Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
Muzaffer Sep 2019
seni sevmek,
hızlı adımla eve dönmek
bir akşamüstü

bekleyişini görmek camda
koklamak eşikte gül kurusu
sarılmak bele şüphesiz

seni sevmek,
gezinti senden habersiz
altın oran korusu

hazırlarken sofrayı misal,
dökülmek gözucuna
bardak dolusu

seni sevmek,
şal gibi omuzlarına serilmek mesela

kitap sayıklarken veranda
ayraç koyduğun yerde beklemek,
bakmak yüzüne hasretle,
mum gibi yüz hatlarında erimek

seni sevmek,
sandalyeyi çekip yatak ucuna,
rüyanı merak etmek,
dokunmak rem yerinde saçına
usulca zülüfü mühürlemek

seni sevmek,
klişe sözleri boğmak ağzımda,
bırakıp lafı göze
akışı kıvrımlara dermek

seni sevmek,
Rabbime şükretmek,
ıslatıp dudağı her öpüşte
sol yanımda çitilemek

seni sevmek vecit hali, delilik

seni sevmek,
sevişirken bile seni özlemek..


..
So Dreamy Jan 2017
voice over: Atlas*

Ketika langit mengubah rupanya menjadi senja sewarna matahari tenggelam, kuajak Venus duduk di kafe tak jauh dari stasiun. Perjalanan hari ini cukup lelah, meskipun pengamatan kami berjalan lancar. Tapi, aku selalu berharap anggota kelompok kami lainnya lebih sering ikut bergerak agar kami tidak selalu pergi berdua. Museum yang kami kunjungi kali ini adalah museum seni, yang kuduga salah satu hal yang amat Venus hargai. Ia penikmat karya seni. Matanya terus memandang takjub karya-karya yang kebanyakan orang tak pahimi apa maknanya, namun Venus menatapnya seolah barang yang dilihatnya ialah nyata. Kau tahu, memandangi seorang perempuan berambut gelombang sepunggung, yang bertinggi badan hanya sehidungmu, rahang tegas, alis yang tebal, memandangi karya-karya seni di hadapannya dengan tatapan antusiasmenya; bukankah ia definisi seni yang sesungguhnya? Yang paling nyata di depan mataku?

Dan, kemudian ia menoleh, tersenyum saat sadar aku memandanginya dari belakang. Ia mengatakan sesuatu, "Atlas, lihat sini! Lukisan yang satu ini benar-benar indah."

Dan, setelah 3 bulan meragukannya, sekarang aku yakin; aku menyukainya, sangat menyukainya, saat kurasakan Venus adalah seni yang lebih indah, terindah.
(daydreaming of 9th october 2016)
So Dreamy May 2017
Hari itu hari Sabtu. Dan, aku sedang ulangtahun.

