Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
Aridea P Oct 2011
Aku menangis, padahal tak ada yang harus ditangisi
Aku tertawa, padahal tak ada yang harus ditertawai

Aku berjanji...
Tanpa tahu akankah ku tepati
Aku bersumpah
Tanpa tahu azab apa yang akan ku dapati

Keinginan hati hanya mimpi
Hati munafik padahal baik
Mangapa jiwa ku terbagi?
Selalu hadir bergant-ganti

Jiwa keras hadir, terluluhkan oleh dia
Sesal pun menghampiri
Air mata curahan hati

Jiwa lembut hadir, tertegur perkataan "MUNAFIK"
Mengucap kata meyakini
Inilah aku yang asli

Mengapa jadi serba salah?
Hati ku keras, hati ku lembut
Selalu berakhir air mata
Bertanya, dosakah aku pada Tuhan?

Created by Aridea Purple
Aridea P Oct 2011
Jika aku berdosa Tuhan
Hati tak ingin disalahkan
Karena jiwa yang serakah
Telah terbelah menjadi dua

Ingin hati terbang ke Surga
Apadaya terbelenggu senja
Mentari panasi dunia
Bagai raga ku yang mulai gersang

Tuhan... Tolong...
Teriakan ku memohon
Hujanilah raga ku yang gersang ini
Beri tanda jiwa yang asli

Jiwa keras bagai karang
Terhempas ombak baru mengalah
Jiwa lembut bagai awan
Terhempas angin baru tersadar

Sadar akan 2 jiwa yang terbagi
Begitu berbeda bagai langit dan bumi
Amat berbeda bagai air dan api
Ku sadari, aku manusia yang Munafik

Created by Aridea Purple
Sendu yang merana ingin segera hilang eksistensinya.

Aku merasakannya melalui deburan sayap-sayap imajinerku: lambat, lembam, berat, dan lekat.
Kabur dari kejaran mendung yang membayang di antara kepakku, pundi-pundi udaraku rasanya ingin kubakar saja. Kepada tangan-tangan Malam yang mulai menggelepar kelelahan, menyerahlah.
Diam kau, Rindu! Kunantikan Pagi hanya untuk berkubang dalam realitas yang menyejukkan tembolokku ini.

Sebuah transkripsi dari sunyinya Pagi, aku ingin bercinta dengannya. Ia juga menginginkanku. Aku lah Burung Gereja yang mengisi setiap jeda bisu dari upacara sakral pergantian periode. Aku tahu Pagi merindukanku. Aku tahu Pagi menantiku untuk duduk di pangkuannya dan menunduk, menghormati, dan pada akhirnya bersanding dengannya.

Biji mentari mulai retak. Fiksi-fiksi kemerahan mulai bersemi di ufuk timur. Burung Gereja yang munafik ini pun segera menertawakan Malam (mengapa ia terdiam saja? Mengapa ia tidak mengejarku? Ah sudahlah, mungkin ia akhirnya sadar) dan melesat dalam sudut lurus ke arah ranumnya penghujung subuh.

Segera ketika mendarat di antara embun pagi hari yang terkondensasi, jemari Pagi meraih wajahku. Merasuk hingga retinaku menjerit dalam sukacita. Bulba olfaktori yang menghirup segala nikmat dalam sejuknya nafas kabut (berbau mint, capucinno hangat yang dituang dalam cangkir marmer, dan pelukan hangat sepasang kekasih dalam satu ranjang untuk pertama kalinya) meronta dalam adiksi akan ciuman pertama Pagi kepada diriku. Lalu perlahan sinarnya mulai meraba tubuhku; dengan lembut dan penuh kasihlah Pagi selalu bersikap. Pelan tapi pasti, ia mulai menelanjangiku sampai pada suatu titik hingga aku sadar bahwa aku hanyalah sebuah bias eksistensi.

Aku ini tiada.

Aku ini bukan siapapun.

Akulah Sendulah yang merana!

Rindu mulai menjerat kaki-kakiku. Kemanakah benteng-benteng diksi verbal yang selalu kulontarkan dalam hipokrit tiada seekor Rindu pun yang boleh menggerayangi diriku! Aku berteriak meminta derma asih agar tidak terseret Malam yang tiba-tiba duduk dalam singgasananya sambil tersenyum penuh kemenangan. Aku tidak boleh kembali ke dalam Malam! Bagian bawah tubuhku seakan sudah menyerah dalam keadaan, tetapi lenganku meronta menjulur ke arah Pagi.

Yang kini tiada.

Yang memberikan harapan semu terbiaskan oleh lampu jalanan

Yang rupanya hanyalah delusi

Dari sebuah Sendu

Yang memunafikkan masa lalu dengan bersandar pada peluh masa depan

Yang rupanya hanyalah delusi
"Kepada seluruh mantan kekasih yang berusaha mencari pelarian"
Ara Oct 2013
Kau... membenciku kah?
tidak menyukaiku? atau mungkin kau iri padaku?

