Berbagai hidangan tertata rapi di atas piring. Kamu duduk menghadap aku di meja makan ini. Kamu masih di sini.
Kerutan di ujung bibir tak akan mampu aku tahan, senyumku lepas bersamaan dengan pujian basa-basi yang kamu lontarkan atas upaya yang aku lakukan.
Matahari kembali hadir. Pagi hari datang lagi dan lagi.
Jika semua itu datang lagi, dengan berani akan aku hadapi hari yang menanti.
Akan aku tata berbagai hidangan di piring-piring. Aku sajikan makanan terbaik untuk menyambutmu di pagi hari.
Jadi, aku mohon bukalah matamu sekali lagi. Lantunkanlah tawa hangatmu untukku berkali-kali.
Dan akan aku sanggupi semua harap yang kamu warisi. Akan aku sanggupi karena kamu sudah banyak memberi.
Kamu beri aku rumah, kamu beri aku ruang melepas penat. Kamu tanamkan aku moral, kamu jauhkan aku dari aral. Kamu membangun mangkuk kaca berisi cinta, berharap aku tambahkan isinya dengan jutaan cerita.
Inginku, cerita kami terus abadi seperti bait-bait dalam puisi. Kamu dan aku. Cuma ada kamu dan aku serta semua hal yang kamu beri. Namun semua yang kamu beri begitu ringkih, begitu mudah hangus dilahap oleh api.
Cerita kami terpaksa berhenti. Menyisakan kenangan yang tidak bisa bertambah lagi.
Kobaran api meretih-retih mengisi sunyi. Tak tahu lagi aku bedanya nyala api dengan dendam yang meretih lirih.
Mimpi buruk membangunkan aku setiap hari. Aku bangun dan menata diri untuk menghadapi hari yang aku harap segera berakhir.
Aku harap kamu masih di sini.
Awal kisah ini adalah akhir, akhir kisah adalah awal. Kisah ini ditulis dalam format fictogemino. Jadi, setelah membaca tulisan ini dari awal sampai akhir, silakan baca dari paragraf akhir sampai paragraf awal.