Sepi. Hanya terdengar suara tetesan air dari keran yang lupa ditutup rapat di wastafel dapur. Desiran angin yang menggesek dedaunan di halaman belakang. Bambu angin yang bersiul di teras rumah tetangga sebelah. Jalanan beraspal yang kosong. Terpaan sinar matahari. Mangkuk beling yang diketuk penjual makanan keliling. Suara jarum detik jam dinding.
Dalam diam aku menunggu. Mahesa belum juga datang. Duduk di atas sofa, perlahan kulahap sekantung keripik kentang, suara iklan di televisi kini menjadi musik latar yang mengisi siang terikku yang sepi ini. Lupakan fakta bahwa kakakku, Mas Kekar, adalah satu-satunya orang yang mengingat hari ulangtahunku. Ucapan ulangtahunnya tiba tadi pagi pukul tujuh lewat pesan suara. Kalau ada Nenek, ia pasti akan membuat kue tar dan nanti malam kami akan duduk melingkar di atas meja makan, menyantapnya bersama-sama sambil minum teh lemon. Sayangnya, sekarang rumahnya jauh; di surga.
Tiba-tiba, telepon genggamku berbunyi. Satu notifikasi baru, ada satu pesan masuk. Dari Mahesa, katanya ia akan sampai lima menit lagi. Baiklah, akan kutunggu dengan sabar. Walaupun ia bilang akan menjemput pukul setengah dua belas ― aku sudah menunggunya sejak pukul sebelas lewat, sekarang pukul satu, dan lima menit lagi ia akan datang. Menghabiskan waktu seharian bersama Mahesa selalu menjadi momen istimewa bagiku, membuat jantung jumpalitan tak karuan, dan berakhir tersenyum-senyum sendiri setiap kali sebelum memejamkan mata di atas tempat tidur pada malam hari. Singkatnya adalah orang ini selalu membuatku bahagia, sadar atau tidak sadar dirinya, ialah sumber kebahagiaanku. Bulan dan bintang bagi malamku.
OK. Kubalas pesannya, lalu kubuka pesan-pesan lain yang mungkin belum kubuka. Tidak ada pesan lain atau telepon. Belum ada telepon dari Ayah ataupun pesan singkat. Entah kapan ia akan pulang. Entah kapan ia akan menyempatkan diri membuka kalender, teringat akan sesuatu, dan mengucapkan, “Selamat ulangtahun.”.
Aku berjanji tidak pernah ingin jadi orang yang hidup tanpa memiliki waktu.
Bel berbunyi dan pintu diketuk. Spontan, aku merapikan rambut, memakai tas selempang, dan bangkit. Kusiapkan senyum terbaik untuk menyambut Mahesa. Setelah pintu kubuka, senyumku langsung sirna. Mang Ijang, tukang pos daerah kami yang malah muncul.
“Siang Mbak Maura, ada tiga surat buat Bapak,” dia menyerahkan tiga surat berbentuk persegi panjang yang sangat familiar bagiku. Sudah berpuluh, bahkan mungkin ratusan kali aku menerima surat macam ini sejak lima tahun terakhir. Kubaca nama perusahaan yang tertera di kop surat itu. Masih sama seperti biasanya; bank, perusahaan listrik, perusahaan telepon.
“Tandatangan di sini dulu, Mbak,” Mang Ijang menyerahkan pulpen dan sebuah kertas tanda terima surat. Setelah kutandatangani, ia pergi.
Kubuka surat itu satu per satu sambil duduk di kursi teras. Surat-surat tagihan, seperti biasa. Hampir dua bulan rupanya Ayah tidak membayar tagihan telepon. Aku bahkan tidak berselera lagi membaca nominalnya. Aku menghela napas dan memandangi jalanan kosong di depan rumah. Kuputuskan untuk memakai earphone, memilih playlist di aplikasi musik, menunggu Mahesa di kursi teras sambil ditemani angin semilir.
5 menit.
Everything is Embarrassing – Sky Ferreira.
10 menit.
Please, Please, Please, Let Me Get What I Want – The Smiths.
15 menit.
Love Song – The Cure.
Dua puluh menit kemudian, Mahesa datang. Senyumku seketika merekah, walaupun ia terlihat begitu lelah. Kaos polo abu-abunya basah oleh keringat, dahinya dibanjiri keringat, napasnya terengah-engah dengan ritme yang tak beraturan. Aku duduk di sampingnya yang memegang kemudi dan masih bisa mencium wangi parfumnya samar-samar, meskipun tujuh puluh persennya sudah bercampur dengan semerbak peluh. Tapi, siapa peduli? Menurutku, ia tetap mengagumkan.
“Maaf lama, Ra. Tadi ada urusan penting yang mendadak,” katanya sambil memilih-milih saluran radio. 19.2, saluran radio yang khusus memutarkan musik-musik indie dan jadul. Mungkin ini salah satunya mengapa sejak awal aku tertarik dengan manusia yang satu ini dan berujung benar-benar mengaguminya, kami menyukai jenis musik yang sama. “Jadi, ke mana kita hari ini? Dan, akan mengobservasi apa?”
Kubuka catatan jadwal terakhir kami, “Hmm. Hari ini jadwal kita ke galeri seni kontemporer yang ada di sebelah balai kota dan pameran seni di hotel Metropolite. Kita bakal mengobservasi lukisan kontemporer supaya bisa membandingkan dengan jenis lukisan yang lain.”
Kamu benar, sesungguhnya ini hanyalah sekadar tugas kelompok bahasa Indonesia. Mungkin bagi Mahesa begitu, tapi bagiku bukan sama sekali. Kuanggap ini sebuah kebetulan yang ajaib. Kebetulan kami sekelompok. Kebetulan kami berdua sama-sama tidak masuk di hari ketika guru Bahasa Indonesia kami membagikan kelompok dan kami masuk ke dalam kelompok terakhir, kelompok sisa. Kebetulan kami memilih tema seni lukis dan belum ada kelompok lain yang mengambil topik itu. Kebetulan dua anggota kelompok kami yang lainnya tidak bisa diandalkan, yang satunya sakit berat dan yang satunya lagi sudah dikeluarkan dari sekolah sejak bulan lalu. Kebetulan hanya aku dan Mahesa yang tidak bermasalah. Maka, hanya kami berdua yang selalu jalan ke tempat-tempat untuk mengobservasi. Sejak saat itu, aku percaya akan keajaiban.
---
Semuanya berawal dari pertemuan singkat kami di minggu keempat kelas sebelas. Oke, ralat, bukan sebuah pertemuan lebih tepatnya, melainkan hanya aku yang memandanginya dari jauh. Namun, itu satu-satunya kejadian yang mungkin dapat memberi jawaban atas pertanyaan mengapa dan bagaimana perasaan ini bisa muncul. Bukan secara tidak sengaja dan spontan seperti yang biasa kau dapatkan di adegan jatuh cinta pada film-film romansa norak, tetapi adeganku sederhana, penuh kehati-hatian, dan perlahan.
Kelas sebelas adalah tahun yang cukup sulit bagiku. My dad was busy more than ever—well, until now dan itu tahun pertama Mas Kekar menginjakkan kaki di dunia perkuliahan. Dia diterima di salah satu universitas negeri ternama di Bandung, jadi hanya pulang ke rumah setiap akhir bulan. Aku punya waktu sendirian di rumah dengan jumlah yang berlebih.
In that year, my friends left me. Ghia pindah ke luar kota dan Kalista bergabung dengan anak-anak populer sejak mendaftar sebagai anggota baru di tim pemandu sorak. Kami hanya makan siang bersama pada beberapa hari di minggu pertama sekolah, setelah itu dia selalu dikelilingi dan menjadi bagian dari kelompok cewek-cewek pemakai lip tint merah dan seragam yang dikecilkan. Aku mengerti, barangkali dia memang menginginkan posisi itu sejak lama dan citra dirinya memang melejit pesat, membuat semua leher anak cowok melirik barang beberapa detik setiap ia berjalan di tengah koridor. Lagipula, jika ia sudah mendapatkan status sosial yang sangat hebat itu, mana mungkin dia masih mau berteman dengan orang sepertiku? Maura, the average one, yang selalu mendengarkan musik lewat earphone, yang lebih banyak menyantap bekal di dalam kelas pada jam istirahat. Aku hanya masih tidak paham bagaimana seseorang yang semula kau kenal bisa berubah menjadi orang lain secepat itu.
Tapi, hal lainnya yang cukup melegakan di tahun itu adalah aku bertemu dengan Indira. Kami berkenalan pada hari Senin di minggu kedua kelas sebelas, hari pertama dia masuk sekolah setelah seminggu penuh dirawat di rumah sakit karena DBD. Begitu melihatku duduk sendirian di baris paling belakang, dia buru-buru menghampiri sambil bertanya, “Sebelahmu kosong?”. Sejak itulah kami berteman.
Indira dan teman-temannya biasa menghabiskan makan siang di bangku koridor lantai satu yang menghadap ke lapangan, bukan di kantin. Walaupun secara harfiah aku bukan salah satu bagian dari kelompok pertemanan mereka, Indira selalu mengajakku bergabung dan orang-orang baik itu rupanya menerimaku.
Di bangku koridor itu kali pertama aku memerhatikan anak laki-laki yang bermain bola setiap jam istirahat kedua. Hanya ada dua-tiga orang kukenal, itu juga karena mereka teman sekelasku sekarang atau di kelas sepuluh, sementara selebihnya orang asing bagiku. Di antaranya ada yang berperawakan tinggi, rambut tebal, rahang yang tegas. Aku hanya belum tahu siapa namanya waktu itu.
Selanjutnya, aku bertemu dengan laki-laki itu di kantin, sedang duduk bersama beberapa cowok yang tidak kukenal, tertawa lepas. Mungkin karena aku jarang ke kantin, aku baru melihatnya di sana waktu itu. Pada acara demo ekskul, aku melihat dia lagi. Bermain bass di atas panggung. Anggota klub musik rupanya. Pemain bass. Pada hari-hari berikutnya, aku lebih sering melihatnya berjalan di koridor depan kelasku, kadang sendirian dengan earphone, kadang ada beberapa temannya. Anak kelas sebelas juga rupanya, jurusan IPS juga. Hari-hari berikutnya, selalu kutengokkan kepala ke jendela setiap kali ia lewat di depan kelasku. Aku penasaran, kenapa mataku tidak pernah melihat orang semenarik dia sebelumnya? Dan, kenapa dia hanya muncul di tempat dan saat-saat tertentu, seperti saat istirahat, masuk sekolah, dan jam pulang? Hari-hari berikutnya, berpapasan dengannya membuatku senang sekaligus semakin penasaran. Dia anggota klub fotografi juga, aktif, sering memimpin rapat anggota di kantin sepulang sekolah, dan ternyata karyanya banyak dipublikasikan di majalah sekolah. Dari situ aku tahu namanya, Mahesa.
---
“Geser ke kanan sedikit. Bukan, bukan, sedikiiit lagi. Sedikiiit, oke, pas!”
Sebagai dokumentasi, Mahesa memotret beberapa lukisan dari berbagai angle dan beberapa kali memintaku untuk berpose ala-ala tak sadar kamera. Tentu saja aku pasti bersedia, selalu bersedia. Dia juga merekam keadaan sekitar dalam bentuk video, yang katanya, bakal dia edit menjadi super artsy.
“Percaya sama gue, kita bakal jadi tim paling keren yang menghasilkan dokumentasi paling berseni, Ra,” kata Mahesa sambil tersenyum sendiri melihat hasil jepretannya.
Destinasi terakhir kami—pameran lukisan yang sedang digelar selama seminggu di hotel Metropolite—akan tutup sepuluh menit lagi, tepat pukul tujuh malam. Setelah terakhir kalinya Mahesa merekam keadaan pameran dan beberapa pengunjung yang masih melihat-lihat, baterai kameranya habis. Sebelum pulang, Mahesa bilang dia tahu tempat makan enak di sekitaran sini. Jadi, kami mampir untuk mengisi perut dengan soto ayam dan berbincang-bincang sebentar, setelah itu baru benar-benar pulang.
Di perjalanan pulang, derai hujan turun perlahan. Karena rumah kami terletak di pinggiran kota, jadi kami harus melalui jalan tol atau kalau tidak, akan lebih jauh. Mahesa memencet-mencet tombol radio, mencari saluran nomor 19.2, tapi setelah mendengar acara yang dibawakan penyiar radio, dia langsung mengganti asal saluran radio yang lain. Saluran radio yang menyiarkan lagu-lagu pop kekinian yang sedang hits.
“Sekali-kali dengerin genre lain, ya, Ra,” katanya sambil menginjak rem. Jalanan seketika padat merayap di depan kami. Mungkin karena hujan mulai deras, jalanan mulai tergenang, orang-orang mengemudi dengan lebih hati-hati.

