sama berulang-ulang, politikus yang kritis, orang-orang berjiwa bisnis, orang-orang berjiwa sosial, musisi, seniman yang nyentrik. Dan, aku memilih untuk menjadi seorang berjiwa puitis yang melankoli, pemimpi yang gemarnya mengkhayalkan hal-hal manis dan sederhana. Memiliki jiwa yang sedikit sendu, sudah biasa. Menjadi sedih dan terlalu melankoli, juga bukan hal yang tabu. Lumrah saja, santapan sehari-hari. Dikecewakan dunia? Sudah tak lagi asing. Begitu banyak orang berlalu-lalang, datang dan pergi dari ruang kehidupanku, sehingga rasanya lama-lama ringan saja. Dikecewakan manusia? Sudah biasa. Itulah sebabnya mengapa dirimu sendiri adalah temanmu yang paling sejati, mereka membangun dinding untuk melindungi dirimu dari sakit hati, kemudian menjadikanmu sebagai sahabat terbaiknya. Kertas dan pena, persoalan yang berbeda. Mereka hadir kala diri tak lagi kuat menahan beban, menjadi tulang belakang yang setia menopang, kala dunia tak bersabahat. Dikecewakan ekspektasi? Sudah terlalu sering. Salahnya diri ini terlalu berharap pada orang lain, mengharapkan bahwa kebaikan apapun yang kita lakukan pada mereka akan selalu dibalas, lupa bahwa kadang, ada saja orang-orang tak berhati mulia. Menjadi diri sendiri? Adalah hal yang penting. Menjadi kuat untuk diri sendiri? Jauh lebih penting. Disamping kertas, pena, kata-kata, aku menginginkan kemandirian di dalam hidup ini. Kau pikir ini terdengar sedikit individualis, sayangnya aku tak lagi peduli. Dunia mengajarkan bahwa menjadi kuat untuk berdiri sendiri adalah hal yang penting, di mana terlalu banyak rasa sakit hati yang tak diharapkan terulang kembali. Bukan tak memaafkan atau tak mampu melupakan, hanya saja aku mulai belajar untuk tidak lagi peduli pada  hal-hal yang mengganggu kebahagiaan hidup saya. Untuk itu, saya perlu menjadi kuat bagi diri saya sendiri.
So Dreamy Jan 2017
Aku tahu mengapa dari jutaan perempuan yang ada di dunia ini, matamu memilih hanya untuk memandangi satu perempuan berambut gelombang sedada dengan kaos polos berbahan nyaman berwarna abu-abu muda yang kamu sebut ia sebagai perempuan indie.

Dia perempuan yang kau beri label indie karena ia mendengarkan musik-musik aneh yang tidak masuk di telinga pendengar musik-musik mainstream yang biasa mendapatkan lagu kesukaannya diputarkan di radio mobil. Bukan jenis selera musik yang biasa ada di playlist tim pemandu sorak. Selera musiknya ialah tak lain sejenis musik rock yang ringan, lagu-lagu dari tahun 90-an, lagu-lagu dengan sentuhan retro beat tahun 80-an, dan musik elektro santai yang biasanya kamu dengar di toko baju. Selain selera musiknya, kau beri perempuan itu label indie karena ia bersifat eksentrik, tak terduga dan penuh kejutan, sedikit tertutup, dan bersemangat. Ia jenis seseorang yang bisa kamu dapatkan dirinya menatapi permukaan jendela yang basah dihinggapi bulir-bulir rintik hujan, sibuk memikirkan sesuatu. Ia juga jenis perempuan yang bisa kamu dapatkan kadang menarik diri dari keramaian, lebih suka membaca atau menulis seorang diri. Juga, ia seorang perempuan yang bisa kamu temukan sedang tertawa lepas bersama teman-temannya, mengobrol dengan terbuka dan hangat, menebar senyum sambil menyapa ramah, berteman baik dengan semua orang. Ia jenis perempuan yang tak akan kau sangka-sangka, apalagi dapat kau tebak tindak-tanduk akan ia perbuat selanjutnya. Kau pikir ia jenis perempuan yang kuat, sesungguhnya ia katakan bahwa dirinya cengeng. Setelah itu, kau pikir selanjutnya ia bukan tipikal perempuan mandiri yang mampu membawa dirinya sendiri ke mana pun, tapi nyatanya kau lihat kadang ia berjalan sendiri – ke kantin, ke mushola, bahkan kadang kau mendapati dirinya berjalan pulang seorang diri dengan kedua telinga ditancapi earphone putih. Ia perempuan berperawakan kecil dan seorang pemimpi besar, yang mimpi-mimpinya membuatnya bekerja keras demi menghilangkan ketakutannya akan pikiran ketidakmampuan mewujudkannya. Ia dianggap secerah mentari bagi orang-orang di sekitarnya, selalu tertawa dan melisankan kata-kata positif, tapi sesungguhnya, ia hanyalah mentari bagi dirinya sendiri. Setiap kali ia jatuh, ia yang membuat dirinya kembali bangun − hingga akhirnya, ia tanamkan pada benaknya bahwa begitulah proses dari kehidupan. Kehidupan adalah siklus yang adil. Kehidupan berbuat tidak adil pada semua orang dan itulah saat yang paling tepat di mana ia harus bangkit dan mekar, hanya untuk dirinya sendiri.

Aku tahu kemudian mengapa perempuan yang kamu sebut sebagai perempuan indie itu menarik perhatianmu, bahkan sampai membuatmu rela melakukan apapun untuknya. Ia benar-benar membuatmu seolah bangun dari tidur lama di ruang kedap cahaya, pandangan matamu seolah mengatakan bahwa perempuan itulah matahari baru dalam kehidupanmu. Tentang bagaimana tindak-tanduknya yang tak mampu kau reka dan kau prediksi, perempuan itu membuatmu seperti melihat sebuah misteri dan keajaiban yang melebur jadi satu.

Sebut saja, sederhananya,
kamu benar-benar (akan) mencintainya.
So Dreamy May 2017
Hari itu hari Sabtu. Dan, aku sedang ulangtahun.

