Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
Aridea P Sep 2012
ATK
Palembang,  16 September 2012

Pagi ini cerah.
Tak tahan tuk ku sembunyikan senyum ini.
Semalam aku memimpikanmu.
Dan sekarang aku merindukanmu.
Aku duduk, di sampingku jendela terbuka lebar.
Cahaya mentari hangat menyentuh kulitku.
Di depanku ada tempat pensil, aku siap menulis.
Ada penghapus, pena, stapler, lem dan kertas.
Untuk sedetik ada image mu di sekelilingku.
Kreatifitasku muncul untuk memvisualkan dirimu.

Penghapus.
Andai aku bisa terbang, akan ku hapus awan.
Dan ku ambil pena, tuk menuliskan “Aku mencintaimu” besar-besar.
Lalu akan ku stapler rasa ini di otakku.
Kemudian ku ambil lem tuk merekatkan wajahmu di hatiku.
Aridea P May 2012
GFF
Palembang, 7 Mei 2012

Gambaran indah wajahmu selalu terlukis di awan hidupku
Angin pun selalu membawa suaramu di melodiku
Lonceng bersuara merdu tak semerdu suaramu di benakku
Musim selalu berganti namun kau tak terganti
Akar ini bersarang di hatiku
Namanya pasti kau tahu, akar cintaku

Fatamorgana tak bisa ku temukan di sini
Rupamu tertinggal untuk ku nanti
Embun telah membangun sarangnya di hidup ini
Di dalam palung jiwa ini
Engkau fatamorgana ku
Riwayat hidupku
Indahmu, adalah
Cintaku
Kecintaanku akan kamu

Fase cintaku
Energi mutakhir yang diciptakan darimu
Rasa sakit selalu
Genangan air mata melulu
Ucapanku dulu
Setelah ku memberimu itu
Otakku mati, lidahku kelu
Nisanku, tak perlu kau tahu
Dhia Nada Feb 2017
Lahir dan besar di desa yang bisa dibilang sangat sejuk
Tumbuh dengan aman, nyaman dan bahagia
Bermain ke ladang, kebun, sungai, bahkan hampir seperti hutan
Selalu aman dan tetap jauh dari bahaya
Teman-teman berdatangan ke rumah untuk bermain dan berbagi cerita
Berkumpul seperti keluarga besar
Lalu aku pergi dari desa dimana aku dilahirkan dan mulai tinggal di tempat yang baru di desa yang baru dengan situasi yang berbeda
Aku tumbuh disana dan mengenal berbagai pembaharuan
Hari demi hari hingga bertahun-tahun aku menyaksikan berbagai perubahan
Dimana banyak perubahan yang sulit dipercaya
Hampir segala sesuatu yang aku lihat dan alami sulit dipercaya
Hingga timbul perasaan tidak nyaman, gerah, takut, sesak, terancam, tertindas di tempat yang ku sebut rumah
Rumah, bukan bangunan yang aku tinggali
Tapi disini, di tanah aku berpijak
Semua sudah tak lagi sama
Hingga muncul dalam otakku
Haruskah aku tinggal atau aku tinggalkan?
Rumah,
Aku merindukanmu
So Dreamy Dec 2017
kau putar lagi satu lagu bernada manis dan mudah didengar itu, sederhana. berbeda dengan musik-musik yang biasa kusimpan di playlist-ku, yang nadanya keras dan isinya tak mudah dicerna. kumpulan seni berisi teka-teki. sejenis indie, mereka bilang. aku dan kamu tak lain hanyalah dua kutub magnet yang berbeda; kamu yang begitu lembut dan aku yang mereka beri label seorang laki-laki berwajah datar, tak berperasaan. salah. kukatakan sekali lagi, salah. aku dan kamu tak lain hanyalah dua kutub magnet yang berbeda, yang juga saling tarik-menarik tak pernah mau lepas pada waktu yang sama. dengan segala perbedaan yang mereka pikir terlalu sulit untuk dipersatukan, logika dan imajinasi, bagai minyak dan air, aku dan kamu memilih untuk saling membenahi satu sama lain. isi pikiranmu adalah buku berjalan bagiku dan ruang kosong dalam sudut otakku yang biasa kau sebut sebagai ‘ruang khayal’-ku, kau jadikan ia sebagai salah satu guru dalam hidupmu. dari sana kau pelajari bagaimana caranya mengenali berbagai nada musik dan segala makna dari balik kiasannya yang beresonansi, kisah-kisah yang hanya dapat hidup dalam dimensi imajinasi, serta inspirasi-inspirasi yang dapat kau cari dari peristiwa sehari-hari. aku dan kamu tak pernah sama, kamu satu perempuan berambut lembut dengan suara yang lembut, isi pikiran yang berjalan mulus. orang-orang bilang kamu perempuan berpendidikkan, jenis perempuan berwawasan luas, berjiwa luas. sementara aku laki-laki penggila musik yang menganggap seni adalah satu hal yang perlu ditekuni seuntuhnya. menjadi musisi adalah satu impian besar yang membuatku tak pernah berhenti berlari untuk mencapainya dan kamu pendukungnya, nomor satu. kamu ingin jadi jurnalis dan aku ingin jadi pemusik. aku dan kamu berasal dari ranah yang jauh berbeda, namun disatukan karena cinta.
Atta Jan 2020
mungkin akan menjadi cerita ter-lusuh yang pernah aku tulis