(bersambung.)
to be continued.
İçimde yarın seni göremeyecek olmanın üzüntüsü var
Buğulu, her an ağlamaklı gözlerini görememenin
Sanki çocukken kırmışlar da seni öyle mahzun bakıyormuşsun gibi Dalgalı deniz saçlarını kalbime dolayamamanın
Elini her saçına götürdüğünde yalnızlığın kıyıya vuruyor gibi
Kırgın, buz ellerinle hayata tutunamamanın
Her sımsıkı sarıldığın eller seni bırakmış gibi
Yere kapanmış kimsesiz ağlayan çocuk sesini duyamamanın
Birini kaybetmişsin de onun sessizliği gibi
İçimde bugünün son gecemiz olmasının dayanılmazlığı var
Geri dönmeyecekmişsin gibi

İçimde yarın seni göremeyecek olmanın üzüntüsü var
En çok da seni bunları başkasına derken duymanın çaresizliği var
So Dreamy Jan 2014
"Dunia ini terlalu indah untuk dilukis, Sayang,"
Begitu katanya
"Dunia ini juga terlalu luas untuk dipahami, Sayang,"
Begitu pula katanya

Aku tetap tak mengerti
Mengapa masih ada orang yang merasa dunia ini
Terlalu sempit untuk diketahui
Terlalu sulit untuk dijelajahi

Apakah jendela cakrawala mereka saja yang sempit?
Atau nyali mereka saja yang tak bisa berdiri sendiri?
Hanya berani menguntit ditemani mata menyipit?
Barangkali pikiran mereka juga hanya bisa mengintip?

"Dunia ini dipenuhi orang aneh, Sayangku,"
Ujarnya kemudian
Secangkir teh diteguknya perlahan
"Dunia ini juga dipenuhi orang berotak kosong, kamu tahu itu,"*

Kukatakan dalam hati bahwa aku tahu
Tentu saja kami berdua tahu
Bumi ini dihuni benak-benak yang melayang liar di balik masing-masing bahu
Yang tak bisa diam walau hanya menunggu waktu

Menunggu pikiran gila lainnya merayap masuk ke dalam kepalanya
Membuat secarik kertas dan sebuah pulpen meleleh di tangannya
Melantunkan kalimat-kalimat indah menjadi sebuah sajak
Menyulapnya menjadi sebuah mahakarya yang terus menanjak

Kukatakan sekali lagi dalam hati bahwa aku tahu
Tentu saja kami berdua tahu
Bumi ini juga dihuni benak-benak licik yang tak punya dinding malu
Yang meraup beribu untung tak kenal waktu