Sepi. Hanya terdengar suara tetesan air dari keran yang lupa ditutup rapat di wastafel dapur. Desiran angin yang menggesek dedaunan di halaman belakang. Bambu angin yang bersiul di teras rumah tetangga sebelah. Jalanan beraspal yang kosong. Terpaan sinar matahari. Mangkuk beling yang diketuk penjual makanan keliling. Suara jarum detik jam dinding.
Dalam diam aku menunggu. Mahesa belum juga datang. Duduk di atas sofa, perlahan kulahap sekantung keripik kentang, suara iklan di televisi kini menjadi musik latar yang mengisi siang terikku yang sepi ini. Lupakan fakta bahwa kakakku, Mas Kekar, adalah satu-satunya orang yang mengingat hari ulangtahunku. Ucapan ulangtahunnya tiba tadi pagi pukul tujuh lewat pesan suara. Kalau ada Nenek, ia pasti akan membuat kue tar dan nanti malam kami akan duduk melingkar di atas meja makan, menyantapnya bersama-sama sambil minum teh lemon. Sayangnya, sekarang rumahnya jauh; di surga.
Tiba-tiba, telepon genggamku berbunyi. Satu notifikasi baru, ada satu pesan masuk. Dari Mahesa, katanya ia akan sampai lima menit lagi. Baiklah, akan kutunggu dengan sabar. Walaupun ia bilang akan menjemput pukul setengah dua belas ― aku sudah menunggunya sejak pukul sebelas lewat, sekarang pukul satu, dan lima menit lagi ia akan datang. Menghabiskan waktu seharian bersama Mahesa selalu menjadi momen istimewa bagiku, membuat jantung jumpalitan tak karuan, dan berakhir tersenyum-senyum sendiri setiap kali sebelum memejamkan mata di atas tempat tidur pada malam hari. Singkatnya adalah orang ini selalu membuatku bahagia, sadar atau tidak sadar dirinya, ialah sumber kebahagiaanku. Bulan dan bintang bagi malamku.
OK. Kubalas pesannya, lalu kubuka pesan-pesan lain yang mungkin belum kubuka. Tidak ada pesan lain atau telepon. Belum ada telepon dari Ayah ataupun pesan singkat. Entah kapan ia akan pulang. Entah kapan ia akan menyempatkan diri membuka kalender, teringat akan sesuatu, dan mengucapkan, “Selamat ulangtahun.”.
Aku berjanji tidak pernah ingin jadi orang yang hidup tanpa memiliki waktu.
Bel berbunyi dan pintu diketuk. Spontan, aku merapikan rambut, memakai tas selempang, dan bangkit. Kusiapkan senyum terbaik untuk menyambut Mahesa. Setelah pintu kubuka, senyumku langsung sirna. Mang Ijang, tukang pos daerah kami yang malah muncul.
“Siang Mbak Maura, ada tiga surat buat Bapak,” dia menyerahkan tiga surat berbentuk persegi panjang yang sangat familiar bagiku. Sudah berpuluh, bahkan mungkin ratusan kali aku menerima surat macam ini sejak lima tahun terakhir. Kubaca nama perusahaan yang tertera di kop surat itu. Masih sama seperti biasanya; bank, perusahaan listrik, perusahaan telepon.
“Tandatangan di sini dulu, Mbak,” Mang Ijang menyerahkan pulpen dan sebuah kertas tanda terima surat. Setelah kutandatangani, ia pergi.
Kubuka surat itu satu per satu sambil duduk di kursi teras. Surat-surat tagihan, seperti biasa. Hampir dua bulan rupanya Ayah tidak membayar tagihan telepon. Aku bahkan tidak berselera lagi membaca nominalnya. Aku menghela napas dan memandangi jalanan kosong di depan rumah. Kuputuskan untuk memakai earphone, memilih playlist di aplikasi musik, menunggu Mahesa di kursi teras sambil ditemani angin semilir.
5 menit.
Everything is Embarrassing – Sky Ferreira.
10 menit.
Please, Please, Please, Let Me Get What I Want – The Smiths.
15 menit.
Love Song – The Cure.
Dua puluh menit kemudian, Mahesa datang. Senyumku seketika merekah, walaupun ia terlihat begitu lelah. Kaos polo abu-abunya basah oleh keringat, dahinya dibanjiri keringat, napasnya terengah-engah dengan ritme yang tak beraturan. Aku duduk di sampingnya yang memegang kemudi dan masih bisa mencium wangi parfumnya samar-samar, meskipun tujuh puluh persennya sudah bercampur dengan semerbak peluh. Tapi, siapa peduli? Menurutku, ia tetap mengagumkan.
“Maaf lama, Ra. Tadi ada urusan penting yang mendadak,” katanya sambil memilih-milih saluran radio. 19.2, saluran radio yang khusus memutarkan musik-musik indie dan jadul. Mungkin ini salah satunya mengapa sejak awal aku tertarik dengan manusia yang satu ini dan berujung benar-benar mengaguminya, kami menyukai jenis musik yang sama. “Jadi, ke mana kita hari ini? Dan, akan mengobservasi apa?”
Kubuka catatan jadwal terakhir kami, “Hmm. Hari ini jadwal kita ke galeri seni kontemporer yang ada di sebelah balai kota dan pameran seni di hotel Metropolite. Kita bakal mengobservasi lukisan kontemporer supaya bisa membandingkan dengan jenis lukisan yang lain.”
Kamu benar, sesungguhnya ini hanyalah sekadar tugas kelompok bahasa Indonesia. Mungkin bagi Mahesa begitu, tapi bagiku bukan sama sekali. Kuanggap ini sebuah kebetulan yang ajaib. Kebetulan kami sekelompok. Kebetulan kami berdua sama-sama tidak masuk di hari ketika guru Bahasa Indonesia kami membagikan kelompok dan kami masuk ke dalam kelompok terakhir, kelompok sisa. Kebetulan kami memilih tema seni lukis dan belum ada kelompok lain yang mengambil topik itu. Kebetulan dua anggota kelompok kami yang lainnya tidak bisa diandalkan, yang satunya sakit berat dan yang satunya lagi sudah dikeluarkan dari sekolah sejak bulan lalu. Kebetulan hanya aku dan Mahesa yang tidak bermasalah. Maka, hanya kami berdua yang selalu jalan ke tempat-tempat untuk mengobservasi. Sejak saat itu, aku percaya akan keajaiban.
---
Semuanya berawal dari pertemuan singkat kami di minggu keempat kelas sebelas. Oke, ralat, bukan sebuah pertemuan lebih tepatnya, melainkan hanya aku yang memandanginya dari jauh. Namun, itu satu-satunya kejadian yang mungkin dapat memberi jawaban atas pertanyaan mengapa dan bagaimana perasaan ini bisa muncul. Bukan secara tidak sengaja dan spontan seperti yang biasa kau dapatkan di adegan jatuh cinta pada film-film romansa norak, tetapi adeganku sederhana, penuh kehati-hatian, dan perlahan.
Kelas sebelas adalah tahun yang cukup sulit bagiku. My dad was busy more than ever—well, until now dan itu tahun pertama Mas Kekar menginjakkan kaki di dunia perkuliahan. Dia diterima di salah satu universitas negeri ternama di Bandung, jadi hanya pulang ke rumah setiap akhir bulan. Aku punya waktu sendirian di rumah dengan jumlah yang berlebih.
In that year, my friends left me. Ghia pindah ke luar kota dan Kalista bergabung dengan anak-anak populer sejak mendaftar sebagai anggota baru di tim pemandu sorak. Kami hanya makan siang bersama pada beberapa hari di minggu pertama sekolah, setelah itu dia selalu dikelilingi dan menjadi bagian dari kelompok cewek-cewek pemakai lip tint merah dan seragam yang dikecilkan. Aku mengerti, barangkali dia memang menginginkan posisi itu sejak lama dan citra dirinya memang melejit pesat, membuat semua leher anak cowok melirik barang beberapa detik setiap ia berjalan di tengah koridor. Lagipula, jika ia sudah mendapatkan status sosial yang sangat hebat itu, mana mungkin dia masih mau berteman dengan orang sepertiku? Maura, the average one, yang selalu mendengarkan musik lewat earphone, yang lebih banyak menyantap bekal di dalam kelas pada jam istirahat. Aku hanya masih tidak paham bagaimana seseorang yang semula kau kenal bisa berubah menjadi orang lain secepat itu.
Tapi, hal lainnya yang cukup melegakan di tahun itu adalah aku bertemu dengan Indira. Kami berkenalan pada hari Senin di minggu kedua kelas sebelas, hari pertama dia masuk sekolah setelah seminggu penuh dirawat di rumah sakit karena DBD. Begitu melihatku duduk sendirian di baris paling belakang, dia buru-buru menghampiri sambil bertanya, “Sebelahmu kosong?”. Sejak itulah kami berteman.
Indira dan teman-temannya biasa menghabiskan makan siang di bangku koridor lantai satu yang menghadap ke lapangan, bukan di kantin. Walaupun secara harfiah aku bukan salah satu bagian dari kelompok pertemanan mereka, Indira selalu mengajakku bergabung dan orang-orang baik itu rupanya menerimaku.
Di bangku koridor itu kali pertama aku memerhatikan anak laki-laki yang bermain bola setiap jam istirahat kedua. Hanya ada dua-tiga orang kukenal, itu juga karena mereka teman sekelasku sekarang atau di kelas sepuluh, sementara selebihnya orang asing bagiku. Di antaranya ada yang berperawakan tinggi, rambut tebal, rahang yang tegas. Aku hanya belum tahu siapa namanya waktu itu.
Selanjutnya, aku bertemu dengan laki-laki itu di kantin, sedang duduk bersama beberapa cowok yang tidak kukenal, tertawa lepas. Mungkin karena aku jarang ke kantin, aku baru melihatnya di sana waktu itu. Pada acara demo ekskul, aku melihat dia lagi. Bermain bass di atas panggung. Anggota klub musik rupanya. Pemain bass. Pada hari-hari berikutnya, aku lebih sering melihatnya berjalan di koridor depan kelasku, kadang sendirian dengan earphone, kadang ada beberapa temannya. Anak kelas sebelas juga rupanya, jurusan IPS juga. Hari-hari berikutnya, selalu kutengokkan kepala ke jendela setiap kali ia lewat di depan kelasku. Aku penasaran, kenapa mataku tidak pernah melihat orang semenarik dia sebelumnya? Dan, kenapa dia hanya muncul di tempat dan saat-saat tertentu, seperti saat istirahat, masuk sekolah, dan jam pulang? Hari-hari berikutnya, berpapasan dengannya membuatku senang sekaligus semakin penasaran. Dia anggota klub fotografi juga, aktif, sering memimpin rapat anggota di kantin sepulang sekolah, dan ternyata karyanya banyak dipublikasikan di majalah sekolah. Dari situ aku tahu namanya, Mahesa.
---
“Geser ke kanan sedikit. Bukan, bukan, sedikiiit lagi. Sedikiiit, oke, pas!”
Sebagai dokumentasi, Mahesa memotret beberapa lukisan dari berbagai angle dan beberapa kali memintaku untuk berpose ala-ala tak sadar kamera. Tentu saja aku pasti bersedia, selalu bersedia. Dia juga merekam keadaan sekitar dalam bentuk video, yang katanya, bakal dia edit menjadi super artsy.
“Percaya sama gue, kita bakal jadi tim paling keren yang menghasilkan dokumentasi paling berseni, Ra,” kata Mahesa sambil tersenyum sendiri melihat hasil jepretannya.
Destinasi terakhir kami—pameran lukisan yang sedang digelar selama seminggu di hotel Metropolite—akan tutup sepuluh menit lagi, tepat pukul tujuh malam. Setelah terakhir kalinya Mahesa merekam keadaan pameran dan beberapa pengunjung yang masih melihat-lihat, baterai kameranya habis. Sebelum pulang, Mahesa bilang dia tahu tempat makan enak di sekitaran sini. Jadi, kami mampir untuk mengisi perut dengan soto ayam dan berbincang-bincang sebentar, setelah itu baru benar-benar pulang.
Di perjalanan pulang, derai hujan turun perlahan. Karena rumah kami terletak di pinggiran kota, jadi kami harus melalui jalan tol atau kalau tidak, akan lebih jauh. Mahesa memencet-mencet tombol radio, mencari saluran nomor 19.2, tapi setelah mendengar acara yang dibawakan penyiar radio, dia langsung mengganti asal saluran radio yang lain. Saluran radio yang menyiarkan lagu-lagu pop kekinian yang sedang hits.
“Sekali-kali dengerin genre lain, ya, Ra,” katanya sambil menginjak rem. Jalanan seketika padat merayap di depan kami. Mungkin karena hujan mulai deras, jalanan mulai tergenang, orang-orang mengemudi dengan lebih hati-hati.

