Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
So Dreamy Feb 2020
sulutan api mengubah abu
menjadi seikat amarah
rembesan air dari balik kelopak mata
disulap menjadi rintik air hujan

dan bumi pun berdansa
pada mereka yang bersenang-senang
bergembira
menepuk-nepuk tanah melalui kaki riang
suka cita
dalam pesta pora
satu ruang sesak berisi
terompet seruan hura-hura

menjerit dan meronta
lalu tertawa
dalam kebohongan
tersedak dan tersedu
ketika bintang pergi dan hilang
hanya untuk punah sementara

untuk datang dan
terlempar kembali ke dunia nyata
menyambut kesolekan-kesolekan
dan kemunafikan-kemunafikan
kepura-puraan
topeng-topeng dalam sandiwara,

seluruh umat manusia.
Safira Azizah Sep 2019
Kini kamu bukan hanya
berdiri di atas kaki sendiri
Melampauinya-
kamu berani berdiri
di atas permukaan laut
yang hitam dan muram

Menyelaminya dalam-dalam
tersedak-sedak air asin
mendesak-desak ruang
dengan gelagat cemas
sambil menderit-derit
seperti mesin berdesing

Dan aku bangga
melihat mu mampu
bahkan mulai menantang
batas-batas ruang dalam waktu
yang berkelebatan

Maka terbanglah, kawan ku!

Terbanglah--
karena luas laut tak mampu
membendung derai hasratmu
Terbanglah jauh
karena dunia taksabar menantimu

Terbanglah dan lupakan
lautan itu

Lautan yang selalu kau kutuk: Sialan
bila malam datang dan pagi
enggan kau jumpai
Maka lupakan ia
lalu

Terbanglah
sekarang
juga!
xGalih Aug 2020
Sejenak kita tunda laju lalu-lalang kendaraan yang kebingungan di kota kecil yang mulai penuh sesak.
Menghentikan bising suara mesin di kepala.
Memejamkan mata dari keriuhan yang rumit dalam saku.
Menggantung gaun-gaun yang telah lama tak kita baringkan.

Barangkali kita terlalu sibuk melupakan.
Terlalu berusaha menjauh dari diri sendiri.
Mungkin kita ini tak pernah tersesat pada dunia yang menyesatkan siapa saja.
Tersedak tawa oleh lelucon yang mencekik mimpi-mimpi.

Kita terus berlari tanpa tahu arah, kebingungan dan gelisah.
Seperti kereta kuda di taman bermain yang sepi pengunjung.
Kita terus saja berbicara tanpa pernah merasa.
Seperti suara klakson yang meraung-raung di kota yang semakin sibuk.

Kita terlalu berapi-api memperdebatkan apa saja.
Terus berteriak dan terbakar.
Terlalu sering menertawai, tanpa tahu lelucon sesungguhnya.
Tanpa tahu upacara kematian telah dipersiapkan di akhir tawa.

— The End —