Diam-diam aku bertanya juga

Di manakah jiwa-jiwa kotor itu bisa membeli dinding malu?
Mengapa mentalnya tak beda jauh dengan mental para benalu?
Orang-orang aneh itu masih terus menunggu waktu
Orang-orang berotak kosong itu malah berlari meninggalkan waktu

Orang-orang aneh itu terus menciptakan karya
Orang-orang berotak kosong itu malah dibicarakan di berita pagi dan dunia maya
Orang-orang aneh itu terus menumbuhkan bunga di atas nama bangsa
Orang-orang berotak kosong itu malah menumbuhkan duri di bawah nama bangsa

Seperti yang saat ini banyak terjadi,
Seniman dan Koruptor.
Michael R Burch Feb 2020
Ben Sana Mecburum (“You Are Indispensable”)
by Attila Ilhan
translation/interpretation by Nurgül Yayman and Michael R. Burch

You are indispensable; how can you not know
that you’re like nails riveting my brain?
I see your eyes as ever-expanding dimensions.
You are indispensable; how can you not know
that I burn within, at the thought of you?

Trees prepare themselves for autumn;
can this city be our lost Istanbul?
Now clouds disintegrate in the darkness
as the street lights flicker
and the streets reek with rain.
You are indispensable, and yet you are absent ...

Love sometimes seems akin to terror:
a man tires suddenly at nightfall,
of living enslaved to the razor at his neck.
Sometimes he wrings his hands,
expunging other lives from his existence.
Sometimes whichever door he knocks
echoes back only heartache.

A screechy phonograph is playing in Fatih ...
a song about some Friday long ago.
I stop to listen from a vacant corner,
longing to bring you an untouched sky,
but time disintegrates in my hands.
Whatever I do, wherever I go,
you are indispensable, and yet you are absent ...

Are you the blue child of June?
Ah, no one knows you—no one knows!
Your deserted eyes are like distant freighters ...
perhaps you are boarding in Yesilköy?
Are you drenched there, shivering with the rain
that leaves you blind, beset, broken,
with wind-disheveled hair?

Whenever I think of life
seated at the wolves’ table,
shameless, yet without soiling our hands ...
Yes, whenever I think of life,
I begin with your name, defying the silence,
and your secret tides surge within me
making this voyage inevitable.
You are indispensable; how can you not know?

***

Original text:

Ben sana mecburum bilemezsin
Adini mih gibi aklimda tutuyorum
Büyüdükçe büyüyor gözlerin
Ben sana mecburum bilemezsin
Içimi seninle isitiyorum.
Agaçlar sonbahara hazirlaniyor
Bu sehir o eski Istanbul mudur
Karanlikta bulutlar parçalaniyor
Sokak lambalari birden yaniyor
Kaldirimlarda yagmur kokusu
Ben sana mecburum sen yoksun.

Sevmek kimi zaman rezilce korkuludur
Insan bir aksam üstü ansizin yorulur
Tutsak ustura agzinda yasamaktan
Kimi zaman ellerini kirar tutkusu
Bir kaç hayat çikarir yasamasindan
Hangi kapiyi çalsa kimi zaman
Arkasinda yalnizligin hinzir ugultusu

Fatih'te yoksul bir gramofon çaliyor
Eski zamanlardan bir cuma çaliyor
Durup köse basinda deliksiz dinlesem
Sana kullanilmamis bir gök getirsem
Haftalar ellerimde ufalaniyor
Ne yapsam  ne tutsam nereye gitsem
Ben sana mecburum sen yoksun.

Belki haziran  da mavi benekli çocuksun
Ah seni bilmiyor kimseler bilmiyor
Bir silep siziyor issiz gözlerinden
Belki Yesilköy'de uçaga biniyorsun
Bütün islanmissin tüylerin ürperiyor
Belki körsün kirilmissin telas içindesin
Kötü rüzgar saçlarini götürüyor

Ne vakit bir yasamak düsünsem
Bu kurtlar sofrasinda belki zor
Ayipsiz   fakat ellerimizi kirletmeden
Ne vakit bir yasamak düsünsem
Sus deyip adinla basliyorum
Içim sira kimildiyor gizli denizlerin
Hayir baska türlü olmayacak
Ben sana mecburum bilemezsin.

Keywords/Tags: Turkey, Turkish, Attila Ilhan, modern English translation
So Dreamy Jan 2017
voice over: narrator*

Pemberitahuan terakhir disuarakan, keberangkatan pesawat tujuan Frankfurt Airport akan lepas landas tak lama lagi lagi, orang-orang bersiap masuk kabin. Ada satu hal yang terlintas di pikiran Atlas; ia tahu Venus tidak akan datang. Tidak dalam hitungan waktu tiga puluh menit, sepuluh menit, apalagi lima menit. Percuma saja menunggu, Venus benar-benar tidak datang. Perpisahan mereka sudah berlangsung semalam, pertemuan terakhir yang berhasil membuat Atlas berkali-kali memutar ulang seluruh adegan, mendengar suara gelak tawa mantan pacarnya dalam benak khayal, membayangkan senyuman Venus yang ia lukiskan untuknya terakhir kali. Pertemuan terakhir mereka kemarin bahkan tidak terasa seperti perpisahan, namun tetap bagi Atlas terasa begitu janggal. Mungkin karena terlalu tiba-tiba dan cepat, pertemuan terakhir yang merupakan perpisahan, pertemuan terakhir paling bahagia dan paling sedih, yang juga menyudahi hubungan singkat mereka.

Sejenak Atlas merasa sendu. Dalam lubuk hatinya masih sesekali berharap Venus meneleponnya, mengatakan bahwa ia akan datang mengucapkan selamat tinggal. Namun, nyatanya ucapan selamat tinggal Venus hanya berupa memori-memori tentangnya; seratus hal yang tertanam sejati di dalam hati Atlas mengenai segala hal tentang kejanggalan perempuan itu, gelak tawanya, senyumanya, aroma tubuhnya, kerlingan matanya, rambut hitam tebalnya, wajah pemikirnya, serta sosoknya yang seringkali membuat dirinya bertanya-tanya; kisah apa saja yang tidak diketahuinya, yang pernah terjadi dalam sejarah hidupnya sehingga membentuk pribadi sepertinya yang begitu terlihat bagai keajaiban seni paling nyata di mata Atlas? Baginya, Venus adalah sebuah takdir dan keajaiban menjadi satu.