(bersambung.)
to be continued.
Bintun Nahl 1453 Mar 2015
“ Hari ini ku mati,
Perlahan...
Tubuhku ditutup tanah.
Perlahan...
Semua pergi meninggalkanku...

Masih terdengar jelas langkah² terakhir mereka,
Aku sendirian,
Di tempat gelap yang tak pernah terbayang,
Sendiri,
Menunggu pertanyaan malaikat...

Belahan hati,
Belahan jiwa pun pergi.
Apa lagi sekedar kawan dekat atau orang lain.
Aku bukan siapa-siapa lagi bagi mereka...

Sanak keluarga menangis,
Sangat pedih,
Aku pun demikian,
Tak kalah sedih...

Tetapi aku tetap sendiri,
Di sini, menunggu perhitungan.
Menyesal sudah tak mungkin.
Tobat tak lagi dianggap,
Dan maaf pun tak bakal didengar,
Aku benar-benar harus sendiri...

Ya Allah...
Jika Engkau beri aku 1 lagi kesempatan,
Jika Engkau pinjamkan lagi beberapa hari milik-MU,
Untuk aku perbaiki diriku,
Aku ingin memohon maaf pada mereka...

Yang selama ini telah merasakan dzalimku,
Yang selama ini sengsara karena aku,
Tersakiti karena aku...

Aku akan kembalikan jika ada harta kotor ini yang telah kukumpulkan,
Yang bahkan kumakan,
Ya Allah beri lagi aku beberapa hari milik-Mu,
Untuk berbakti kepada Ayah & Ibu tercinta...

Teringat kata-kata kasar & keras yang menyakitkan hati mereka,
Maafkan aku Ayah & Ibu, mengapa tak kusadari betapa besar kasih sayangmu,

Beri juga ya Allah aku waktu untuk berkumpul dengan keluargaku,
Menyenangkan saudara-saudaraku..
Untuk sungguh-sungguh beramal soleh.

Aku sungguh ingin bersujud dihadapan-Mu lebih lama lagi..
Begitu menyesal diri ini.
Kesenangan yang pernah kuraih dulu,
Tak ada artinya sama sekali...

Mengapa kusia-siakan waktu hidup yang hanya sekali itu...?
Andai aku bisa putar ulang waktu itu...

Aku dimakamkan hari ini,
Dan ketika semua menjadi tak termaafkan,
Dan ketika semua menjadi terlambat,
Dan ketika aku harus sendiri...
Untuk waktu yang tak terbayangkan sampai yaumul hisab & dikumpulkan di Padang Mashar...

Puisi Almarhum "Bang Remy Soetansyah,"
"ANDAI HARI INI AKU DIMAKAMKAN"

DariNya kita datang, kepadaNya kita kembali…

Assalamu’laikum sahabat..

Innalillahi wa innaa ilaihi raaji'uun telah kembali ke rahmatullah Olga Syahputra kemarin jum'at sore di Rumah sakit Singapura, Oki turut berduka sedalam2nya, dan do’akan bersama semoga Olga Syahputra di terima iman islamnya dilapangkan kuburnya, di tempatkan di tempat terindah di syurga, keluarga yg di tinggalkan di beri kesabaran..aamiin..al-fatihah..

Bagi kita yg di tinggalnya tentunya bisa jadi pelajaran bahwa maut datang kapan saja tidak bisa kita prediksi , bisa satu tahun lagi, sebulan lagi, satu hari lagi atau sedetik lagi..hidup di dunia ini hanyalah sementara..

Aku dan dunia ibarat orang dalam perjalanan menunggang kendaraan, lalu berteduh di bawah pohon untuk beristirahat dan setelah itu meninggalkannya. (HR. Ibnu Majah)

Rasulullah menyadarkan kepada kita selaku umatnya akan pendeknya waktu hidup di dunia itu, namun waktu yang sangat pendek itu sangat-sangat bermanfaat, sehingga harus diisi dengan hal-hal yang sangat bermanfaat…

Sahabat pesan Olga kepada adiknya, untuk selalu melaksakan ibadah sholat 5 waktu jangan pernah di tinggalkan...selalu berbuat baik....
Bintun Nahl 1453 Mar 2015
Mungkin suamimu tak pandai berkata apalagi merayu dengan romantisme karya sastra...
Tapi mungkin dengan cara itulah Allah menjaga lisannya...
Menjauhkannya dari fitnah dunia yang tak halal baginya...

Mungkin suamimu tak pandai berkata..
Tapi heningnya menahan kita banyak bicara..
Memutus rantai kalimat sanggahan yang lahirkan perkara..
Sehingga keseimbangan suasana lebih terjaga..

Andai saja Allah ciptakan sebaliknya, mungkin rumahmu bagai arena tarung laga
Ah.... itulah mengapa Allah menikahkanmu dengannya

Mungkin istrimu tak berparas mempesona
Apalagi secantik selebritis di warta berita..
Tapi mungkin lisannya selalu berucap kata mutiara yang terpancar dari jiwa yang terjaga...

Andai saja Allah menciptakan sebaliknya
Mungkin hatimu tak tenang saat jauh darinya
Ah..... itulah mengapa Allah menikahkanmu dengannya

Mungkin suamimu bukanlah saudagar kaya yang membawa pulang limpahan laba hasil usaha...
Namun meskipun besarannya begitu sederhana...
Mungkin ia selalu menjaga kehalalan apa yang dibawa..

Mungkin suamimu bukanlah pejabat yang bertahta, yang dihormati dan dipuja bawahannya
Tapi mungkin dibalik kedudukannya yang biasa, ia mampu menjadi imam bagi keluarga

Andai saja Allah menciptakan sebaliknya,
Mungkin belum tentu ia miliki derajat takwa
Ah..... itulah mengapa Allah menikahkanmu dengannya

Mungkin istrimu bukanlah koki istimewa yang masakannya selezat pujasera...
Tapi mungkin ia pandai mendidik buah hatinya, memahat pribadi yang berkarater mulia.

