Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
zahra ly Aug 2021
Kamu dan aku
Melipat jarak
Entah bagaimana caranya
Pada 2016 itu
Kamu dan aku gulungan
Benang-benang
Entah bagaimana bisa
Kau pintal
Lalu, kamu bertanya tentang
Lalu berkali-kali
Dan berkali-kali lagi
Dan berkali-kali lagi
Lalu, apa? Tanyaku suatu hari
Lalu? Mengapa harus lalu?
Kamu
Dan malam itu
Dan deretan kata
'Sepasang matamu adalah dua bait terindah dari seluruh puisiku'
Yang kau sadur dari Kasmaran

-end
So Dreamy Jan 2017
voice over: narrator*

Pemberitahuan terakhir disuarakan, keberangkatan pesawat tujuan Frankfurt Airport akan lepas landas tak lama lagi lagi, orang-orang bersiap masuk kabin. Ada satu hal yang terlintas di pikiran Atlas; ia tahu Venus tidak akan datang. Tidak dalam hitungan waktu tiga puluh menit, sepuluh menit, apalagi lima menit. Percuma saja menunggu, Venus benar-benar tidak datang. Perpisahan mereka sudah berlangsung semalam, pertemuan terakhir yang berhasil membuat Atlas berkali-kali memutar ulang seluruh adegan, mendengar suara gelak tawa mantan pacarnya dalam benak khayal, membayangkan senyuman Venus yang ia lukiskan untuknya terakhir kali. Pertemuan terakhir mereka kemarin bahkan tidak terasa seperti perpisahan, namun tetap bagi Atlas terasa begitu janggal. Mungkin karena terlalu tiba-tiba dan cepat, pertemuan terakhir yang merupakan perpisahan, pertemuan terakhir paling bahagia dan paling sedih, yang juga menyudahi hubungan singkat mereka.

Sejenak Atlas merasa sendu. Dalam lubuk hatinya masih sesekali berharap Venus meneleponnya, mengatakan bahwa ia akan datang mengucapkan selamat tinggal. Namun, nyatanya ucapan selamat tinggal Venus hanya berupa memori-memori tentangnya; seratus hal yang tertanam sejati di dalam hati Atlas mengenai segala hal tentang kejanggalan perempuan itu, gelak tawanya, senyumanya, aroma tubuhnya, kerlingan matanya, rambut hitam tebalnya, wajah pemikirnya, serta sosoknya yang seringkali membuat dirinya bertanya-tanya; kisah apa saja yang tidak diketahuinya, yang pernah terjadi dalam sejarah hidupnya sehingga membentuk pribadi sepertinya yang begitu terlihat bagai keajaiban seni paling nyata di mata Atlas? Baginya, Venus adalah sebuah takdir dan keajaiban menjadi satu.

Dan, ia tidak akan pernah ada niat untuk melupakannya.
Megitta Ignacia Apr 2019
Pasir memeluk kakiku, tak mau melepaskanku.
Licinnya pasir berkali-kali membuatku terhisap.
Sama seperti pelukanmu kala itu,
yang terus mengunciku,
berontak tiada artinya
sampai akhirnya jiwaku tunduk pula padamu.

Kita pernah bahagia,
Bagai burung-burung yang terbang rendah, bermain-main diantara air,
Mengintip manisnya pantulan diri air biru.

Yang lama terasa singkat.
Seperti langit merah muda yang lama lama termakan kabut pindah ke kegelapan malam yang menenangkan hanya dalam hitungan detik.

Bagai kapal yang mengapung terombang ambing kencangnya ombak,
Ia tetap teguh karena telah menjatuhkan jangkarnya.
Begitulah aku ketika pada akhirnya hanya kau dijiwaku.

Namun arus laut begitu kuat,
begitu sulit untuk berenang pada arah tujuan.
Semesta punya ceritanya,
berkali-kali kupaksakan tubuhku tak terbawa arus,
namun kakiku lemah, terus menerus terobek tajamnya batu karang yang tak kelihatan.
Mungkin itu cara semesta beritahu
bahwa disana bukan tempat yang aman bagiku.

Aku menyerah.
Seperti butiran pasir yang kugenggam erat dibawah air laut,
satu per satu rontok,
aku tergoda untuk membuka tanganku di bawah air
dan menyaksikan kemegahan pasir-pasir kecil yang jatuh menghilang terseret air.
Itulah kau.