-----

ingat ketika aku dan kamu di padang rumput yang menguning?
lalu kita sama-sama terpukau dengan pemandangan di depan mata
waktu itu kita sama-sama tidak berusaha memotretnya
karena masing-masing kita hanya fokus mencari ide untuk memulai percakapan


mungkin saat itu aku sudah terpikir sesuatu untuk aku mulai
tapi lucunya, malah kamu yang memulai percakapan
waktu itu kamu bertanya tentang kehidupanku semester ini
baik atau tidak baik
seperti biasa aku mengumpat, sungguh, tidak baik hidupku satu semester ini


kamu tertawa, entah menertawakan nasibku atau reaksiku
kamu tertawa seakan aku baru saja memberi lelucon terlucu abad ini
mungkin kalau kamu bukan kamu, aku sudah marah
tapi aku justru suka
dan jujur, aku bisa saja bersyukur mempunyai nasib seburuk itu hanya untuk mendengarkanmu tertawa


setelah itu giliranmu bercerita
aku sudah bisa menebak, ceritamu pasti seputar hal yang tidak penting
dan memang benar.....
tapi aku tetap mendengarkan, karena pupil matamu melebar
tanda kamu suka dengan hal yang kamu ceritakan
dan aku suka ketika kamu semangat dalam meceritakannya
aku mendengarkan


-//-


waktu berjalan, obrolan kami mulai masuk dalam topik yang rumit
tentang penciptaan, tentang dunia, tentang alasan kami hidup
biasanya otakku mulai memanas ketika membicarakan hal ini
dengan lawan bicara yang lain
tapi denganmu, aku mengidamkan lebih
seperti perpustakaan yang disinari lampu kuning hangat
dan kutu buku yang tersenyum membaca tumpukan buku harum


setelahnya...
ini bersambung ya udh mlm ngantuk bye
kepo kan syp xixixiix
Loveeyta Feb 2020
Aku selalu suka caramu menceritakan dunia, dengan barisan kata yang asing, membuatku harus memutar otakku yang rendah kapasitasnya ini.

Aku selalu suka caramu bahagia, bahkan kamu tidak tersenyum ketika bahagia.
Hebatnya kamu, bahagiamu bisa sampai ku rasa tanpa senyumanmu yang hadir.

Aku selalu suka caramu bersedih, kamu selalu kehabisan kata. Melampiaskannya dengan hal yang bisa mematikanmu, namun pada akhirnya kamu juga butuh pelukanku.

Aku selalu suka caramu marah, kamu selalu terdiam. Sampai pada akhirnya kata maaf terucap, karena kamu takut aku akan terganggu dengan marahmu.

Aku selalu suka caramu optimis, membanggakan dirimu sendiri sampai lupa kalau di dunia ini ada orang sehebat Pak Habibie.

Aku selalu suka caramu pesimis, tidak henti menyalahkan diri sendiri, tapi tidak memakan waktu lama. Setelah itu kamu bangkit lagi.


Tapi satu yang tidak aku suka,
caramu yang selalu mematikan rasa.
Kamu tidak pernah membiarkan rasa-rasa dalam dirimu menyala. Kamu benci rasa. Sama seperti aku membenci diriku sendiri.

Tapi tidak apa,
Nanti kita sama-sama belajar untuk merasa lagi, ya?

Namun, akan lebih baik jika pada akhirnya kita yang bisa saling menumbuhkan rasa.
Mai May 2018
Namamu memudar dari otakku
Seakan-akan hanya sesekali terlintas
Namamu menjadi tak seperti dulu
Selalu hadir seperti tanpa batas

Apa aku terjangkit amnesia?
Melupakan nama yang pernah kucinta
Sedikit demi sedikit wajahmu mulai sirna
Perlahan bayangmu mulai tiada

Baguslah jika benar itu adanya
Aku tidak perlu susah susah lagi berupaya
Membuatku lelah dalam mencinta
Lalu aku pergi seenaknya
“Cium bibir itu nafsu.
Love language aku tuh cium mata dan cium pipi.
Nih mau aku praktekin?”

Cup
Cup

“Berasa gak sayangnya?”

Aku bergeming.
Semoga kamu paham
Love languageku adalah membiarkan otakku berimajinasi sesukanya seperti membiarkan mata dan pipiku menerima segala kecupan darimu, dan berharap ada perasaan yang memang terselip di antaranya.
Seorang teman.

— The End —