Mungkin istrimu bukanlah koki istimewa,
Yang terkadang masakannya itu-itu saja
Tapi mungkin ia pandai mengatur alokasi harta, sehingga pemberianmu tak terhambur percuma

Andai saja Allah menciptakan sebaliknya
Mungkin kecintaanmu akan terlalu berlebih padanya...
Melebihi cintamu pada Allah sang pemberi karunia..
Ah.... itulah mengapa Allah menikahkanmu dengannya...

Mungkin suamimu tak pandai terlibat merawat anaknya...
Sehingga terlihat kau melakukan semuanya
Tapi mungkin ia sabar membantumu... meringankan pekerjaan rumah tangga..
Sehingga semua terlaksana dengan kerja sama..

Mungkin suamimu tak pandai terlibat merawat anaknya...
Sehingga terlihat minim perannya dalam keluarga...
Tapi mungkin ia sangat keras bekerja
Sehingga nafkah telah cukup terpenuhi lewat dirinya...

Andai saja Allah menciptakan sebaliknya
Mungkin banyak para gadis menanti dipinang menjadi yang kedua
Jika suamimu terlalu sempurna...
Aaa.... itulah mengapa Allah menikahkanmu dengannya...

Mungkin istrimu tak mahir dalam mengurus rumah tangga..
Tak mampu menyulap rumah menjadi rapi tertata...
Tapi mungkin ia begitu cerdas menguasai matematika...
Sehingga anak yang cerdas dalam eksakta terlahir dari rahimnya karena genetika...

Mungkin istrimu tak mahir dalam mengurus rumah tangga..
Menambah sedikit tugasmu dalam membantunya bekerja..
Tapi mungkin ia begitu taat dalam beragama..
Membimbing anak-anak dalam kerangka syariat agama...
Sehingga meringankan kewajibanmu dalam membimbing keluarga

Andai saja Allah menciptakan sebaliknya
Mungkin engkau merasa tugasmu telah tertunai sempurna..
Cukup sekedar menyempurnakan nafkah keluarga
Aaa..... itulah mengapa Allah menikahkanmu dengannya

Percayalah......
Selalu ada kebaikan dalam setiap ketetapan Allah Sang Sutradara
Maka temukanlah sebanyak-banyaknya rahasia dibaliknya..
Agar engkau mengerti mengapa Allah menikahkanmu dengannya...

Jikalau engkau masih sulit menemukan jawabannya...
Gantilah kaca matamu dengan kacamata syukur atas segala karunia...

Adalah hakmu jika engkau berharap Khadijahmu menjadi lebih sempurna...
Asalkan kau siap membimbingnya dengan menjadi Muhammad baginya.

‪#‎RZMuhasabah‬

Suka · Komentari · Bagikan
Aridea P Feb 2015
(Palembang, 9 Februari 2015)

Hatiku ini rapuh, kamu tau?
Aku sendiri pun tak mampu menyentuhnya dengan perkataan
Aku selalu membungkusnya dengan kebahagiaan

Hatiku ini istimewa, kamu mengerti?
Aku menjaganya agar selalu bersih dan suci
Aku menyimpannya untukku bagi dengan orang-orang yang sedih

Dimana hatimu?
Kamu berlagak semua baik saja dan meninggalkan hatiku terluka
Kau menorehkan  pecahan beling di hatiku dan menganggapnya tak terluka

Dimana akalmu saat ini?
Kamu membuat hatiku sedih, hatiku tak mampu berikan kebahagiaan bagi orang lain
Kamu tak punya hati hanya memikirkan dirimu sendiri

Hatiku ini bukan barang yang bisa kamu banting saat kamu marah
Hatiku ini bukan pisau tumpul yang kamu tusukan ke dalam tanah
Hatiku ini hanyalah air yang masih dibutuhkan orang lain
Hatiku ini hanyalah udara yang tak terlihat namun memberikan kehidupan
Hatiku ini bukanlah gabus yang bisa kau cabik-cabik, hanya untuk membuat hatimu senang

Hatiku hanyalah hati yang bisa mati
nisa May 2014
ketika berjalan di atas rumput
waktu seakan melambat
seakan aku melangkah terseok
seakan bumi berusaha menelan kakiku

kubiarkan tubuhku terjatuh
sementara mataku memanah langit
menunggu alam menjamahku
menggerogoti nadiku
tulang sumsumku
nyawaku

biarlah darahku menjadi nutrisi bagi tanah
mungkin dagingku bergizi bagi hewan liar
sementara tubuhku membusuk
bersatu dengan hara
tunas-tunas mungil muncul dari dalam
dan bunga-bungaan bermekaran
di antara tulang rusukku
Inspired by Edvard Munch's quote: "From my rotting body, flowers shall grow and I am in them and that is eternity."
So Dreamy Jan 2017
voice over: narrator*

Pemberitahuan terakhir disuarakan, keberangkatan pesawat tujuan Frankfurt Airport akan lepas landas tak lama lagi lagi, orang-orang bersiap masuk kabin. Ada satu hal yang terlintas di pikiran Atlas; ia tahu Venus tidak akan datang. Tidak dalam hitungan waktu tiga puluh menit, sepuluh menit, apalagi lima menit. Percuma saja menunggu, Venus benar-benar tidak datang. Perpisahan mereka sudah berlangsung semalam, pertemuan terakhir yang berhasil membuat Atlas berkali-kali memutar ulang seluruh adegan, mendengar suara gelak tawa mantan pacarnya dalam benak khayal, membayangkan senyuman Venus yang ia lukiskan untuknya terakhir kali. Pertemuan terakhir mereka kemarin bahkan tidak terasa seperti perpisahan, namun tetap bagi Atlas terasa begitu janggal. Mungkin karena terlalu tiba-tiba dan cepat, pertemuan terakhir yang merupakan perpisahan, pertemuan terakhir paling bahagia dan paling sedih, yang juga menyudahi hubungan singkat mereka.

Sejenak Atlas merasa sendu. Dalam lubuk hatinya masih sesekali berharap Venus meneleponnya, mengatakan bahwa ia akan datang mengucapkan selamat tinggal. Namun, nyatanya ucapan selamat tinggal Venus hanya berupa memori-memori tentangnya; seratus hal yang tertanam sejati di dalam hati Atlas mengenai segala hal tentang kejanggalan perempuan itu, gelak tawanya, senyumanya, aroma tubuhnya, kerlingan matanya, rambut hitam tebalnya, wajah pemikirnya, serta sosoknya yang seringkali membuat dirinya bertanya-tanya; kisah apa saja yang tidak diketahuinya, yang pernah terjadi dalam sejarah hidupnya sehingga membentuk pribadi sepertinya yang begitu terlihat bagai keajaiban seni paling nyata di mata Atlas? Baginya, Venus adalah sebuah takdir dan keajaiban menjadi satu.

Dan, ia tidak akan pernah ada niat untuk melupakannya.
Aridea P Dec 2011
Palembang, 25 Desember 2011

For my beautiful Mom:

Mama, kamu cantik
Tanganmu melentik indah saat mencuci baju kami
Mama, kamu sungguh cantik
Badanmu bagus melenggok saat memasak untuk kami
Mama, kamu benar-banar cantik
Sekalipun kamu sedang terlelap di tidurmu

Mama, kamulah harta tak ternilai bagi kami
Harta wajib yang harus kami bawa kemanapun kami melangkah
Kamulah semangat pagi kami tuk menghadapi dunia
Kamulah alasan kami bertahan hidup sampai sekarang
Harapan kami adalah tuk membahagiakanmu selamanya
Pikir kami kata Terima Kasih takkan pernah cukup tuk membalas kasih mu

Mama, kamu cantik setiap hari
Di mata kami kamulah hal yang terindah yang kami punya
Di dunia ini tak ada pahlawan seikhlas dirimu
Kamu terus bertahan meskipun kadang air mata menyertaimu
Kamu terus menebarkan senyummu di waktu kami resah

Mama, kamu tegar setegar batu karang
Mama, kamu bersinar mengalahkan sinar Matahari
Mama, kamu sejuk sesejuk embun di pagi hari
Mama, kamu sehangat dekapanmu pada kami
Mama, kami mencintaimu

Mama, terima kasih atas cintamu selama ini
Terima kasih atas pengorbanan mu kepada kami
Maafkan kami yang pernah membuatmu menangis
Maaf atas tingkah kami yang menjengkelkan hatimu
Kami percaya dan tahu bahwa kamu tahu betapa kami mencintaimu,
Mama
Klo Sifa Jul 2015
aku adalah bulan purnama yang ada di atas jalanmu.
Menerangi dengan redup sehingga kau tak peduli.
Namun ada dan menjaga. walau sedikit signifikansi bagi anda.