Laut punya caranya.
Semuanya akan terjadi alami.
Semesta poros pengaturnya.
Biarlah laut hapuskan kau.

Tenang saja,
aku akan kembali baik-baik saja.
Seperti debur ombak yang menyapu kasarnya pasir, ia mampu mendatarkan lintasannya yang sebelumnya hancur teracak-acak angin.

Bagai tapak kaki di basahnya pasir,
berjejak namun akan segera hilang begitu terhanyut ombak ataupun angin yg berhembus.
060419 | 9:38 AM | Kost Warmadewa
ditulis sebelum berangkat kerja,setelah kukirimkan teks panjang padamu.

"are we done?"
"
Elle Sang Dec 2015
Gadis itu pulang dengan kepingan jiwanya
Berusaha untuk menahan segala rasa sakit
Semua ia simpan rapat-rapat walau tersirat dari matanya
Ia menghempaskan badan diatas tempat tidur
Sambil sesekali memijat keningnya, berharap rasa sakit tak akan hinggap kesana.

Lalu ia berusaha tak mengingat-ingat semuanya
Berharap entah bagaimana caranya agar ia mematikan perasaannya
Dalam hati ia bertanya "kapan terakhir kali kau bahagia?"
Tak ada satupun yang bisa menjawab pertanyaan itu
Ia hanya menatap langit-langit kamar  sambil tersenyum pahit.

"Yah, begitulah realita hidupmu. Tersiksa karena jatuh berkali-kali untuk orang yang salah"
Otaknya berbicara pada hati yang masih kukuh membela perasaan yang ia punya
Ia tak bisa lagi menampik bahwa kepala dan hatinya setelah ini tak akan pernah ada di kubu yang sama
Karena kelalaian hatinya lah ia berada disini sehingga logika menghukum hati itu, menutup pintunya rapat-rapat dan menenggelamkan kuncinya kedalam samudera pemikirannya.

Suara hujan mengiringi gadis itu
Tak terasa satu demi satu tetes air mata mengalir
Ia hanya bisa memejamkan mata dan berkata
"Aku sudah tak punya hati lagi"
Noandy Aug 2016
Sebuah renungan untuk kesukaan yang aneh.

Prang

Ia suka mendengarkan suara kaca pecah. Kadang-kadang, suara beling atau cermin. Itulah sebabnya ia sering kehabisan gelas di rumah. Saat sedang gusar hatinya, ia sengaja mengambil satu atau dua gelas untuk dijatuhkan. Suaranya renyah dan cantik. Ia membayangkan berbagai masalah yang ia hadapi berubah menjadi sebuah gumpalan besar yang akhirnya mendobrak tempat ia dikurung bebas dan selanjutnya merasuki orang lain. Ia tak akan memikirkan kegundah-gulanaannya lagi. Apabila sudah terdengar *prang
, tak ada lagi yang perlu dikhawatirkan.

Ia sadar kalau itu kebiasaan yang buruk. Orang-orang disekitarnya mencercanya. Berisik, kata mereka. Ia tidak melakukannya karena ia suka memecahkan barang. Ia lakukan hal itu karena ia suka mendengar suara kaca pecah yang berhamburan kemana-mana. Ia juga tak sering-sering amat melakukannya, hanya sesekali. Terkadang malah tidak sama sekali.Tentu saja, ia tak ada maksud mengganggu orang-orang di sekitarnya.

Kata-kata pedas itu membuatnya ingin mendengarkan suara kaca pecah lagi. Tapi ia tak dapat melakukannya. Ia tahu melakukan itu hanya akan membuatnya dihujat lebih parah.

Ketika terbangun di subuh yang dingin, ia mendapati suara kaca pecah berkali-kali terdengar. Prang prang benar-benar membuatnya tenang. Sepertinya otaknya sudah merekam suara menggeletar itu dan memutarnya begitu saja tiap hatinya gonjang-ganjing.

Sayangnya bebunyian itu tidak berhenti. Ia terus mendengar prang prang bahkan ketika matahari tepat berada diatas kepala dan prang prang prang lagi ketika maghrib tiba. Prang prang prang prang. Prang prang prang. Prang prang prang prang prang prang prang, prang prang, prang prang prang.

Prang prang yang ia nikmati mendadak menjadi sebuah suara yang membuat keringat nya, prang, mengucur deras.
Prang prang prang prang tetap tidak berhenti meski hari silih berganti. Ia terheran, apakah orang lain juga dapat mendengar prang prang prang atau hanya ia saja?

