Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
Aridea P Jun 2012
Palembang, 19 Juni 2012

Apa yang salah pada diriku?
Membuka lembaran lama, mengenangmu
Menangis lagi, mengingat kamu
Membayangkan wajahmu
Mengingat raut senyum indahmu

Apa yang salah pada diriku?
Mencuri bagian hidupmu
Menyimpannya di memoriku

Apa yang salah pada diriku?
Bergerak pun enggan
Berjalan pun aku tak mampu
Pikiran ini tak terfokus
Karena tergenangi kenangan yang lalu

Apa yang salah pada diriku?
Menunduk bersandar dagu pada lutut
Berdoa, meminta pada-Nya

Apa yang salah pada diriku?
Berucap pun aku tak sanggup
Hanya bisa mendengar lagu, dan aku ingat kamu
Untuk berbaring lagi punggungku hampir runtuh
Duduk pun tak bisa lagi

Apa yang salah pada diriku?
Melototi layar putih
Hanya ada putih

Apa yang salah pada diriku?
Mata ini tak mau tertutup, tak bisa tidur
Terjaga siang dan malam
Aku bernafas seakan tak ada lagi udara
Aku melihat seakan tak ada lagi hal yang nyata
Safira Azizah Nov 2018
pengecut itu
hidup di sela huruf-huruf
yang diukir oleh jari mahirnya
sambil bersahut bunyi dengan si gadis
di medio sunyinya malam.

pengecut itu
dalam senyap ia merayap ke pucuk harapan
seorang gadis dengan
senyuman kecut.

sibuk sembari mabuk
si gadis membingkai peti mati
berbaring harapan si gadis
dorman tak tersemai
karena buaian sang pengecut perlahan menjadi
kata tanpa arti, janji tanpa bukti.

teruntuk:
sang pengecut yang pucat pelasi kala bertemu
namun terlampau berani di balik ruang semu
Diska Kurniawan Aug 2016
Setoples garam, sejumput di jarinya
Dikulum masa mudanya, berani.
Bukan hanya menembak, menusuk
Melayangkan doa istri yang merindu
Menghapus sosok bapak, dari sang anak
Dikenangnya pandangan serdadu itu

Jarinya adalah maut, matanya adalah bidik
Senapannya adalah kubur, pelebur semua cinta
Juang adalah bahan bakar seruannya, Merdeka!
Bambu itu simbol perjuangan, ibu
Namaku akan seharum sukma bapak!

Saat kawannya berkawin, bunting, mati
Dia tetap bersolek layaknya gadis
Gincunya dari belanda, mengucur langsung
dari lubang pelornya tepat di jantung
Bedaknya dari tanah desa bapaknya dulu bergundu
Parfumnya alami dari pori-pori semangatnya berlari
Belum lagi perhiasannya,
Antingnya dari granat, meledak tepat di sisinya
Kalungnya adalah medali sebagai
pengingat maut, bergurau dengan nyawanya

Tiba saatnya dia berbaring,
lelah, terluka dan pusing
Menjadi guling yang dicengkramnya
Berselimut lumpur dan mayat
sebagai kasurnya, lelap.

Senja itu angin semilir bergema
Kenangan atau mimpi, dia berandai
Namun pecah ketika aku berteriak
Ibu! Sudahkah? Aku lapar!
Agustus, pahlawan, sedikit feminis mungkin?
Rizka hafizoh Sep 2018
Biarkan aku bercerita,
tentang anggun nya malam kala kita bersama.
Dua insan yang terlihat saling suka.
Tertawa lepas tentang angan yang berkelana.
Menyanyikan lagu kesukaan yang ternyata sama.
Berbaring dan saling tatap.

Biarkan aku bercerita,
Tentang isak tangis sang wanita kala rindu menyergap.
Penantian panjang pesan yang tak dibalas.
Lagu yang tak lagi terdengar menyenangkan.
Berbaring dengan harapan sang pujangga kembali datang.
Favian Wiratno Dec 2018
Malang; Biarkan aku bercerita,
tentang anggun nya malam kala kita bersama.
Dua insan yang terlihat saling suka.
Tertawa lepas tentang angan yang berkelana.
Menyanyikan lagu kesukaan yang ternyata sama.
Berbaring dan saling tatap.
Menyadari cinta selalu ada.
Trilogi dari 3 Puisi (Part 2)
Diadema L Amadea Sep 2019
pengecut itu
hidup di sela huruf-huruf
yang diukir oleh jari mahirnya
sambil bersahut bunyi dengan si gadis
di media sunyinya malam