Keelokan ku tak terlihat bagi siapa saja. sembarangan. Aku barang mahal. kau perlu congkak dan mendongak untuk melihat.

Tenang saja, aku bukan seperti saudaraku yang satu itu. Terlalu membutakan sampai kau tak sanggup memandang.

Agar bisa kau sawang aku redup.

Sekarang kutanya

Kurang sayang apa aku padamu?
Terinspirasi dari jalan yang selalu dilalui penulis setiap pulang ke kos di daerah Kober, Depok.
Kerak dinding merapuh
Menyapuh bata, menyangainya
Alamat hujan atas gersang
Laksana injil bagi pemeluknya
----------------------------------------------
Ngengat­ dan sesak beraduk
Alasan bagi kuda putih yang tak lagi berlari
Hari ini ia merangkak
Kesakitan atas luka entah dimana
Sakit tampak dari air matanya
Tetesan berawai dan putus asa
Bintun Nahl 1453 Mar 2015
Islam adalah ajaran yang sangat sempurna, sampai-sampai cara berpakaian pun dibimbing oleh Alloh Dzat yang paling mengetahui apa yang terbaik bagi diri kita. Bisa jadi sesuatu yang kita sukai, baik itu berupa model pakaian atau perhiasan pada hakikatnya justru jelek menurut Alloh. Alloh berfirman, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal itu adalah baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal sebenarnya itu buruk bagimu, Alloh lah yang Maha mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Al Baqoroh: 216). Oleh karenanya marilah kita ikuti bimbingan-Nya dalam segala perkara termasuk mengenai cara berpakaian.

Perintah dari Atas Langit

Alloh Ta’ala memerintahkan kepada kaum muslimah untuk berjilbab sesuai syari’at. Alloh berfirman, “Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu serta para wanita kaum beriman agar mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka mudah dikenal dan tidak diganggu orang. Alloh Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (Al Ahzab: 59)

Ketentuan Jilbab Menurut Syari’at

Berikut ini beberapa ketentuan jilbab syar’i ketika seorang muslimah berada di luar rumah atau berhadapan dengan laki-laki yang bukan mahrom (bukan ‘muhrim’, karena muhrim berarti orang yang berihrom) yang bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah yang shohihah dengan contoh penyimpangannya, semoga Alloh memudahkan kita untuk memahami kebenaran dan mengamalkannya serta memudahkan kita untuk meninggalkan busana yang melanggar ketentuan Robbul ‘alamiin.

Pertama

Pakaian muslimah itu harus menutup seluruh badannya kecuali wajah dan kedua telapak tangan (lihat Al Ahzab: 59 dan An Nuur: 31). Selain keduanya seperti leher dan lain-lain, maka tidak boleh ditampakkan walaupun cuma sebesar uang logam, apalagi malah buka-bukaan. Bahkan sebagian ulama mewajibkan untuk ditutupi seluruhnya tanpa kecuali-red.

Kedua

Bukan busana perhiasan yang justru menarik perhatian seperti yang banyak dihiasi dengan gambar bunga apalagi yang warna-warni, atau disertai gambar makhluk bernyawa, apalagi gambarnya lambang partai politik!!!; ini bahkan bisa menimbulkan perpecahan diantara sesama muslimin. Sadarlah wahai kaum muslimin…

Ketiga

Harus longgar, tidak ketat, tidak tipis dan tidak sempit yang mengakibatkan lekuk-lekuk tubuhnya tampak atau transparan. Cermatilah, dari sini kita bisa menilai apakah jilbab gaul yang tipis dan ketat yang banyak dikenakan para mahasiswi maupun ibu-ibu di sekitar kita dan bahkan para artis itu sesuai syari’at atau tidak.

Keempat

Tidak diberi wangi-wangian atau parfum karena dapat memancing syahwat lelaki yang mencium keharumannya. Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang wanita diantara kalian hendak ke masjid, maka janganlah sekali-kali dia memakai wewangian.” (HR. Muslim). Kalau pergi ke masjid saja dilarang memakai wewangian lalu bagaimana lagi para wanita yang pergi ke kampus-kampus, ke pasar-pasar bahkan berdesak-desakkan dalam bis kota dengan parfum yang menusuk hidung?! Wallohul musta’an.

Kelima

Tidak menyerupai pakaian laki-laki seperti memakai celana panjang, kaos oblong dan semacamnya. Rosululloh melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki (HR. Bukhori)

Keenam

Tidak menyerupai pakaian orang-orang *****. Nabi senantiasa memerintahkan kita untuk menyelisihi mereka diantaranya dalam masalah pakaian yang menjadi ciri mereka.

Ketujuh

Bukan untuk mencari popularitas. Untuk apa kalian mencari popularitas wahai saudariku? Apakah kalian ingin terjerumus ke dalam neraka hanya demi popularitas semu. Lihatlah isteri Nabi yang cantik Ibunda ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha yang dengan patuh menutup dirinya dengan jilbab syar’i, bukankah kecerdasannya amat masyhur di kalangan ummat ini? Wallohul muwaffiq.

(Disarikan oleh Abu Mushlih dari Jilbab Wanita Muslimah karya Syaikh Al Albani)
Fahali Machi Nov 2013
Ku terlelap seperti lalu lintas jakarta, berjalan dan berhenti, dari padat menjadi kosong. Yang tak tahu pergi kemana. Gambar-gambar yang lewat begitu saja seperti cepatnya kereta. Lampu-lampu jalan yang menerangi aspal hitam. penjual-penjual yang menjual minuman di lampu merah. Pengamen yang bermimpi membuat kemacetan menjadi hal musikal. Keringat-keringat dibalik helm dan jaket kulit. Tawa-canda dibaluti pendingin didalam mobil. Bis-bis kota dengan kepenuhan penumpang. Orang-orang yang mengumpat jika kau dengar dengan seksama, umpatan mereka begitu indah, tak ada seorangpun di bagian dunia lain mampu menirunya. para pedestrian yang semakin tergeser eksistensinya karena tak ada lagi ruang bagi mereka. Stasiun-stasiun yang nampak menakjubkan ketika sepi. Spanduk-spanduk keagamaan yang dipasang sembarangan sama layaknya dengan iklan-iklan yang berteriak ke telingamu tiap radius 10 meter. aku terlelap bagaikan lalu lintas jakarta. Aku tak tahu kemana.
Aridea P Oct 2011
Kenapa sulit bagi ku
Menulis puisi dengan namamu?
Tersesat selalu aku di sini
Menulis namamu tertulis yang lain

Ingin ku bakar diri ini
Tak bisa dicintai oleh mu
Ku yakin kau tak di sini
Membawa cinta yang ku harapkan

Karena ku tahu ku tak indah
Dari Dewi lain yang pernah kau kenal
Tapi, semua tak punya hati
Meninggalkanmu dan tak setia

Ku berjanji kan setia
Tapi, kau tak mau juga tak apa
Namun, izinkan aku sekali saja
Ucapkan cinta pertama tuk selamanya

Created by Aridea Purple
So Dreamy Jun 2017
Bagiku, kamar adalah satu ruangan persegi yang paling krusial di antara ruangan-ruangan lainnya. Magis, nyaman, penting, dan pribadi. Kamar tak hanya berisi tentang selimut dan bantal-bantal yang dilapisi kain bercorak bunga-bunga atau selimut berbulu yang lembut. Tidak juga tentang tumpukan baju sekali pakai yang dilipat di atas nakas dan kursi roda meja belajar. Tidak juga tentang jendela yang selalu terbuka lebar setiap pagi, mengajak udara segar untuk memasuki rongga hidung, membawa masuk lantunan burung-burung. Terlepas dari karpet cokelat muda yang selalu tergelar di tengah-tengah ruangan, yang dihuni berbagai remah-remah makanan—keripik kentang, biskuit, roti kering—ruangan berukuran 4x4 ini menyimpan dan menyembunyikan banyak hal.

