JOGJA

“Jogja sedang berusaha menutupi kesedihan karena penyesalannya, buktinya akhir-akhir ini Jogja ramai sekali”
“Untuk apa Jogja bersedih?
Bukankah banyak yang mencintainya selama ini?
Buktinya Jogja bisa dengan mudahnya tebar keramahan kesana-kemari kemudian mendapatkan banyak hati.”


JAKARTA

“Jakarta sudah tidak kuat lagi menahan sakit perasaannya hingga ia menangis, buktinya kemarin hujannya turun deras sekali”
“Untuk apa Jakarta menangis?
Bukankah Jakarta begitu kuat?
Buktinya ia tahan mendengar suara bising dari banyak pasangan kekasih yang melempar janji-janji palsu selama ini.”


BANDUNG

“Bandung bingung menanggapi apa yang terjadi terhadap Jogja dan Jakarta, buktinya ia hanya bisa diam.”
“Tidakkah kau tahu bahwa bandung selalu bersuara?
Tetapi selama ini suaranya tersamarkan oleh suara hujan.
Buktinya suaranya tidak bisa dibuktikan.”

Aku membencimu, karena kau buatku benci akan diri.
Ya, benci tidak bukan adalah rasa yang buruk.
Tetap saja kubenci.

Aku benci
Untuk semua indera kesepian
yang kerap kau tebar, oh hanya untukku.
Atas semua rasa ketidakbisaan
yang tentu diberi tanpa sadarmu.
Kepada semua cita keserupaan
yang dengan sederhana menyeret sendu.
Dalam semua ragam roman
yang buatku mati kutu.
Lalu yang terpenting...
dengan semua daya tarikmu.

Tidak, kau keliru.
Aku tidak memujimu,
sudah jelas tertera; aku membencimu.
Ugh, kau buatku sesak sampai kepayang
Tersengal-sengal, girang.

Kau duduk dalam diam
Segaris senyum kau tebar
Aku yang lemah menyerah kalah
Membakar omong kosong
Menciptakan bara apiku

Aku terpaku, pertama kalinya bagiku
Suara renyah bergairah
Menggelitik daun telinga
Mendarat indah di relung hati
Tak perduli yang kau katakan
Aku hanya ingin mendengarkan

Ingin rasanya kugenggam tanganmu
Menculikmu dengan gagah berani
Layaknya ksatria dan kau sang putri
Menyibak rambut ombakmu
Kusematkan bunga
Yang kita petik bersama

Namun...

Aku bukanlah ksatria
Dan kau sendirilah pemilik kastil itu
Tak ada bunga mekar yang bisa kupetik hari itu
Namun di lain hari kuharap kita bertemu lagi

Who, me. I don't know,
I'll ask We, the people.

How has the world,
the one we share, you with me, I with thee,
how has our reality
come to today
surrounded by hooting proud warriors lauding their leaders
made kings by the magi and the tax collectors and spenders?

That's the question.
I think it's a test, or a temptation, knowing the answer might **** us.

Do the math, or believe an expert who says
he knows he knows, an
experienced thinker and weigher of big ideas.

Choose an expert, Yahoo, Goggle experts in interesting time one.
You choose.
Only for now. These teasing toy journeys are only real
in your way of thinking.

An expert in words at play or
an expert in words of war
or work or woe or
joy and
strength'n'vigorishit--
use-ery compounded into stone
an expert in dark, full-on absense of light, al
right, al
ready -- the expert
you let be smarter than you, by God, or any other witness,

that expert better be having more than historical authority, okeh.

Gears used to grind, stick-shift,
yoost to lever m'thematically synchronized
wheels in wheels,
lesser gears, experienced old grease monkey knows,
between those,
is where m'monkey wrench goes.

Bring wheels in wheels to a screeching halt!

Like by the River of Tebar, very hard to write such thoughtscenes,
he trys, um-phailure, deep breath,

look around, selah.
Kiss the son, taste the son, know the son as brother, as gotchabacker
friend, who is the way, the truth, and the life.

No lie is of the truth. There is a basic algorythm in 2019.
AND in 2019 I have an idea that works for me,

the null set can hold any evil any mind, mortal or otherwise,
can conceive.

Napoleon Hill seeds sometimes sown as weeds to choke a crop of lies,
"What the mind of man can conceive, it can acheive."
Ah, so:
Man as a whole, he is thought to have meant, mankind, wombed and un;
but he may have meant man as in, any one man, wombed or un.

--- end first course --- recycle all utensils