pengecut itu
dalam s e n y a p
merayap ke pucuk harapan seorang gadis
dengan senyuman kecut

sibuk sembari mabuk
si gadis membingkai peti mati
berbaring harapan si gadis
yang dorman tak tersemai
karena buaian sang pengecut
perlahan menjadi
kata tanpa arti, janji tanpa bukti

teruntuk:
sang pengecut yang pucat pelasi kala bertemu
namun terlampau berani di balik ruang semu
Sundari Mahendra Nov 2017
Menanti adalah pekerjaan yang melelahkan
Apalagi bila tidak ada yang dikerjakan
Sendiri dan berdiam diri
Duduk, berdiri, berbaring sehari-hari

Menanti adalah pekerjaan yang menyenangkan
Bila diisi dengan kegiatan
Keramaian, senda guraun kawan dan teman
Tiada rasa waktu pun lewat

Menanti hari-hari ku
Menanti kegembiraanku
Menanti datang Mu
Menjemput jiwaku.....
fatin Oct 2021
tanda tanyaku masih tak kau jawab
.
tak sempatku tanyakan apa kau tak lelah saat bergadang?

apa kau suka menangis dibahuku?

apa kau suka saat kita berbaring senyap dilantai melihat dinding kosong?
.
.
dan segala apa yg ada di bumi
aku ingin berbahas denganmu tentang warna langit itu refleksi air laut

aku ingin berbahas dgn mu tentang korupsi dunia

aku ingin kau bernyanyi sambil aku bersyukur
.
.
Tapi
semesta tak setuju

kita tak cukup waktu..
aku harus ingat
kau memang ada
tapi kita tak pernah bertemu lagi
6 a.m di Surabaya - 1 a.m di Gaza

Saat bangun tidur badanku terasa lemas.
Masih terlalu pagi aku masih ingin berbaring di kasur.
Sambil kubuka akun X orang orang Gaza yang kukenal.
Tapi hanya akun Omar yang tampak aktif.
Memposting apapun yang sedang dia alami.

Omar mengeluh susah tidur.
Kedinginan berselimut kain tipis usang.
Banyak nyamuk masuk ke tendanya.
Sementara di luar suara zanana mengganggu.
Diselingi ledakan bombardir pesawat jet.

10 a.m di Surabaya - 05 a.m di Gaza

Aku bosan menunggu antrian bank yang ramai.
Sambil menunggu sepi kubuka lagi akun Omar.
Dia mengeluh melihat banyak belatung.
Merubung sisa tepungnya yang hampir kadaluwarsa.
  Dia tak bisa lagi membuat roti.

11 a.m di Surabaya - 06 a.m di Gaza

Aku menunggu ojek online di tepi jalan.
Sambil merokok kubuka lagi akun Omar.
Dia mengeluh kehabisan sabun dan shampo.
Sementara air untuk mandi dan mencuci.
Hanya tersisa setengah ember.

01 p.m di Surabaya - 08 a.m di Gaza

Aku sedang makan siang di Peneleh.
Makan pecel sambil kubuka lagi akun Omar.
Dia mengeluh saat mengantri di toko.
Menghabiskan waktu dan tenaga.
Berdesak desakan hanya untuk sekantung roti.

04 p.m di Surabaya - 11 a.m di Gaza

Saat sore aku nongkrong di Wonokromo.
Minum kopi sambil kubuka lagi akun Omar.
Dia mengeluh setelah belanja di pasar.
Bawang , tomat , terong , kentang dan cabai.
Harganya semakin naik tak terjangkau.

06 p.m di Surabaya - 01 p.m di Gaza

Aku sedang duduk di beranda masjid.
Menunggu isya sambil kubuka lagi akun Omar.
Dia mengeluh setelah berjalan jauh.
Merasakan kepanasan dan kelelahan.
Hanya untuk mengecas ponselnya di solar panel dekat pantai.

08 p.m di Surabaya - 03 p.m di Gaza

Aku masih makan malam di Tunjungan.
Makan rawon sambil kubuka lagi akun Omar.
Ternyata di Gaza sedang hujan deras.
Omar mengeluh setelah tendanya kebanjiran.
Barang barangnya basah terkena air hujan.

09. p.m di Surabaya - 04 p.m di Gaza

Temanku mengajak minum kopi di kafe.
Minum cappucino sambil kubuka lagi akun Omar.
Dia mengeluh sudah lama tidak makan ayam.
Yang bisa dia lakukan hanyalah menggambar ayam.
Lalu menaruhnya di atas piring kosong.