Kau begitu munafik!
dulu aku selalu bercerita tentangnya padamu, meskipun aku dan dia sudah tak lagi bersama kau pun tahu aku masih sangat sangat menyukainya. Kau tahu aku mengaguminya berbulan bulan, kau juga tahu untuk mendapatkan hatinya seperti berlari mendapatkan satu bintang kecil. Walau pada akhir nya aku hanya jadi pelampiasan perasaannya, tapi aku masih sangat menyukainya pada waktu itu meski kenyataannya harus seperti itu.

Aku teman mu, dan aku juga tahu kau juga temannya lebih dekat dari sekedar pertemananku denganmu.
tapi apa kau tak bisa mengahargai perasaanku sebagai temanmu?
kau tahu semua isi hatiku tentangnya, tapi mengapa kau sekarang?
memadu kasih dengan dirinya yang sampai detik ini kau tahu aku masih sangat mengaguminya!

kau jahat! kau benar-benar penghianat bertopeng pertemanan!
kau bukan lagi temanku sekarang. Itu terlalu sakit, sangat sakit untuk ku percaya.
kau bahkan hanya mengatakan maaf hanya untuk sekali seumur hidupmu?! itukah dirimu yang sebenarnya? menikamku tanpa ampun.

kalian berdua sama saja, tak ada gunanya aku mempertahankan seorang teman penghianat, dan sorang pengagum yang gila perempuan.

'seorang pencuri kekasih sesungguhnya mencuri seorang penghianat!'
Aridea P Oct 2011
Pertengahan tahun aku kenal dia
Tepat saat kenaikan kelas 9
Ku berteman dengan nya
Hingga kami menjadi sahabat
Ku beri dia segalanya
Termasuk contekan
Saat ada masalah sama guru
Aku membelanya
Hingga awal bulan tahun kedua
Kami terus bersama

Seiring waktu berjalan
Ku masih baik dengannya
Ku selalu menjaga perasaannya
Tapi… di pertengahan bulan tahun kedua
Aku konflik dengannya
Ternyata sahabatku selama ini
Seorang munafik yang berkata lebay
Ku sedih, ku kecewa, ku marah!
Dan ku bersumpah tak ingin mengenalnya lagi
SELAMANYA
Diska Kurniawan May 2016
Dengarkan ketika kau merasa takut,
akan semua ketulian,
Gosip dan kata-kata tak bermakna,    
Semua berita peperangan
Maupun musik tanpa nada.
Telingamu seharusnya takut.

Lihatlah ketika kau merasa takut,
akan semua kebutaan,
Kebajikan yang munafik,
Imajinasi yang berlebihan
Terlebih jika kau tampik
Matamu selayaknya takut.

Ucapkan ketika kau merasa takut,
akan semua puisi dan syair,
Mantra yang mereka panjatkan,    
pada setan dimana mereka lahir
Semua bisu yang kau nyanyikan
Bibirmu seharusnya takut.

Cintai ketika kau merasa takut    
akan semua iba dan nestapa,
Mabuk dengan segelas kasih,
Mereka yang bertelanjang jiwa
Sehingga matipun tertatih
Hatimu selayaknya takut

Pikirlah ketika kau merasa takut
akan semua yang dungu,
dimana nuklir-nuklir itu mereka sesap,
dan kebijaksanaan para ***** dituju
Ketika para pendeta tergagap.
Otakmu seharusnya takut

Rasalah ketika kau merasa takut
akan semuanya yang berbentuk,
menyerupakan tawa dengan doa,
Yang menyayat hiruk pikuk
Derap dan tangis yang fana
Dirimu selayaknya takut
                                                                          
Maka biarkan aku berani
Karena kau hidup, dan aku tak punya diri.
Hiatus until the end of my fatigue.
Pada suatu hari yang kejam.
Budi mau ke sekolah.
Ganti baju, minum susu, tidak lupa gosok gigi.
“Buk, Budi berangkat dulu ya.”

Ibu pertiwi tidak menjawab.
Budi melongok ke dapur lalu melihat ibu pertiwi.
Tampangnya kusut, pakaiannya berantakan dan matanya sembab.
Budi marah.
Sosok bangsat macam mana yang telah membuat ibu pertiwi sedih !
Di mana bapak pertiwi? Ibu pertiwi sudah jadi janda dan masih dicabuli. Memang anjing !

Jadi siapa yang telah membuat ibu pertiwi sedih?
Apakah si bangsat itu adalah mereka?
Yang menanam beton raksasa dan mengambil semua dengan paksa?

Atau apakah si bangsat itu adalah kalian?
Yang menumpang dan mengotori air udara tanah, menggusur alam atas nama pembangunan?

Atau apakah si bangsat itu adalah dia ?
Yang berjalan angkuh dan tamak. Sesekali mencari peluang, sumber daya mana lagi yang bisa di sikat ?
Babat terus tambang, sekalian laut, hutan, juga hewan!