Cerita, rahasia, asa.

Bagiku, kamar adalah saksi bisu. Saksi bisu atas upaya yang pernah ditempa, semangat yang tak pernah padam untuk membara, diri yang selalu kembali bangkit setiap kali jatuh ditampar dunia, serta doa-doa yang mulai dibisikkan dengan lembut sejak fajar menyingsing. Meja belajar yang tak pernah rapi, rak buku yang ditinggali berbagai macam buku; novel, buku puisi, buku pelajaran, buku latihan soal, tempat pensil yang berantakan, cahaya dari lampu meja belajar yang hampir rusak, serta mading yang tak pernah sepi dari berbagai kertas target dan to-do-list yang ditempel.

Kamar juga mata bagi segala perasaan; marah, kecewa, putus asa, sendu. Inilah tempat di mana sepi terpelihara dengan baik, yang anehnya, terasa menyenangkan dan bersahabat. Tenggelam dalam kesibukan sendiri, menulis seorang diri, membaca dengan latar musik indie, yang barangkali hanya satu dari sepuluh orang pernah mendengarnya. Ruangan persegi ini merupakan tempat di mana lagu The Trial of the Century – French Kicks diputar, selalu bergandengan dengan kekecewaan yang perlahan merekah di bilik dada. Tempat di mana Fall Harder – Skyler Spence diputar bertepatan dengan lamunan, ide-ide abstrak, membayangkan hal-hal manis yang misterius. She'll lose herself in bright-lit skies, she watches the sun go by, and even if her love runs dry, she'll be there for the summertime. Ialah sesuatu yang terasa cukup magis dan menyihir, bagaimana lagu tersebut selalu membawaku ke dalam lamunan dan gambaran yang muncul seketika di benak, lalu terbitlah ide-ide dan keinginan untuk membuat sesuatu.

Menulis.

Ruangan persegi ini adalah ruangan kecil yang paling setia menaungi ide-ideku yang seringkali tumpah-ruah tak tahu waktu dan tempat, yang kadang dapat direalisasikan menjadi sebuah karya, kadang juga hanya duduk diam tak mau bergerak di dalam kepala. Ialah ruangan persegi yang dengan sabar mendukungku untuk selalu bergerak mengikuti dinamika inspirasi yang datang, memberontak minta dikeluarkan dari kepala, memintaku untuk selalu menjadi produktif. Tentang menulis cerita singkat dan puisi (karena penulis hebat tidak pernah kehilangan inspirasi, menulis dan bermain dengan kata-kata, bercanda ria dengan rima adalah asupan hariannya layaknya menghirup oksigen). Membaca banyak buku dan terus belajar. Melepaskan tangisan dan emosi yang lelah dipenjara di dalam hati, membiarkan mereka menghujani kertas kosong dalam bentuk kata-kata yang bebas. Mengevaluasi diri, membuat target-target.

Membuat prakarya-prakarya sederhana. Menyanyi lepas dan menari mengikuti irama musik. Menjadikan musik indie sebagai latar musik yang membuat semua komponen di ruangan persegi ini menjadi lebih menyatu, saling melengkapi, menciptakan ide baru, lagi.
Aridea P Nov 2011
Palembang, Senin 7 November 2011

Bagaikan berharganya air mataku
Hanya terjatuh bagi para berlian hatiku
Yang sangat berarti bagiku
Yang sangat dekat dengan ku

Bagaikan rapuhnya hati ini
Terasa sesak setiap mengingat dia
Serasa ingin mati saja
Tak mau lagi hidup jika ada dia

Doaku tak sering ku panjatkan
Hanya bisikan hati yang sering terngiang
Rasaku sudah cukup tak perlu diberitahu
Toh orang pun tak mau tahu

Selalu minta yang terbaik
Sungguh aku menginginkannya
Agar tak lagi aku menangis sepi
Supaya tak perlu aku berpura-pura
Bagaikan tak terjadi apa-apa
Padahal hati ini penuh luka
Yulia Surya Dewi Mar 2018
Allah..
Allah adalah Tuhanku

Oh Allah..
Dzat Yang Maha Agung
Tiada Tuhan selain Allah
Kaulah Yang Maha Menciptakan
Kau ciptakan surga bagi orang yang beriman
Kau berikan rahmat kepada hamba-MU yang bersungguh-sungguh

Ya Allah!
Ya Tuhanku!
Hambamu bukanlah teroris
Hambamu hanya menyembah kepada-MU

Ya Allah!
Tuntunlah aku ke jalan yang benar
Ya Allah!
Dalam gelap kau bangkitkan aku yang putus asa

-Kediri, 22 Maret 2018-
So Dreamy Oct 2017
"Cahaya redup itu umpama semesta alam."
birunya naungan langit fajar
ketika tetes embun hadir di atas permukaan daun
pada hari itu kau berujar

"Pernahkah kamu tahu bahwa gelapnya mengisahkan beribu kisah?"
yang ada suaraku bungkam oleh pertanyaanmu
gaungnya terngiang mengisi sudut hampa telingaku
sebuah kubus berisi ruang kosong tak beraksara
ada sorot matamu yang terjebak di dalamnya

"Pernahkah kamu sentuh sisi gelap yang bersembunyi itu?"
pernah
taman kecil berisi bunga warna-warni dalam suaramu yang sepi kusam, kota lama yang redup di tengah peradaban
kuperhatikan rambut ikal panjangmu menjilati tengkukmu
sambil disiuli angin yang bernyanyi pelan, begitu tenang

"Atau yang tidak sengaja kamu sembunyikan?"
"Ralat, yang sengaja kamu sembunyikan."
matamu mengerling menerawang memandang langit Juni
apa lagi yang kamu dambakan dari gelap pada pagi secerah ini?

"Cahaya redup umpama semesta alam, gelapnya mengibarkan beribu ilham."
jemarimu cepat berdansa dengan senar begitu cermat
ingat pertama kali dua pasang mata sendu ini berkenalan
dalam gelap dalam redup
lahir melodrama di tengah rintik tangisan langit bulan kedua

"Gelapnya mengibarkan seribu ilham. Gelapnya mendatangkan pelangi di tengah tulisan dalam buku kelabuku."
diremasnya jemariku, lalu tenggelam dalam beribu rasa
bunga-bunga merekah membentangkan senyum sang surya

apa lagi yang kudambakan dari gelap pada pagi secerah ini?
satu pertanyaan kubisikkan untuk langit biru pada bulan Juni
apakah hadirku sudah cukup bagi hari-hari gelapmu?

lalu, jemarimu meremas jemariku lebih keras
seolah tak pernah ingin lepas.
Fahali Machi Mar 2012
ia telah berusaha menjadi sesuatu yang berguna bagi orang-orang terdekatnya

ia membasuh kepalanya yang penuh dengan keringat dan menuangkannya di sebuah mangkuk, dan ia menyuruh orang yang ia sayangi untuk meminumnya

ia meminum air kebahagiaan, sebuah benda cair yang sangat ia tunggu.

ia kembali pergi untuk melakukan tugasnya menemukan logika dan akal pikiran.

ia akhirnya temukan di tengah lautan. ia lepaskan jangkarnya kedalam air. ia melompat dari perahu kecilnya, menyelam ke dalam lautan jiwa.

dari jauh ia temukan sebuah cahaya kecil. cahaya tersebut tersenyum. ia yang bersemangat berenang semakin cepat. hingga akhirnya ia temukan logika dan akal pikirannya hanya sebuah….