10 p.m di Surabaya - 5 p.m di Gaza

Aku sedang menonton sepakbola.
Saat jeda kubuka lagi akun Omar.
Dia mengeluh setelah memeriksa Gofundme.
Hampir seminggu tak mendapat donasi.
Sementara uangnya hanya tersisa puluhan shekel.

01 a.m di Surabaya - 08 p.m di Gaza

Tengah malam aku bersiap tidur.
Sambil berbaring di kasur kubuka lagi akun Omar.
Ternyata pemukiman dekat tendanya baru saja dibombardir.
Omar mengeluh setelah kelelahan membantu evakuasi.
Dia hampir muntah melihat serpihan tubuh berlumuran darah.

03. a.m di Surabaya - 10 p.m di Gaza

Aku merasa kesulitan tidur.
Sambil mendengarkan musik kubuka lagi akun Omar.
Ternyata dia masih tetap mengeluh.
Merasa lelah terus menerus mengeluh.
Terlalu banyak keluhan hingga kelelahan mengeluh.

Aku juga lelah melihat Omar terus mengeluh.
Tapi orang yang menderita memang harus mengeluh.
Hanya mayat yang tak bisa lagi mengeluh.
Mayat tak merasakan penderitaan untuk dikeluhkan.
Daripada menjadi mayat lebih baik Omar tetap hidup walaupun terus mengeluh.


November 2024

By Alvian Eleven
Sebelum 07 Oktober adalah normal lama.
Orang orang Gaza masih punya kehidupan.
Kehidupan yang telah menjadi masa lalu.
Masa lalu yang hanya bisa dikenang.

Hassan selalu senang tiap jumat siang.
Setelah shalat jumat dia bisa makan enak bersama keluarganya.
Lalu bersantai di tepi pantai hingga sore.
Itulah normal lama Hassan.

Tiap hari Asmaa bersemangat mengajar.
Pelajaran bahasa Arab untuk sekolah dasar.
Murid muridnya selalu berisik di dalam kelas.
Itulah normal lama Asmaa.

Samara selalu merayakan ulang tahun anaknya.
Dia membuat kue **** dan memasang hiasan lucu.
Boneka besar menjadi hadiah untuk anaknya.
Itulah normal lama Samara.

Tiap sore Mai selalu menyetir mobilnya.
Pelan pelan melewati jalan Al Rashid yang ramai.
Sambil melihat lihat suasana tepi pantai.
Itulah normal lama Mai.

Mustafa sibuk bekerja siang malam.
Mengumpulkan uang untuk membayar dowri.
Agar dia bisa secepatnya mengawini gadis pujaannya.
Itulah normal lama Mustafa.

Fadi selalu begadang tiap malam.
Saat listrik menyala dia sibuk melakukan banyak hal.
Mengecas laptop , mengetik makalah , mencuci baju dan lainnya.
Itulah normal lama Fadi.

Tiap hari Mariam selalu sibuk.
Pagi hingga sore dia berada di kantor.
Bekerja mengurusi periklanan dan digital marketing.
Itulah normal lama Mariam.

Heba selalu senang belanja di pasar.
Dia membeli daging , sayuran , buah buahan dan bumbu masakan.
Saat tiba di rumah dia langsung bersemangat memasak.
Itulah normal lama Heba.

Saat pagi Yousef sering pergi ke dermaga.
Dia melihat laut sambil menghirup udara segar.
Lalu membeli banyak ikan yang baru ditangkap nelayan.
Itulah normal lama Yousef.

Mohammed bertubuh kekar.
Tiap sore dia rutin pergi ke gym atau latihan tinju.
Terus berolahraga menjaga kebugaran tubuh.
Itulah normal lama Mohammed.

Lulus kuliah Abdullah masih menganggur.
Dia sering berhutang apapun di toko tetangganya.
Saat ditagih seperti biasa dia selalu menghilang.
Itulah normal lama Abdullah.

Keluarga Ali punya kebun olive.
Tiap musim panen dia selalu senang memetik olive.
Sambil makan manakeesh dan zaatar bersama keluarganya.
Itulah normal lama Ali.

Tiap malam Tareq sibuk belajar.
Dia ingin mendapat nilai tinggi saat ujian tawjihi.
Agar keluarganya merasa bangga padanya.
Itulah normal lama Tareq.