Dan, ia tidak akan pernah ada niat untuk melupakannya.
Shadiya Zubair Feb 2021
How I fell for you?
We have never met.
But still I let you in
to my world of battle.
When things weren't good for me,
You made me laugh,
Bestowing the peace of mind
I always yearned for ,
by your magical voice.
Semi seviyorum (turkish) - I Love You❤
ne zaman yunanca bir ezgi dolansa kulaklarımda
aklım utanmadan sana gider
çok üzgünüm sevgilim
seni tanımadan geçirdiğim yıllara
ama daha çok üzgünüm
seni bulacağımı sanarak boşa harcadığım zamanlara
dudaktan dudağa
kucaktan kucağa
dolanarak
senin izini aradığıma
çok pişmanım sevgilim
seni tanımadan geçirdiğim yıllara
ama daha çok pişmanım
aşktan gözümün kör olup
beni böyle sokaklarda
seni aramaya muhtaç bırakacağına
farkında olmadığıma
afteryourimbaud Sep 2018
setiap kota
takkan kekal abadi
dan yang ada
di dalamnya
hanyalah penghuni
yang kekal
selamanya ditemani
isi-isi
yang tak berisi
tiada puisi,
tiada seni
tanpa arah
tanpa erti
yang ada hanyalah
imbalan
dan keuntungan
yang berpuing
di udara kota
yang berlegar
di pengairan kota
segalanya
terasa muram
apa bezanya
hidup di dalam
lohong hitam?
Aridea P Jan 2014
Palembang, 11 Januari 2014

Ini kisahku
Kisah mengharu biru
Tentang aku yang tak berkawan
Di pulau perantauan

Ini ceritaku
Cerita yang terekam waktu
Tentang seorang anak Hawa
Yang mati tapi bernyawa

Alarm berbunyi, memecah sunyi
Aku diam di sini, sendiri
Mencoba tuk menutup mata, tapi selalu terjaga
Menerawang masa depan, melukiskan kehidupan

Terdengar Ayam bernyanyi, berirama seni
Aku masih merenungi, siapa jati diri?
Mencoba tuk menutup mata lagi, meski ku pun tak yakin
Ku coba sekali lagi, berharap mulai bermimpi

Esok hari penting, tak ingin ku langkahi
Kemarin hari sendu, birkan berlalu
Sekarang hari biasa, cobalah terbiasa
Kenangan akan tercipta, berawal dari mimpi di kala senja
Merhaba Şiir May 2014
Ah, küçücük gemi, sulara attın şimdi kendini, delisin
Ah, yakarlar seni, dönmezsin bir daha geri, delisin

Ah, deniz olayım, tuzumu rüzgârda savurayım, deliyim
Ah, ne yelken ne yel, köpüklerde kaybolayım, deliyim

Kime sorsam dönüşüm yok
Nereye gitsem mavi
Yelkenimde deli rüzgâr
Her yanım tuz, deliyim

Ah, peşimde rüzgâr, ne yağmurlar dost ne bir kıyı var,
deliyim
Ah, düşlerim kaldı, yalnızım düşlerim kaldı, deliyim

Ah, yaralı kalbin, sönüp gidecek yaralı kalbin, delisin
Ah, küçücük gemi, dönmezsin bir daha geri, delisin

Kime sorsam dönüşüm yok
Her gemi biraz deniz
Her yanım mavi, her yanım yel
Her yanım tuz..
So Dreamy Dec 2017
kau putar lagi satu lagu bernada manis dan mudah didengar itu, sederhana. berbeda dengan musik-musik yang biasa kusimpan di playlist-ku, yang nadanya keras dan isinya tak mudah dicerna. kumpulan seni berisi teka-teki. sejenis indie, mereka bilang. aku dan kamu tak lain hanyalah dua kutub magnet yang berbeda; kamu yang begitu lembut dan aku yang mereka beri label seorang laki-laki berwajah datar, tak berperasaan. salah. kukatakan sekali lagi, salah. aku dan kamu tak lain hanyalah dua kutub magnet yang berbeda, yang juga saling tarik-menarik tak pernah mau lepas pada waktu yang sama. dengan segala perbedaan yang mereka pikir terlalu sulit untuk dipersatukan, logika dan imajinasi, bagai minyak dan air, aku dan kamu memilih untuk saling membenahi satu sama lain. isi pikiranmu adalah buku berjalan bagiku dan ruang kosong dalam sudut otakku yang biasa kau sebut sebagai ‘ruang khayal’-ku, kau jadikan ia sebagai salah satu guru dalam hidupmu. dari sana kau pelajari bagaimana caranya mengenali berbagai nada musik dan segala makna dari balik kiasannya yang beresonansi, kisah-kisah yang hanya dapat hidup dalam dimensi imajinasi, serta inspirasi-inspirasi yang dapat kau cari dari peristiwa sehari-hari. aku dan kamu tak pernah sama, kamu satu perempuan berambut lembut dengan suara yang lembut, isi pikiran yang berjalan mulus. orang-orang bilang kamu perempuan berpendidikkan, jenis perempuan berwawasan luas, berjiwa luas. sementara aku laki-laki penggila musik yang menganggap seni adalah satu hal yang perlu ditekuni seuntuhnya. menjadi musisi adalah satu impian besar yang membuatku tak pernah berhenti berlari untuk mencapainya dan kamu pendukungnya, nomor satu. kamu ingin jadi jurnalis dan aku ingin jadi pemusik. aku dan kamu berasal dari ranah yang jauh berbeda, namun disatukan karena cinta.
Ky Dec 2017
Hembusan angin sayu, menyapa rumput sendu
Rintik hujan turun segan, basah ranting kerontang
Seolah bersatu padu, gambarkan kecewaku

Mereka kata "lihat mata si bodoh keluar tangis"
Kubilang "pergi jauh dasar iblis"