Atau apakah si bangsat itu adalah saya ?
Bersembunyi di balik hati nurani yang katanya peduli, katanya cinta bumi, saya adalah omong kosong!
Saya tidak benar-benar cinta. Jijik betul merasa ibu pertiwi sungguh berarti, ikut menjerit ketika ia ternodai, mana yang lebih munafik apakah diri saya atau aksi ?

Pada suatu hari yang kejam,
Budi tidak berangkat ke sekolah.
Akal sehat budi meronta ingin lari selamatkan diri bersama ibu pertiwi.
Anak cicit Adam dan Hawa terlalu goblok dan jahat.
Manusia terlalu serakah dan merasa berkuasa.
Lihat itu,
Asap hitam pekat bergerak mendekat.
Mampus kau! Ibu pertiwi sudah sekarat!

Pada suatu hari yang kejam,
malam datang dan manusia mulai buta.
Ibu pertiwi gelap gulita, budi merangkak tanpa arah.
Apa perlu listrik untuk buka mata?
Atau cukup hanya sepercik bara?
Budi bingung. Ibu pertiwi sedih. Bapak pertiwi bodo amat.
untuk pertama kali saya bacakan tanggal 22 Juni 2019 dalam acara “Diskusi Panel: Dimulai dari Kita kepada Lingkungan” oleh Light Up Indonesia, Weston Energy.
Diadema L Amadea May 2018
Berikut adalah percakapan antara aku dan aku;

Aku bertanya, apa itu self love ?
Mencintai diri sendiri jawabku.

Bagaimana bentuknya ?
Mencintai dan menjaga diri sendiri.

Bagaimana spesifiknya kalau boleh tahu ?
Merawat diri sendiri baik dari tubuh, pikiran, dan hati.

Bisa beri detail lebih jelas mengenai merawat tubuh, pikiran, dan hati ?
Tentu saja.
Dari tubuh,
Jika engkau ingin mempercantik dirimu tetapi benar benar untuk dirimu. Bukan hanya sekedar konsumsi publik semata agar engkau dianggap kualitas super hanya dari fisik. Maka, lakukanlah.

Dari pikiran,
Oke ini level dua. Sulit.
Kau harus pandai mengolah semua pikiran negatifmu. Cobalah ubah menjadi sebaliknya, rasa takut kau ubah sebagai rasa penasaran menghadapi suatu hal, singkirkanlah logis yang terlalu mengedepankan ego sejenak, ajak pikiranmu tenang lalu coba bawa ia ke tempat yang luas.

Dari hati,
Sulit. Karena mungkin sejatinya sifat tiap kamu kamu itu terefleksi dari sini. Tinggal pilih, mau babak belur mencoba lebih baik atau nyaman di tempat kotor ?
Kalau ini caraku.
Cobalah untuk selalu berbuat kebaikan, banyak orang yang akan sering berkata kamu nanti terlalu naif, munafik. Halah, persetan dengan itu semua. Jalani hidupmu sendiri sendiri, senang itu tergantung kita bukan orang lain. Kita yang putuskan mau senang apa tidak.
Coba lihat, karena apa ?
Ego mereka sulit diolah, atau bahkan sudah diracuni oleh ego sendiri ?
Apapun itu, aku turut berduka untuk mereka.
Intinya berbuat baik, tidak hanya kepada makhluk hidup saja.
Alam jangan dilupakan.
Kau itu sama sama ciptaan-Nya, bukankah kalau saling sayang kita akan selalu tenang ?
indonesia poetry
Mousamous Jun 2017
jika nanti kemudian, ada orang yang membencimu karena tingkah dan atau karena kelakuanmu,knapa tidak sekali saja kau meliat dari sisi dia. Ia membenci apa yang kurang atau apa yang tidak ia sukai dirimu, maka kemudian jadikan dia sebagai pembelajaran.


bukan kemudian dengan bertingkah apatis, berkata lebih mending daripada munafik dll. nobody's perfect mmang nyata, namun bukan berrti membuat kita serta merta acuh pada kesalahan.

sempurna belum tentu terbaik, dan orang baik memang ada dan nyata adanya. if u can't get one, just be the one.

prdks.
ps: dan (sekali lagi) tentu saja, baik itu relatif.
hey it's b Feb 2021
Jalan itu, jalan yang kita lewati bersama
Bercerita dan menikmati waktu yang ada
Menikmati waktu dengan canda dan tawa
Munafik jika hati ini tidak senang dibuatnya

Masih jelas di ingatan
Dia yang paling ku nantikan
Namun itu semua khayalan
Khayalan ku tentang kita yang berada di satu jalan
Aku si pemberontak hati, Aku saksi dari kejam nya hati
Aku si munafik yang lupa diri, Aku laki-laki yang lupa jalan pulang kembali.
some call love a cures
some call love a thief

"love is temporary"

📍devil tears 10-2020

— The End —