Ayahnya Omar bekerja di bengkel.
Dia sering memasang tabung gas untuk mobil.
Sopir sopir taksi tidak perlu membeli bensin.
Itulah normal lama ayahnya Omar.

Tiap menerima gaji Khaled merasa senang.
Dia selalu mengajak keluarganya makan enak.
Menyantap berbagai hidangan sea food di restoran Abu Hasira.
Itulah normal lama Khaled.

Wajah Eman selalu tampak cantik.
Dia rutin pergi ke salon melakukan perawatan.
Produk produk kecantikan juga dia beli semua.
Itulah normal lama Eman.

Ketika musim dingin Aya selalu senang.
Dia menghabiskan waktu membaca koleksi novelnya.
Sambil makan burger dan mereguk hangatnya sahlab.
Itulah normal lama Aya.

Tiap hari Walid selalu keliling Elsaraya.
Dia menyopir taksi mencari cari penumpang.
Sementara anak anak jalanan menjual tissue dan biskuit.
Itulah normal lama Walid.

Saat ada orang menikah Nassar selalu diundang.
Dia menjadi fotografer untuk memotret pengantin.
Pernikahan meriah di hotel dan resort tepi pantai.
Itulah normal lama Nassar.

Saat ramadhan toko Fatema selalu ramai.
Orang orang datang membeli berbagai kue buatannya.
Kaak , qatayef , baklava , kunafa dan lainnya.
Itulah normal lama Fatema.

Ketika hujan deras malam hari.
Kakeknya Ashraf selalu mendengarkan radio.
Menunggu lagu lagu Fairuz diputar sambil menghisap hookah.
Itulah normal lama kakeknya Ashraf.

Saat pertandingan El Classico.
Khalil dan teman temannya selalu pergi ke kafe.
Nonton bersama sambil bersorak sorak.
Itulah normal lama Khalil.

Huda kuliah literatur Inggris di Universitas Al Azhar.
Dia senang menghabiskan waktu di kampus.
Nongkrong di kantin atau baca buku di perpustakaan.
Itulah normal lama Huda.

Ketika musim panas Kareem tidak betah di rumah.
Dia sering nongkrong bersama teman temannya di tepi pantai.
Sambil makan jagung , kacang dan minum barrad.
Itulah normal lama Kareem.

Generator di rumah Shayma sering mati.
Biasanya dia keluar membawa laptop nongkrong di kafe.
Mereguk hangatnya mocca sambil mengunduh film dan anime.
Itulah normal lama Shayma.

Ayahnya Lubna punya kebun buah buahan.
Stroberi , jeruk , lemon , semangka dan kurma.
Tiap hari kebun itu selalu diurus secara telaten.
Itulah normal lama ayahnya Lubna.

Malak sering ikut kegiatan.
Pemberdayaan dan kreatifitas anak muda.
Dia belajar coding dan konten multimedia.
Itulah normal lama Malak.

Setelah lulus kuliah Zaina sulit mendapat pekerjaan.
Dia membuka kios kecil yang menjual falalel.
Orang orang selalu datang membeli falafel buatannya.
Itulah normal lama Zaina.

Dima punya banyak koleksi novel.
Dia sering membeli berbagai novel di toko Samir Mansour.
Lalu dia membacanya sambil berbaring di kasur.
Itulah normal lama Dima.

Tiap pulang sekolah anak anaknya Hussein selalu senang.
Mereka dibelikan Playstation agar bisa bermain game.
Ada balapan , pertarungan dan petualangan.
Itulah normal lama anak anaknya Hussein.

Tiap hari Reem selalu enerjik.
Dia menjadi instruktur fitness dan aerobik.
Tak mengherankan kalau tubuhnya tampak langsing dan kencang.
Itulah normal lama Reem.

Masa akhir kuliah Amal sibuk belajar.
Dia ingin segera lulus dengan nilai yang bagus.
Mendapat beasiswa kuliah ke Eropa adalah impiannya.
Itulah normal lama Amal.

Menjadi ahli bedah adalah pekerjaan Dr Ghassan.
Selama puluhan tahun dia menjadi dokter di rumah sakit Al Quds.
Walaupun gajinya tak seberapa tapi dia selalu semangat bekerja.
Itulah normal lama Dr Ghassan.

Ahmed dan keluarganya baru saja pindah ke apartemen.
Apartemen berfasilitas lengkap yang dibangun di tepi pantai.
Kehidupan terasa nyaman tanpa mengalami masalah apapun.
Itulah normal lama Ahmed.