Sendiri kini kau disana
Gantung diri hilang kecewa

Jatinangor, 21 Desember 2017
NURUL AMALIA Aug 2017
Disini aku masih di bawah langit milik bumiku
Tapi berbeda tempat dan aroma tanah
Aku merasa di atmosfer era abad pertengahan
Melihat banyak kastil dengan arsitektur tua
Pemandangan yang indah di Montmartre, sebuah kerajaan seni
yang siap memanjakan mataku seketika

Musim gugur menciptakan lukisan indah secara alami
Tempat itu seperti kanvas
Diciptakan oleh kuas ajaib anugrah yang kuasa
Meski Claude Monete dan Renoir sudah tidak ada lagi
Aku bisa melihat perpaduan warna cantik di musim gugur dengan mata telanjang
kuning, oranye, merah dan coklat
Lukisan yang begitu indah

Biarkan aku memakai jaket hari ini
Sebab udara membuatku cukup dingin
Aku berjalan-jalan di pedesaan Prancis
Pohon-pohon gugur di sepanjang jalan
ditemani oleh nyanyian burung yang menyemarakan hariku
Ini sudah waktunya panen
Aku menyukai labu di ladang
Memilih apel dan pir di kebun dekat benteng Talcy

Prancis seperti harta karun emas
Paris di musim gugur bulan ini
Menara Eiffel sudah menungguku
kali ini aku berjalan di atas dedaunan
Begitu renyah di bawah kakiku
Pohon maple di atas saya memayungi meski hari tak hujan
Daunnya yang tersentuh angin berputar-putar
Mengirim mereka untuk menari di udara
Sangat romantis
Aku sedang duduk di bangku kayu
Ah jika September tiba...
Sözleriyle dokunmaya çalışır elleriyle dokunamayanlar
Ondandır sana şiir yazma çabalarım
Belki yazdıklarım kalbini sarıp sarmalar
Birlikte geçirdiğimiz o güzel günleri hatırlatırlar

Sözleriyle dokunmaya çalışır elleriyle dokunamayanlar
Ondandır her gece mektuplarda senin sıcaklığını arayışlarım
Belki seni bana getirmezler
Ama beni senin rüyalarınla baş başa bırakırlar

Sözleriyle dokunmaya çalışır elleriyle dokunamayanlar
Ondandır senin her bir sözüne muhtaç oluşum
Belki şimdi bana ulaşamayacak kadar çok uzaktalar
Ama hâlâ kalbimi senin aşkınla kaplarlar
Sundari Mahendra May 2017
Sejak kecil mereka aku kasihi dengan sangat
Tak boleh ada  masalah dan persoalan yang didapat
Aku memberi yang dibutuhkan
Walau kadang agak dipaksakan

Melalui hari-hari sekolah kalian ku bimbing
Melalui waktu-waktu susah kau ku bina
Mengarungi saat-saat penting kau kutemani
Tak ada saat dimana kau kutinggalkan

Masuk masa perkuliahan kau dapatkan
dimana kau ingin melanjutkan pendidikanmu
Walau seakan mustahil tapi Tuhan memberi
itulah yang aku ingatkan

Masa-masa perkuliahan kau jalani juga nak...
Ada rasa berontak yang tak terperi
Ingin mencoba dunia seni
Dimana banyak hidup berseri

Tepuk tangan dan kata-kata manis
Kau terima dengan senang hati
Untuk kebanggaan diri pribadi
Untuk kejayaan yang kau ingini
Muzaffer May 2019
belli
standartlara bağlı kalmadan
uyanıyorum sabahları

kahrolası rüyaların
uykumu budamasından nefret ediyorum
ama alıştım artık

akşamdan kalma suratımı
camdan yalayan güneşe dayıyorum
uyanır uyanmaz

dua etmem
gerekmiyor hizmet için tanrıya
hem kilise ikonları cezbetmiyor

vaaza karnım tok
sübyancı piçler diye kalaylıyorum
okudukça pisliklerini

aslolan
kutsal kase
gri tayyörün eteğine bayılıyorum
susurluk ayranı gibi dökülen döküle
çıkıyor akşam merdivenlerimi

sıyırırken vaftizleniyor parmaklarım
bir ayinden, diğerine
koro halinde akustik ayetlerim
duvarların dili olsa


"tanrı seni korusun emma"

en azından benim için

iri memelerin
sütun bacak ve
barok sevişlerin

sonu gelmez
gelme sorunum için..

"tanrı seni korusun emma"

en azından
ikimizden biri ölene kadar..


..
Seni seviyorum diye uyandım yine bir sabaha
Güneşin hatrına döndüğü o güzel yüzüne bakınca
Daldım gözlerine ve bağlandım bu hayata
Tut ellerimden, sarıl bana, ol hep yanı başımda
Žõhņ Đõhņ Jul 2015
As I lay my eyes on my notebook, I begin to
feel them dilate..
Not knowing how long I can hold back these
tears, I scribble after spending a minute
reaching for it..
Only to realize that I'm reaching.
Blurred lines is all I can see on the paper and
then tear drops appear in between the lines,
becoming apparent.
Apparently I've been holding on to a forever
that's gone forever...
But letting go takes forever and its been
forever.
Letting Go Forever, I'll be with you in a
minute, and for better or worse may that be
forever.
Thank God for the waters even if they're
sour..
Because as they dry and disappear on my
face I realize that the truth lies in between
the lies that I fed myself,
And this is just me paying the price.
Cutting the ties, I free you to go to the world..
Tell them my story, let them live my joy and
Lord knows I pray they never feel my pain.
I've taken a **** load of drugs, poured my
heart and soul to you, I'm just tired of never
fixing the pain.
May you find some sunshine and every once
in a while don't forget to dance in the rain
just to hydrate the joy and wash away what
used to be the pain.
See, when I met you, you were banal
scavenging for The One* to give you a
purpose..
I gave you that and more, but sometimes
more becomes less and too much's what you
get when you've been longing for a purpose.
I'll take the blame if its for your sake,
And I wish I could write more but I'm past the
last line of the last page..
And this is the last note I'll ever write for
you.. The irony.
Seni
Poem by a very close friend of mine I tributed my first poem here  "The twist" to. Seni  thaDeegit..

