Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
Raihah Mior Dec 2017
Dalam retrospeksi
minda naif kecilku pernah berimaginasi
memikirkan dunia luar sana yang bagaikan fantasi
hati merontakan suatu kebebasan yang diimpi
namun kini ku sedari, itu semua hanyalah persepsi
seorang gadis kecil yang dahulunya bercita-cita tinggi
masa sudah tiba untuk kembali ke realiti.

Selamat datang ke Kota Korupsi
di mana manusia-manusia bertopengkan syaitan
kehausan kuasa, kerakusan harta duniawi
dipuja, dipuji dan disanjung tinggi
pil penawar pula makanan ruji untuk depresi
tiada lagi tempat mengadu, tempat meluahkan hati
hanya tinggal kata-kata yang kehilangan erti
terpapar di kotak skrin empat segi.

Bangsaku semakin alpa, agamaku jauh sekali
soal halal haram tidak dipertikaikan lagi
hanya topik sembang santai di kedai kopi
bicara hari nanti ditolak dahulu ke tepi.

Dunia yang dahulu semakin pudar
hanya serpihan di hujung sudut memori
masa berlalu terlalu pantas, terlepas dari jari-jemari
sekarang sudahpun tiba generasi baru menapakkan kaki
namun, lihatlah sejarah mengulangi dirinya sekali lagi
selagi nafas belum terhenti
selagi kita belum pergi.
My first actual sajak written for my Penulisan Kreatif class. Not my best work, but I'm genuinely quite proud of it. We had to recite it in class and I actually did it, with hand movements, ****** expressions, intonation, all that jazz (it was even accompanied by a Tron soundtrack hahahah). Basically the poem's just a little commentary on what globalization has brought to the people of my side of town. But I guess it applies to everyone too. The world keeps changing and evolving anyway. What are we to do. *shrugs*
alma Feb 2017
mungkin aku gila
semua tidak ada yang sempurna..
bagaimana hati ini bisa berlabuh di kamu?
aku tak ingin mengiginkanmu
lebih dari apapun aku ingin sendiri..
aku tak mau mengulangi kesalahan itu lagi
memang aku harus akui jikalau..
bahwa aku tidak bisa menerima dengan apa adanya
itu bukanlah hal yang buruk
karena aku memang layak..
pantas mendapatkan cinta yang sebenarnya
YC Jun 2017
Aku telah buat kesalahan.
Kusebut itu kau.
Kau; kesalahanku,
yang dengan sengaja kulakukan hanya demi keegoisanku.
Setiap kata 'aku sayang kamu' yang kau terima, tak pernah ada dalam ketulusan.
Setiap peluk yang kau rasakan, tak pernah ada dalam kenyamanan.
Semua kulakukan hanya agar kau percaya bahwa rasaku itu nyata.
Brengsek! Aku mengutuk diriku sendiri.
Meski kau hidup dalam kebohongan, aku selalu berupaya.
Membuka hatiku sedikit demi sedikit, hanya agar kau tak terluka.
Namun Tuhan Maha Adil, dan aku hampir melupa.
Saat aku berupaya, kau menggores luka.
Kau bertindak suka-suka, dan aku diam saja.
Sesekali kuangkat bicara, dan kau tutup telinga.
"Terserah" kataku. Dan kuakhiri semuanya.
Kini, berulang kali kau memintaku tuk kembali, tetapi enggan untukku mengulangi.
Kita hanya akan sama-sama menyakiti,
Dan menyayangi diri sendiri.
arby Apr 29
Aku menyusuri jalan,
kembali ke tempat itu, memesan kopi yang sama,
mengulangi rutinitas kecil yang entah kenapa terasa menenangkan.

Kadang aku terjebak hujan,
di perjalanan berangkat, atau saat hendak pulang.
Tapi aku tak benar-benar sendiri,
selalu ada kisah-kisah kecil yang menemani,
seperti sore itu:
sebuah keluarga kecil menepi di tengah derasnya hujan,
anak mereka bersembunyi di antara dua tubuh yang hangat.

Aku terdiam, menunduk,
berdoa dalam hati:
“Semoga rezekimu dilapangkan Dek.
Semoga orang tuamu suatu hari bisa membawamu pulang
dengan nyaman tanpa perlu basah seperti ini.”

Aku jadi ingat,
aku pun pernah berdiri di tempat yang sama.
Hujan membasahi tanah yang sebelumnya tandus,
bersama seorang anak sekolah,
dan beberapa orang asing yang memilih meneduh,
diam-diam berbagi waktu di bawah atap yang sama.

Kala itu, jas hujan ada di sepedaku,
tapi aku tetap memilih tinggal.
Entah kenapa, terasa penting:
melihat hujan membasahi tanah yang dulu kering.

Karena aku percaya,
kering tak selamanya,
dan kita semua di waktu yang sama,
sedang bertumbuh.

— The End —