cinta.
Bintun Nahl 1453 Mar 2015
AKHI, JIKA BENAR ENGKAU MENCINTAI
ISTRIMU...
Ijinkan dia berdakwah...
Berkumpul dengan akhwat seperjuangan....
Relakan kepergiannya ke berbagai majelis ilmu...
Sekalipun itu mengurangi waktunya, untukmu...
Banyak suami salah prioritas...
Istrinya boleh bekerja di luar rumah...
Bebas beraktivitas jika hasilnya menunjang
ekonomi keluarga...
Bahkan didukung untuk kuliah pascasarjana...
Tapi, minta ijin 2 jam saja dalam seminggu untuk
ngaji, TIDAK BOLEH?
Jangan egois, wahai saudaraku..
Suami memang punya "hak veto" dalam rumah
tangga...
Keputusannya adalah kewajiban istri
mentaatinya...
Larangannya adalah keharusan istri
meninggalkannya...
Maka, gunakanlah kewenangan itu dalam
PRIORITAS YANG BENAR...
Dakwah itu wajib, bagi pria juga wanita...
Doronglah istri ikut berjuang di jalan dakwah...
Sesekali ambil alih kerjaannya di rumah agar dia
bisa leluasa bergerak...
Sudah pasti ini mengurangi kebersamaanmu
dengannya...
Tapi, percayalah ini hanya sementara...
Kelak ada masa bebas bercengkerama dengan
yang tercinta...
Di dalam surga, dan kalian berdua akan terus
bergembira...
ﺍﺩْﺧُﻠُﻮﺍ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ ﺃَﻧﺘُﻢْ ﻭَﺃَﺯْﻭَﺍﺟُﻜُﻢْ ﺗُﺤْﺒَﺮُﻭﻥَ
"Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan
isteri-isteri kamu digembirakan".
(QS. Az-Zukhruf, 43: 70)
‪#‎women‬ and sharia
Gymnossienne Jul 2014
Di perjalanan yang kau dan aku tempuh
Mencari makna tentang kata kita
Di tengah semarak laskar kuning menggemuruh
Romantika ganjil antara dua pasang mata

Masih banyak petualangan yang menanti
Ekspedisi kupu-kupu atau jelajah taman satwa
Di atas bis ini kau dan aku temukan teman sejati
Layaknya anak kecil, bersama tertawa

Bait-bait ini mungkin tak mengandung arti
Bagi mereka yang tak pernah mengalami
Baik-baik kau simpan rahasia ini dalam hati
Begitupun aku, jauh di selubuk memori
Aridea P Oct 2011
Jakarta, Jumat 31 Agustus 2007


Ya Allah …
Segala puji bagi-Mu
Untuk hamba sujud kepada-Mu
Berdoa meminta ampunanmu
Dari khilaf yang terus muncul

Ya Allah …
Bila hamba berdosa
Tunjukkanlah jalan-Mu
Bukan hamba yang kau siksa
Namun, syaitan-syaitan yang terkutuk

Ya Allah …
Hamba ingin hidup kekal
Menikmati dunia hingga akhir hayat
Merasakan indahnya kebahagiaan
Sekalipun hamba berdosa
Hamba siap menuju akhirat
Klo Sifa Jul 2015
aku tidak tahu apakah ini seharusnya menyenangkan bagimu, bagiku atau bagi kita.
Sudah terlalu lelah berusaha mejamah.

Kau tak ada ubahnya dengan buih pinggir pantai. Menggoda untuk dikejar, menghilang ketika ditangkap.

Bukannya kau tak mungkin.
Aku hanya lelah.

dan setelah dipikir ulang, mungkin kau tak begitu layak diperjuangkan.
Malam itu, ketika hati dan pikiran ini sudah terlalu letih untuk memikirkan dan memperjuangkan.
#m
Lacuna Nov 2016
aku suka dia
salah
emm aku cinta dia
tak tau alasannya apa
dia tidak terlalu tampan
tak terlalu pintar
bahkan ada yang menganggap nya tidak menarik
tapi aku tertarik dengan dia
aku tertarik dengan dia sejak pertama kali teman ku menyebut nama nya
menceritakan hal-hal konyol akan dirinya
yang membuat ku jatuh lebih dalam kepadanya
mata nya biasa saja
manik hitam yang keliatan coklat saat terkena sinar matahari
tapi bagi ku
mata itu bisa memberikan kebahagiaan
kebahagiaan ku
hanya aku yang boleh merasakan kebahagiaannya
kalian tidak boleh
sudah lah, aku lelah
jika aku terus menulis tentang betapa aku mengagumi nya
kurasa tangan ku akan lepas.
Aridea P Oct 2011
Jakarta, Jumat 31 Agustus 2009


Adakah ucapan syukur bagi-Nya
Yang mencipta Adam Hawa
Hingga hadir manusia
Yang hidup di dunia

Bukan mensyukuri
Namun.. mengingkari
Manusia memang serakah
Ingin lebih dari yang diberikan

Bukan berdoa
Malah berbuat curang
Hingga tiba di akhirat
Tak mau bertanggung jawab
Noandy Feb 2016
Bagi anda sekalian
Yang meranggas merana
Di pintu sesal, sesegukan,
Saya menjual mawar merah meradang;
Khusus ditanam untuk menebus dosa-dosa.
Hanya dengan seisak air mata dan kepalsuan
Anda bisa mendapatkan:
1. Sekuntum bunga jelita
2. Semaksiat dusta terulang
3. Seampun tangis di ujung mata
Silahkan memilih salah satu yang
Paling ingin di sia-siakan.
Semoga memuaskan.
adorating Jun 2019
Yogyakarta, 16 Juni 2019.


Temanku tersayang,

Mudahnya begini, aku tidak akan pernah berhenti mengucap syukur atas hadirnya kamu di hidupku. Dari perhatian kecil yang kamu berikan hingga tetes air matamu yang jatuh ketika aku terpuruk, ikut merasa sedih atas apa yang aku rasakan. Mungkin aku dan kamu tidak selalu menghabiskan waktu bersama, kemudian merasa tertinggal setelahnya ketika salah satu tengah sibuk dengan hal lain. Aku percaya kamu peduli denganku tanpa dibuat-buat juga tanpa paksaan. Ada banyak yang ingin aku sampaikan, namun guratan hitam di atas putih ini bukan tentang aku. Ini untuk kamu.

Kita memang tidak baru bertemu dan kenal kemarin sore, tetapi fakta tersebut juga tidak dapat memungkiri bahwa aku masih merasa belum mengenal kamu dengan baik. Entah aku yang selalu merasa kurang atau memang kamu kurang pandai dalam berbagi sedih. Aku paham sebaik-baiknya kamu sebagai seorang teman, sahabat, anak, kekasih, atau manusia secara umum. Ada banyak khawatir yang kamu pikirkan, sebab kamu tidak ingin orang lain menjadi khawatir akan kamu, maka disimpanlah semua sedih yang kamu rasa. Bukan menjadi masalah besar, sebab aku juga paham bahwa kamu berhak untuk menyimpan apa yang ingin kamu simpan dan membagi apa yang ingin kamu bagi. Aku juga tahu bahwa mungkin aku tidak akan selalu menjadi pilihan pertama kamu dalam berkeluh kesah. Juga tidak menjadikan ini masalah besar untukku, sebab seperti yang aku katakan, aku mengerti. Ingin aku tekankan pada bagian ini bahwa aku ingin kamu baik-baik saja.

Sepanjang kamu hidup ini, temanku, akan ada banyak asam dan garam yang harus kamu cicipi. Semoga kegemaran kamu dalam menyantap mie instan jadikan kamu tahan dalam hal ini, ya. Sejujurnya, yang barusan tidak lucu, tapi tetap aku tulis. Juga, yang barusan dirasa tidak penting, namun aku terlalu malas memperbaiki. Nantinya mungkin akan ada banyak lelah yang harus kamu rasakan, termasuk menitikkan air mata sebab tidak ada kalimat yang mampu menjelaskan semua. Tidak apa-apa, ya? Aku percaya, kamu lebih dari kuat dan mampu menjalani hidup kamu. Semakin kamu bertambah usia, semakin kamu dewasa, semakin kamu akan paham bahwa memang ada saatnya hidup menyuguhkan banyak pertanyaan. Tidak semuanya punya jawaban dan tidak semua jawaban dapat diterima oleh akal. Sebab hidup adalah berproses dan kamu akan terus tumbuh.

Terkadang kamu sudah melakukan semua yang kamu bisa, mengusahakan semua yang kamu mampu, atau memberi semua yang kamu punya, tetapi itu juga belum cukup. Bukan berarti kamu tidak cukup, kamu selalu cukup, kamu selalu lebih dari cukup. Sebagian tidak akan pernah merasa cukup meskipun ketika mereka memiliki segalanya. Hidup bisa jadi lucu seperti itu. Semoga dengan begitu, kamu akan tetap bisa tertawa meski sedang ada sulit yang harus kamu lalui. Terlepas dari sulit tersebut, aku harap kamu akan selalu diiringi dengan bahagia, kemanapun kamu pergi.