Setelah lulus kuliah medis Aboud langsung bekerja di rumah sakit Al Shifa.
Dia senang bekerja dengan rekan rekannya yang penuh semangat.
Menyembuhkan orang orang dengan berbagai keluhan penyakit.
Itulah normal lama Aboud.

Kehidupan Mahmoud benar benar bahagia.
Dia tinggal di apartemen mewah bersama keluarganya.
Berbagai bisnis yang dia punya terus menerus untung besar.
Itulah normal lama Mahmoud.

Tiap hari Sham senang menghabiskan waktu di rumah.
Berkumpul bersama keluarganya menikmati kebersamaan yang menyenangkan.
Baginya keluarga adalah segalanya.
Itulah normal lama Sham.

Sondos kuliah hukum di Universitas Al Azhar.
Dia mempelajari hukum internasional dan hak asasi manusia.
Dia ingin Palestina yang terjajah mendapatkan keadilan.
Itulah normal lama Sondos.

Melukis adalah hobi Bayan dan Layan.
Mereka paling senang melukis langit seperti lukisan Van Gogh.
Bagi mereka langit menyimpan segala misteri yang tak diketahui manusia.
Itulah normal lama Bayan dan Layan.

Normal lama berakhir setelah 07 Oktober.
Orang orang Gaza tidak lagi punya kehidupan.
Hanya ada masa kini yang menyakitkan.
Dan masa depan yang terancam.


November 2024

By Alvian Eleven
VM Sep 26
Aku melangkah di jalanmu, terukir dalam batu. Di mana sungai-sungai retak dan keheningan berdengung. Lagu pengantar tidur terus menghantui, membungkusku seperti kain kafan. Bisikan-bisikan membusuk dalam kesunyian, tersisa di udara seperti rahasia yang terlupakan, sementara keputusan menggantung di kehampaan—mayat-mayat cahaya.

Panas menggigil menyiksa melalui tulang punggung gurun ini, tebal dan menindas, saat bayangan terus menggeliat, tertawa dengan kebencian yang membekukan. Kau telah lama menghilang—bertahun-tahun, mungkin selamanya—ketidakhadiranmu adalah luka yang tak kunjung sembuh. Tak ada tangan yang mengulurkan jari untuk menenangkan langkahku yang goyah, tak ada kehangatan untuk mengikat pikiranku yang berputar-putar, dan beban ketidakpedulianmu menekan, mencekik seperti aku sedang berada di kuburan.

Jika aku menutup mataku dan membiarkan diriku larut dalam kegelapan, apakah itu akan membangkitkan sesuatu di dalam dirimu, atau kau akan tetap tak tersentuh, seperti selama ini? Langit ini terasa seperti kaca, rapuh mudah pecah, dan siap hancur akibat kekosongannya sendiri. Sementara bumi di bawahku setipis bisikan, siap menyerah. Pernahkah kau benar-benar ada di sini, atau kau selalu gagal untuk ada, sosok yang menghantui sebagian mimpiku yang hancur?

Pemenggal kepala menjulang di depan, janji yang tak terpenuhi,  
takdir yang terasa hampir manis, ujungnya yang tajam seperti panggilan sirene. Aku berdiri di bawah nya, pucat dan kaku. Besi dingin itu memanggilku, dan aku bertanya-tanya— jika aku menerima kejatuhan ini, apakah kau akan menyaksikan akhir, atau kau hanya akan berpaling, acuh tak acuh terhadap kegelapan yang menelanku bulat-bulat?

Kau tidak hadir di tanah yang tandus ini, tak mengucapkan sepatah kata pun untuk menghancurkan kesunyian yang membentang tanpa henti. Hanya gema tanpa suara dari ketidakhadiranmu yang ada melalui kehampaan, pengingat tanpa henti tentang cinta yang tak pernah ada. Jika aku semakin terperosok ke jurang ini, mencari pelipur lara di kedalaman keputusasaan, akankah aku mendapati dirimu menunggu, atau akankah ketidakhadiranmu bergema lebih keras, mencekik napas terakhirku?

Aku telah menelusuri debu tempat jejak kakimu terkikis,  
tapi bumi di bawahku berputar ke dalam ketiadaan, rusak oleh beban yang kau tinggalkan. Jadi di sinilah aku berbaring, di reruntuhan yang kau buat, di bawah tatapan dingin langit, terjerat dalam kesunyian yang kau jalin, di mana waktu berhenti, dan sisa-sisa harapanku memudar ke dalam jurang.

— The End —