Wait for my "King of Poetry" poem.
Muzaffer Mar 2019
hergün yazıyorsun
diyordu
*** bir iş bul kendine

seni kimse okumaz
bu saçma hikayen de
karnımızı doyurmaz

ütü işinde becerikliydi
koca götlü daphne

sürekli geriye atardı saçımı
zekamla birlikte
üzüm misali karardım
3-5 yıl

sonra kırmızı bir araba geldi
günün birinde long island’dan

kocaman gözlükleri vardı
beyaz önlüklü gergedanların

karga tulumba severmiş gibi
bileklerim bağlı
sedye
tarlasında buldum kendimi

güney
cepheden yağmur yağıyordu
ve
saat 3 yönüne dönüyorduk
her köşe başından

ve hep aynı resim
aynı dişti ağızdan fırlayan

macun reklamı olduğunu
anlamamıştım
ama sonra hatırladım tabii

süt şişesi kalınlığında hemşire
kepinden tanımıştım
kaba etime
zerk ettiğinde iğne olduğunu

sonra bana abuk sabuk
şekiller gösterdiler
gri bir odada

sürekli
soruyordu dolma burun
bu ne
bu ne
peki bu ne
ya bu ne

hep aynı
cevabı veriyordum
çaydanlık
çaydanlık!

yemekler oldukça kötüydü
beyazlar da öyle

ama dostlar
onlar prima
mc.allison vardı b blokta

acayip severdim
güvercin beslermiş o zaman
büyükçe bir parti vermiş birgün
ve kuşları zehirlemiş

down town
sheriff’i bile gelmiş düşünsene

hayli keyifli geçmiş gece
sabaha karşı herkes hastanede

40 ölü var diyordu gülerek
20 güvercinle 40 domuz vurdum

deli herhalde diyordum içimden
sahi ben neden buradayım

altıma kaçırıyordum mütemadiyen
hergün temiz çarşaf
hergün ters yüz yatak
1yıl sonra
kurul toplandı

her yerde çaydanlık resmi vardı
tuhafıma gitmiş
sormuştum bunlar ne diye

hepsi ayrı ayrı dizayn edilmiş
ve hepsi farklı keyif

köşede olana takıldı gözüm
soruları sularken

ama sürekli
o çaydanlığa bakıyordum
sonra anladım

görüyordum
çaydanlıktan
akıyordu beynime daphne

ve maalesef
yanık tütüyordu çenesi
*** iş bul
iş bul der gibi
kuzineden sarkan dili...
Evan Stephens Dec 2020
I love you
like eating bread dipped in salt
like waking up burning at night
like drinking water straight from the tap.
like opening the heavy package in the mail
without knowing what it is,
excited, happy, suspicious
I love you
like crossing the sea for the first time
like something moving inside me
when night falls softly over Istanbul
I love you
like thanking God that we're alive.

[Seviyorum seni
ekmeği tuza banıp yer gibi
Geceleyin ateşler içinde uyanarak
ağzımı dayayıp musluğa su içer gibi
Ağır posta paketini
neyin nesi belirsiz
telaşlı, sevinçli, kuşkulu açar gibi
Seviyorum seni
denizi ilk defa uçakla geçer gibi
İstanbul'da yumuşacık kararırken ortalık
içimde kımıldayan birşeyler gibi
Seviyorum seni
Yaşıyoruz çok şükür der gibi.]
translation of Seviyorum Seni by Nazım Hikmet
Muzaffer Feb 2019
acıklı filmlerden nefret ederim
yine de
bir bilet veriliyor bir akşam
giriyorsun suareye
ilk başlar yormuyor
on dakika aradan sonra
saplıyor kadın bıçağı
bir şey hissetmiyorsun önce
teğet geçiyor kalbi kahkahaları
ölmüyor adam, beter oluyor
oksijen azalan beyninde
Tanrım! ne dangalak kareler
çıkmak istiyor duygular
sıyrılmak derisinden
ama imkansız
seni de
çekiyor içine mayıs
bir sürüngenin dilinde
yerleşiyorsun
salon salomanje sandığın
karanlık dehlize
uluorta oynaşıyor kadın
adamdan imtina ettiği
günışıklarını
bolca dağıtıyor evrene
sevmek, sevilmek
şehir efsanesi
duygu yitiminde kopuyor kıyamet
evriliyor bukalemun gibi benliğine
hücreleri çiğnerken kalp atışların
sevişiyor yabancı bir gövdeyle
ne cüretkar bir senaryo
işbirlikçiden söz etmiyor film
senaryoda olduğu halde
fakat ben görüyorum
uzaktan yakınlar birbirilerine
aynı familyagil, yani o da sürüngen
hani şu
arada bir köpek kılığına giren
ve fakat
adamın ifadesi alınıyor hastanede
temmuz köpeğimi çağrın diye
bas bas bağırıyor adam
bukalemun onun yüreğinde...


Vaha
Muzaffer Jul 2019
telefon her çaldığında
damarlarımda yürüyen kan
koşmaya başlıyor ve nabzım
bir yarış atı gibi luta kalkarak
gözlerimi hızla ekrana taşıyor..

"meleğim" arıyor

kaydı olmadığında
bungee jumping’in ipi
kopmuşçasına hızla bir
boşluğa düşüyorum..

intihara meyilli kalp çakram
akordu bozuk bir gitar gibi
devasa kolonların tweeter’larını
birer birer patlatmasının ardından
büyük fırtına sonrası sessizliğimin
fermuarını yavaş yavaş, yukarı çekiyor..

bu mastürbasyonel psikolojiyi
günün belirli saatlerinde
orgazmın eşiğinden dönen
bir homosaphien gibi yaşamak
acı verse de,
versace saatlerin
dolçe vita öpücükleri
bir an da, olsa
bohem ambiansların
ambulansında
sevişmelerimizi serum yoluyla
beynimden yüz hatlarıma yayıyor

benim olduğunu biliyorum
ve birazdan..

"meleğim" arıyor

yazacak
neonlar yüzümde parladığında
ve ben, bekliyor olacağım seni
menekşelerin dansettiği
cezayir sokağında..

