Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
Elle Sang Dec 2015
Gadis itu pulang dengan kepingan jiwanya
Berusaha untuk menahan segala rasa sakit
Semua ia simpan rapat-rapat walau tersirat dari matanya
Ia menghempaskan badan diatas tempat tidur
Sambil sesekali memijat keningnya, berharap rasa sakit tak akan hinggap kesana.

Lalu ia berusaha tak mengingat-ingat semuanya
Berharap entah bagaimana caranya agar ia mematikan perasaannya
Dalam hati ia bertanya "kapan terakhir kali kau bahagia?"
Tak ada satupun yang bisa menjawab pertanyaan itu
Ia hanya menatap langit-langit kamar  sambil tersenyum pahit.

"Yah, begitulah realita hidupmu. Tersiksa karena jatuh berkali-kali untuk orang yang salah"
Otaknya berbicara pada hati yang masih kukuh membela perasaan yang ia punya
Ia tak bisa lagi menampik bahwa kepala dan hatinya setelah ini tak akan pernah ada di kubu yang sama
Karena kelalaian hatinya lah ia berada disini sehingga logika menghukum hati itu, menutup pintunya rapat-rapat dan menenggelamkan kuncinya kedalam samudera pemikirannya.

Suara hujan mengiringi gadis itu
Tak terasa satu demi satu tetes air mata mengalir
Ia hanya bisa memejamkan mata dan berkata
"Aku sudah tak punya hati lagi"
Noandy Aug 2016
Sebuah renungan untuk kesukaan yang aneh.

Prang

Ia suka mendengarkan suara kaca pecah. Kadang-kadang, suara beling atau cermin. Itulah sebabnya ia sering kehabisan gelas di rumah. Saat sedang gusar hatinya, ia sengaja mengambil satu atau dua gelas untuk dijatuhkan. Suaranya renyah dan cantik. Ia membayangkan berbagai masalah yang ia hadapi berubah menjadi sebuah gumpalan besar yang akhirnya mendobrak tempat ia dikurung bebas dan selanjutnya merasuki orang lain. Ia tak akan memikirkan kegundah-gulanaannya lagi. Apabila sudah terdengar *prang
, tak ada lagi yang perlu dikhawatirkan.

Ia sadar kalau itu kebiasaan yang buruk. Orang-orang disekitarnya mencercanya. Berisik, kata mereka. Ia tidak melakukannya karena ia suka memecahkan barang. Ia lakukan hal itu karena ia suka mendengar suara kaca pecah yang berhamburan kemana-mana. Ia juga tak sering-sering amat melakukannya, hanya sesekali. Terkadang malah tidak sama sekali.Tentu saja, ia tak ada maksud mengganggu orang-orang di sekitarnya.

Kata-kata pedas itu membuatnya ingin mendengarkan suara kaca pecah lagi. Tapi ia tak dapat melakukannya. Ia tahu melakukan itu hanya akan membuatnya dihujat lebih parah.

Ketika terbangun di subuh yang dingin, ia mendapati suara kaca pecah berkali-kali terdengar. Prang prang benar-benar membuatnya tenang. Sepertinya otaknya sudah merekam suara menggeletar itu dan memutarnya begitu saja tiap hatinya gonjang-ganjing.

Sayangnya bebunyian itu tidak berhenti. Ia terus mendengar prang prang bahkan ketika matahari tepat berada diatas kepala dan prang prang prang lagi ketika maghrib tiba. Prang prang prang prang. Prang prang prang. Prang prang prang prang prang prang prang, prang prang, prang prang prang.

Prang prang yang ia nikmati mendadak menjadi sebuah suara yang membuat keringat nya, prang, mengucur deras.
Prang prang prang prang tetap tidak berhenti meski hari silih berganti. Ia terheran, apakah orang lain juga dapat mendengar prang prang prang atau hanya ia saja?

Sudah hampir dua hari prapraprang terus berlanjut. Ia mencoba keluar rumah, mungkin suara itu ada di dalam rumahnya saja. Dan benar, saat ia keluar rumah, tidak ada satupun pranggggggg terdengar.

Tak ada tetangga yang menunggu di depan rumahnya dan memprotesnya.

Yang ada hanya  jejeran rumah-rumah tetangganya yang hampir semua kacanya  hancur lebur karena di lempari batu, dan saat ia melongok ke dalam, para penghuninya telah telungkup dengan kepala bocor.

Ia lari tunggang langgang kembali ke rumahnya, dan prang.

Prang lalu berubah menjadi gedebuk dan suara yang dahulu menenangkannya kini menghabisinya.

Wanita bertubuh gemuk yang tinggal beberapa langkah dari rumahnya itu benjol kepalanya. Ia membawa sebuah vas porselen yang kini hanya berupa pecahan-pecahan saja setelah digunakan untuk menghantam kepala si pecinta prang.

“Dasar ngelamak, diingatkan malah menjadi-jadi. Setan kamu ya, semua orang kau lempari rumahnya prang prang prang hanya karena protes berisik.”

Ia tak tahu apa yang terjadi. Bunyi yang terakhir di dengarnya hanyalah prang. Cercaan si gemuk tak dapat lagi ia dengarkan. Darah dari kepalanya yang pecah—bocor—menggenang di teras rumahnya. Semua orang pasti senang atas kematiannya. Mereka tak akan mendengar prang prang prang prang lagi. Sedangkan ia, tak tahu apa yang terjadi dan mengapa kepalanya dihantam begitu saja.

Yang ia tahu,
Ia suka mendengarkan suara kaca pecah,
Lalu orang-orang mencibirnya, ia tak dapat lagi melipur penatnya.
Dan karena itu,
Aku jadi suka memecahkan kaca untuknya.

Prang,
Sayang.
oshooney Apr 2021
Keretanya melaju sangat kencang.
sampai-sampai, ia lupa cara untuk bernafas.
Matanya tertuju pada kesunyian yang tampak di luar jendela.
Otaknya terus menerus melontarkan tanya,
Apakah ia bisa beratahan dilajunya kereta ini?
Apa ia bisa untuk berdiri dan berjalan kemanapun yang ia mau?
Apa bisa?
kalau hatinnya mati, ia takkan kesepian lagi?
Tetap saja, ia tak tahu bagaimana cara menjawab pertanyannya sendiri.
Dan,
keretanya takkan pernah berhenti.
/ rembulan /
Diadema L Amadea Aug 2019
bulu mata lentik, cantiknya.

rambut panjang, diurai atau diikat aku bisa gila.

kontur wajah boleh halus atau tegas, asal selalu sayang mama papanya.

enggan untuk beranjak dari kata kata yang ia keluarkan, indah betul isi otaknya.

dapat terlihat garang namun manis seperti semangka melon apel.
aku suka.

ditambah cara melucunya yang bisa kuberi nilai 100, sungguh aku bisa melemah.


sialan.
jangan kangkung, jangan gori, jangan sawi
kalian yang bukan orang jawa pasti tidak mengerti





HAHAHHAHAHAHHAHA SUKURIN

— The End —