Aku tidak tahu kapan kamu akan membaca kata merangkai kalimat yang aku tulis ini. Aku bahkan tidak dapat memastikan apakah aku akan mengirimkannya pada kamu secara langsung. Tapi tepat saat aku memulai paragraf ini, waktu sudah menunjukan tepat pukul dua belas malam. Hari sudah berganti. Bersamaannya dengan ini, bertambah juga satu tahun usia kamu sekarang. Mungkin kamu sedang tertidur, atau tengah dalam panggilan dibanjiri dengan banyak ucapan selamat ulang tahun. Bertambahnya satu angka pada usiamu juga diharapkan kamu menjadi lebih kuat, sebab akan ada lebih banyak tanggung jawab yang harus kamu bawa. Ini tidak melulu soal bertambah tua, melainkan bertambah dewasanya kamu dalam hidup.

Selalu, temanku, doa terbaik aku panjatkan untuk kamu. Sekecil apapun hal yang kamu lakukan di dalam hidupku ini, kamu berarti besar. Selalu, aku ingin bahagia berada di pihakmu. Terima kasih sudah bertahan dan ada. Terima kasih untuk tahun-tahun kita berteman. Terima kasih untuk waktu dan kesediaanmu dalam mendengarkan. Terima kasih untuk kamu.

Selamat ulang tahun.


Salam sayang,
temanmu.
KA Poetry Dec 2017
Saat hatimu dilanda kegelapan
Yakinlah penerangmu tiada lain
Selain Allah SWT
Penerang dari segala kegelapan

“Dan kami turunkan dari Al-Qur’an
Suatu yang menjadi penyembuh
Dan rahmat bagi orang-orang yang beriman
Dan Al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang dzalim

Selain kerugian. “

Lantunan ayat tersebut
Bismillah...
Bawa aku pergi dari kelam
Selamat diriku

Ya Allah SWT.
17/12/2017 | 18.32 | Indonesia | QS. Al-Isra’ : 82 | K.***
Merinda Jan 2019
Hey buddy
Engkau yang tak pernah mungkin kembali
Kau yang membuatku terjebak dalam sebuah ironi
Kita dihadapkan dengan sebuah hukum pasti
Semua yang terlahir pasti akan mati
Pada masanya
10 tahun penuh makna
Bersamamu ku dapat melihat indahnya dunia
Ya, indahnya dunia
Walaupun sekarang engkau sudah di alam baka
Dan sosokmu hanya tergambar dalam sebuah berkas kamera
Kehadiranmu kala itu bak seberkas cahaya
Yang membuatku tetap ingin bertahan di tengah ketidakadilan dan penindasan yg bermakna
Di saat aku tidak bisa lagi melihat sisi baik 'manusia'
Ketika aku pulang dari kandang ilmu dengan penuh tangisan
Seakan engkau menanyakan 'apa yg sedang terjadi?'
Ketika aku hanya ingin berhenti
Berhenti dari segalanya
Bahkan untuk sekedar bersinggungan dengan udara
Engkau seakan tak rela
Aku tak pernah ingin mengulang waktu
Walaupun itu bersamamu
Waktu yang begitu berat bagi hidupku
Waktu yang membuat semua yg kucita-citakan seakan tabu
Waktu yang telah membentukku sebagai sosok pemalu
Malu dalam segala hal
Bahkan terlalu malu hanya untuk sekedar mengatakan 'aku'
Aku hanya ingin menambah waktuku bersamamu
Agar aku bisa membagi kisahku denganmu
Aku yang sudah bisa pergi jauh
Yang sudah banyak mengenal Medan baru
Yang sedikit banyak telah mendapat penerimaan waktu
Dulu, saat aku jatuh
Engkau selalu ada didekatku
Dengan untaian kata motivasi dan semangat alamu
Tapi, di usia rentamu
Aku terlalu peduli dengan sibukku
Hingga ku lupa hanya sekedar menyapa keadaanmu
Entah apa yg ada dipikirku
Sungguh egois memang
Tapi, apa mau dikata
Semua telah tertulis rapi dicatatan-Nya
Aku hanya bisa menjalankan
Dengan tetap menjagamu dalam lamunan
Bintun Nahl 1453 Feb 2015
Tugas utama seorang Isteri adalah "Ummu Walibatul Bait " ibu dan pengatur Rumah Tangga. Jika tugas utama ini terabaikan dengan aktifitas mubahnya dalam bekerja maka hukum bekerja menjadi tidak diperbolehlan. Karena jika hilang fungsi isteri dan seorang ibu maka kehancuran generasi sudah menjadi suatu kepastian, karena merka adalah madrasatul ula (pendidikan pertama dan utama) bagi anak- anaknya.
Semoga bermanfaat.
Amira I Jul 2019
Halo, hari ini hari Sabtu, tanggal 27 Juli.
Mungkin di atas bumi bulan sebentar lagi tak terlihat dan beberapa hari lagi akan muncul kembali, namun sepertinya di kehidupan Bumi; Bulan akan sirna sebentar lagi.
Bulan bingung, bagaimana cara Bulan tetap tinggal di sisi Bumi sementara Bumi tidak memberikan ruang untuk Bulan singgahi, sementara Bumi tidak memberikan kesempatan untuk Bulan mengasihi.
Apa yang pernah Bumi sampaikan pada Bulan terdengar seperti omong kosong belaka saat ini.
Terima kasih ya, untuk hal apa pun yang pernah kita bagi.
Maaf jika Bulan akan tetap menjadi Bulan untuk selamanya, bukan Matahari yang menjadi pusat perhatian dan gravitasimu, Bumi.
Bulan izin pamit ya, sampai jumpa jika alam semesta merestui.
Tik tik berakhir tok
Kau bersua laksana si empu sendok
Meniti waktu dengan langkah jongkok
Asal bukan dengan otak yang pekok.

Satu menit kau pergi
Tiga menit kau balik lagi
Menit ke-lima kau berlari
Menit ke-tuju kau cuma berdiri.

Kejar kejaran jarum kau paling peduli
Bunyi desah jarum kau paling kagumi
Salah sedikit kau hitungi
Sedang waktu kau coba bagi.
Moonity Aug 2018
Laki-laki itu menangis
Tidak ada seorang pun tahu
Atau mau tahu
Sebab sekian juta jiwa berucap
Sejatinya lelaki tidak menangis.

Dan di sana seorang gadis
Terpaksa menutup mata dan mulut
Buta akan pemandangan getir di hadapannya
Bisu akan kalimat pereda lara
Sebab sekian ribu jiwa berucap
Sejatinya lelaki tidak lemah.

Yang sama dari keduanya
Hati dan perasaan tak kian menutup
Akal tak kelabu layaknya
Ribuan orang yang mengutuk mereka.

Lalu akan sangat tidak adil bagi adam
Jika tangis dilarang dalam kamus hidup
Yang kuat juga menangis
Yang menangis bukan arti lemah
—insan yang tak lagi dapat menangis ialah konklusi. Dan sebuah terminasi tak dapat bertukas dari mula.
Pengkahiran dari ceritanya, pribadi lain lahir. Pun orang tetap mengutuknya.
Coco Nov 2019
Hari ini aku merasakannya
Aku kira tidak akan secepat ini
Ternyata aku keliru

Terbesit rasa untuk berbagi
Berbagi ruang dan waktu
Berbagi tawa
Berbagi kesedihan dan kekecewaan

Aku yang tak ahli dibidangnya
Merasa diperbudak
Akal sehat ku tersisihkan
Padahal, sebelumnya aku seorang rasional

Batin bersorai bersama aku yang keliru
Menelan pahitnya kata yang tak terucap
“Apa aku mulai merindukannya?”
Aku tidak tau pasti
Tapi yang penting,
aku sudah memasukkanmu kedalam jurnal pikiranku
Dan itu berarti kau akan menjadi orang penting bagi ku
Nabiila Marwaa Oct 2020
"percayalah kita hanya ujian bagi diri masing-masing. tuhan hanya ingin tahu kita lebih mencintai penciptanya atau ciptaannya"

"hanya ujian?  sekali pun aku tidak pernah melihatmu sebagai ujian"

"... maaf"
dan kita tidak pernah berbicara lagi

— The End —