Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
Jika kau tanya siapa aku
Bagaimana harus kujawab?*

*Tiada hari tanpa kukenakan kedok tebal ini
Menebar senyum, canda, berpesta
Aku meraung sambil tertawa

Riasan mata dan bibir dengan berbagai opsi warna
Jangan! Jangan terlalu pucat juga jangan terlalu mencolok
Nanti orang tidak senang
Kau kan harus memuaskan setiap mata
Jangan lupa pasang tameng itu tanggal demi tanggal
Jika tak lalai kalungkan secercah pamor dan aga

Bagaimana jika terlalu pucat?
Ah ya orang  tidak suka
Cakap nista kan menghardik
Memekik
Menghamun
Siapa monyet abu kucam menjijikkan didepanku?

Namun jika terlalu mencolok
Jua hinaan berkunjung ada
Biar ku beritahu
Mereka tak suka kau lebih darinya

Aku benci dunia
Aku berantakan
Kecurian
Namaku hilang dimakan cacian
Bagaikan karang tertutup berjebah rumput lautan
Aku mahkota yang hilang

Ah! Omong kosong semua!
Enyah kau kepala cemar
Umbi harus kembali didekat akar
Aku berkenan rujuk atas jasadku
Biar aku melalak tinggal abu
Aku enggan gemang
Aku punya Sembilan nyawa

Jika kau tanya siapa aku
Aku namaku
Jangan berani-berani hina nama itu!
Marcapada boleh berlimpah belang dan muka dua
Aku  jijik serupa dengan dunia
Oleh Novita Olivera
Puisi ini untuk dilombakan dalam Deklamasi Puisi Pekan Seni Tiga 2016 yang bertemakan "Inilah Aku".
Mengisahkan kekecewaan dan bentuk penentangan aku akan tuntutan dunia yang selalu berkomentar akan dirinya. Diakhir puisi, aku kembali percaya diri akan sosok asli dirinya dan tidak peduli akan apa yang dunia katakan.
zahra ly Aug 2019
"Apa benar, khayalan bisa menjadi kenangan sekuat kenangan dari kenyataan?"
Aku berandai-andai menanyakan itu pada Tuan
Lalu sekiranya Tuan bertanya, "Puan, perihal apakah gerangan?"
Akan kujawab, "Tuan, tak sadarkah kita terjebak?"
Tuan bergeming.
"Tuan, jika saja kau tahu; perihal kita tiada sederhana”

— The End —