..
Muzaffer May 2019
aşk
birkaç ay
bolluk ve bereketle
ruhumu ve zihnimi giydirdiğinde
şükran günü kadar mutluydum..

-her şey yolunda sophie
-günaydın papatyalar, güller ve duvardaki kediler
-deli maria, karnına kıymalı börek gömmeye ne dersin?
-sevgili arı, lütfen at sineğine binip gider misin tatlım?
-beyaz mı, giydin bugün? hımmm öpüyorum onu
-çıkışta duraktan alırım seni, mahfele gideriz

ay gümüşse, güneş altındır gerçekliğinde
aşkın beni kıskandığını hissetmeye başladım bi süre sonra
talihsiz bir kara çarşamba yürüyordu üstüme salı’dan
ve kalp kırmayı denedi yüksek perdeden, ve kırdı da
hücrelerimden striptiz yaparak ayrıldı kıçı açık

aşkın, ağzı kapalı tutulması gereken
uçucu bir madde olduğunu anladığımda
salak bir tiner şişesi vardı yanımda
bir de kapağı tura gelen
ben..

..
Muzaffer Feb 2020
hergün yazıyorsun
diyordu
*** bir iş bul kendine
seni kimse okumaz
bu dandik hikayen de
karnımızı doyurmaz

ütü işinde becerikliydi
koca götlü daphne
sürekli geriye atardı saçımı
zekamla birlikte
üzüm misali karardım
3-5 yıl

sonra kırmızı bir araba geldi
günün birinde long island’dan
kocaman gözlükleri vardı
beyaz önlüklü gergedanların

karga tulumba severmiş gibi
bileklerim bağlı
sedye
tarlasında buldum kendimi

güney
cepheden yağmur yağıyordu
ve
saat 3 yönüne dönüyorduk
her köşe başından

hep aynı resim
ve
aynı dişti ağızdan fırlayan

macun reklamı olduğunu
ayıkamamıştım
ama sonra hatırladım tabi

süt şişesi kalınlığında hemşire
kepinden tanımıştım
kaba etime
zerk ettiğinde iğne olduğunu

sonra bana abuk sabuk
şekiller gösterdiler
gri bir odada
sürekli
soruyordu dolma burun
bu ne
bu ne
peki bu ne
ya bu ne
hep aynı
cevabı veriyordum
çaydanlık
çaydanlık!

yemekler oldukça kötüydü
beyazlar da öyle
ama dostlar
onlar prima
mc.allison vardı b blokta
acayip severdim

güvercin beslermiş o zaman
büyükçe bir parti vermiş bi'gün
ve kuşları zehirlemiş

suffolk county
sheriff'i bile gelmiş düşünsene
hayli keyifli geçmiş gece

sabaha karşı herkes hastanede
40 ölü var diyordu gülerek
20 güvercinle 40 domuz vurdum

deli herhalde diyordum içimden
sahi ben neden buradayım
altıma kaçırıyordum mütemadiyen
hergün temiz çarşaf
hergün ters yüz yatak

1yıl sonra
hz. kurul toplandı
her yerde çaydanlık resmi vardı
tuhafıma gitmiş
sormuştum bunlar ne diye

hepsi ayrı ayrı dizayn edilmiş
ve hepsi farklı keyif
köşede olana takıldı gözüm
soruları sularken

ama sürekli
o çaydanlığa bakıyordum
sonra anladım
görüyordum
çaydanlıktan
akıyordu beynime daphne

ve maalesef
yanık tütüyordu çenesi
*** iş bul
iş bul der gibi
kuzineden sarkan dili
This poem is Turkish.
OnceWasAskim Oct 2022
My dearest Askim,

Consider this a line in the sand on a sunny beach.

I felt the need to leave something positive here for you. That’s why I’m writing today. To break the cycle of hurt and pain. Love shines from today. Even with tears running down my cheeks on the plane.

The past is the past. Today I finally let it go. Let it be what it was. We can’t change it now. I truly hope today helped you too…  

What we can do is be our best. Live our best lives. I won’t rehash everything I said to you today, you heard it. I have nothing but love for you. And I will protect you until the day I die. That is something I will commit to for just a very few people on this earth. But I do so, unreservedly for you. Always.

It still doesn’t mean I won’t miss you every day I’m alive…

The main thing I wanted to say was thank you for giving me the gift of 90 minutes with you. I shall cherish that time more than you know. You set me free today. I can’t thank you enough.

I’m wishing you a big sleep after the disruption I brought to you. I’m wishing you peace and happiness.

And I just want to tell you
It takes everything in me not to call you
And I wish I could run to you
And I hope you know, that every time I don’t,
I almost do…

Sweet dreams Askim.
Seni seviyorum **
Love
Lei certo l’alba che affretta rosea
al campo ancora grigio gli agricoli
mirava scalza co ‘l piè ratto
passar tra i roridi odor del fieno.

Curva su i biondi solchi i larghi omeri
udivan gli olmi bianchi di polvere
lei stornellante su ‘l meriggio
sfidar le rauche cicale a i poggi.

E quando alzava da l’opra il turgido
petto e la bruna faccia ed i riccioli
fulvi, i tuoi vespri, o Toscana,
coloraro ignei le balde forme.

Or forte madre palleggia il pargolo
forte; da i nudi seni già sazio
palleggialo alto, e ciancia dolce
con lui che a’ lucidi occhi materni

intende gli occhi fissi ed il piccolo
corpo tremante d’inquïetudine
e le cercanti dita: ride
la madre e slanciasi tutta amore.

A lei d’intorno ride il domestico
lavor, le biade tremule accennano
dal colle verde, il büe mugghia,
su l’aia il florido gallo canta.

Natura a i forti che per lei spregiano
le care a i vulghi larve di gloria
così di sante visïoni
conforta l’anime, o Adrïano:

onde tu al marmo, severo artefice,
consegni un’alta speme de i secoli.
Quando il lavoro sarà lieto?
Quando securo sarà l’amore?

Quando una forte plebe di liberi
dirà guardando nel sole: ‘Illumina
non ozi e guerre a i tiranni,
ma la giustizia pia del lavoro’?

— The End —