Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
Aisyah Adler Mar 2016
Perasaan ini terus bergelung
Bersembunyi di dalam relung.
Seakan mencoba tuk keluar, namun keadaan tak mendukung.
Ia pun lelah akan waktu yang terus berjalan namun berbanding terbalik dengannya
Yang hanya duduk beralaskan rasa percaya
Menatap langit kelabu menunggu turunnya rintikkan hujan pertama.
Walau kerinduannya semakin lama semakin bertambah,
Ia tak pernah bosan untuk membendungnya
Dan menunggu,
Menunggu datangnya hujan.
Karena ia percaya bahwa seberapa besar kerinduannya, seberapa dalam rasa sakitnya, dan seberapa lama ia menanggung deritanya, hujan yang turun akan menyapu bersih luka di relungnya.
Bagaikan obat penawar yang selalu ia temukan saat penyakitnya kembali datang.

Ia tak pernah bosan bercerita kepada langit,
yang dengan setia mendengar celotehannya.
Sambil menunggu turunnya hujan, ia bercerita akan lika liku yang ia alami.
Mendongak menatap langit, dan bercerita.
Sejenak ia dapat mengalihkan perhatiaannya dari hingar bingar sekitar
dan menemukan ketenangannya sendiri.
Yaitu bersama langit, saat menunggu hujan.

Rintikan pertama menerpa wajahnya. berhasil mengangkat sudut-sudut bibirnya.
Ia tersenyum.
Yang ditunggu memang tak pernah datang terlambat.
Diikuti dengan rintikan lainnya dan kemudian hujan turun dengan deras.
Inilah kebahagiaannya.
Namun juga kesedihannya.
Saat rintikan hujan yang turun berhasil membuatnya tersenyum sekaligus menangis.
Karena dapat membawa ketenangan dan penghapus luka,
namun juga dapat membawa kerinduan yang turun disetiap rintikannya.

“Jika hujan tidak dapat membuatku seutuhnya bahagia, lantas kemana lagi aku harus mengadu?”
si pembawa vespa

ku dengar suara bising dari dalam rumah ku
suaranya semakin mendekat
oh ternyata dikau
si pembawa vespa itu..

malam itu sangat dingin
karna hujan habis mengguyur alam semesta

aku dan si pembawa vespa
menyusuri sepanjang jalan
sambil ia berkata
"lihat itu ada kucing pakai kerudung bawa samurai"
Aridea P Jul 2012
Palembang, 28 Juni 2012

Haruskah kita percaya pada mimpi?
Jika sebelum tidur malam tak bersahabat
Arah kanan atau kiri tak berlaku lagi
Dan mata yang tertutup tak benar-benar tidur

Haruskah kita tersenyum ketika bangun di pagi hari?
Mengingat mimpi semalam yang amat indah
Yang membawa harapan
Menjadi pikiran hingga malam selanjutnya

Haruskah kita menggapai mimpi itu?
Mimpi yang samar dan semu
Mimpi, pembawa harapan palsu
Apakah “Raihlah Mimpimu” masih berlaku?
Mousamous Aug 2017
Pasal I; tentang mengikhlaskan dan melepaskan.

- kau harus tau, bahwa dirimu yang telah kulepaskan dengan ikhlas, adalah dirimu yang sekarang. bukan dirimu dahulu, ketika ku pertama mengenalmu.

-kau harus tau, bahwa melepasmu bukan tentang rasa yang kian hari berubah, namun, melepasmu adalah jalan terbaik setelah mengikhlaskan dirimu berbahagia dengannya.

-sekali lagi, kau juga harus tau, bahwa melepas dirimu bukan berarti berlepas diri dari segala luka, namun aku paham, bahwa segala sesuatu yang terpaksa dan dipaksakan, justru semakin memperdalam luka. semoga mengikhlaskanmu tak sesulit melepasmu.

-perlu diingat, sebagai penegasan bahwa melepasmu bukan karna egoku semata, bisa kau temukan, semua proses melepaskan dan mengikhlaskanmu adalah demi kebahagiaanmu semata, karena dengan bersamanya (semoga) kau bisa benarbenar berbahagia, dan kuharap, diriku ikut andil sebagai pembawa bahagia bagimu.

prdks.
ps: terima kasih karena pernah mengikhlaskanku berada disampingmu.
Surya Kurniawan Jun 2017
Langit memberi kesan
Bahwa kesedihan membawa
Warna ungu pucat di pipinya
Tanpa seorang teman
Tanpa awan kelabu untuk
Berkabung dengan kesendiriannya

Hujan dikenal sebagai pembawa sendu
Namun dia tak datang untuk bersyair
diantara gemuruh guntur yang berkilat
Diantara gemerlap air yang ditangisinya

Langit tetap merindu
Bersedu sedan dan menderu
Memanggil-manggil nama yang tidak diketahui oleh siapapun
Meninggalkan ruam ungu
Diantara pucat pasi di pipinya

— The End —