Sudah hampir dua hari prapraprang terus berlanjut. Ia mencoba keluar rumah, mungkin suara itu ada di dalam rumahnya saja. Dan benar, saat ia keluar rumah, tidak ada satupun pranggggggg terdengar.

Tak ada tetangga yang menunggu di depan rumahnya dan memprotesnya.

Yang ada hanya  jejeran rumah-rumah tetangganya yang hampir semua kacanya  hancur lebur karena di lempari batu, dan saat ia melongok ke dalam, para penghuninya telah telungkup dengan kepala bocor.

Ia lari tunggang langgang kembali ke rumahnya, dan prang.

Prang lalu berubah menjadi gedebuk dan suara yang dahulu menenangkannya kini menghabisinya.

Wanita bertubuh gemuk yang tinggal beberapa langkah dari rumahnya itu benjol kepalanya. Ia membawa sebuah vas porselen yang kini hanya berupa pecahan-pecahan saja setelah digunakan untuk menghantam kepala si pecinta prang.

“Dasar ngelamak, diingatkan malah menjadi-jadi. Setan kamu ya, semua orang kau lempari rumahnya prang prang prang hanya karena protes berisik.”

Ia tak tahu apa yang terjadi. Bunyi yang terakhir di dengarnya hanyalah prang. Cercaan si gemuk tak dapat lagi ia dengarkan. Darah dari kepalanya yang pecah—bocor—menggenang di teras rumahnya. Semua orang pasti senang atas kematiannya. Mereka tak akan mendengar prang prang prang prang lagi. Sedangkan ia, tak tahu apa yang terjadi dan mengapa kepalanya dihantam begitu saja.

Yang ia tahu,
Ia suka mendengarkan suara kaca pecah,
Lalu orang-orang mencibirnya, ia tak dapat lagi melipur penatnya.
Dan karena itu,
Aku jadi suka memecahkan kaca untuknya.

Prang,
Sayang.
D Apr 2019
"Dalam segala manis dan tragisnya perkawinan,
Kami sebagai perempuan, mati berkali-kali
Dan lahir pula kembali—
Tentu juga berkali-kali

Disaat kau menyaksikan puluhan katup bibir yang mengatakan “Sah.”
Disaat itu pula,
Kau seakan disadarkan
Bahwa kau tak lebih dari pisau yang harus terus diasah

Bukan supaya tajam untuk dapat menikam,
Namun supaya siap mencacah manis-pahitnya peristiwa kehidupan menjadi dadu-dadu kecil
Lalu menanyakan untuk menyerapnya kembali
Untuk diri sendiri

Kau,
Mati dan lahir lagi,
Bukan sebagai isteri,
Namun seutuhnya sebagai wanita yang mengayomi
Sampai akhirnya kematian itu berdiri di depan pintu
Untuk menjemputmu lagi

Disaat kau duduk dan melihat pandangan puluhan manusia
Yang seakan-akan mengatakan,
“Berpandailah dengan urusan dapur.”
Mereka dengan bodohnya menutup mata kepada fakta

Bahwa sekarang, kau adalah busur
Yang dengan senantiasa akan mengarahkan kemana anak-anak panahmu melaju
Kau, bertulang rusuk dan adalah tulang rusuk
Bukan tulang rusuk dari lanangmu,
Namun dari rumah segala rumah

Disaat insan keci itu menangis lahir,
Disitulah Tuhan dengan segala kuasa-Nya menyemukakanmu
Dengan kelahiran yang absolut.
Mutlak. Nyata. Tanpa majas atau embel-embel.

Kau, bukan hanya wanita bersusu yang menyusui;
Walau serapanmu terhadap puji-kejinya kehidupan
Akan juga diserap oleh ‘anak panah’ mu
Melalui air susu dan tutur katamu

Disaat kau melahirkan anak manusia,
Tentunya tanpa tanda tanya,
Kau betul-betul
Lahir kembali."
Mata biru tersinggung
Ia berputar berkali-kali
Bibir berucap tidak nyaring namun pasti
Bergetar, konstan
Gerak geriknya menandakan ada sesuatu

"Hari ini selesai," katanya
Aku lega beranjak dari kursi
Menatap lukisan mata biru sendu aku merintih
Ia menyalang berpihak
Katanya ingin mengemongku

Nian tak enak hari ini
Tidak cukup panas untuk berjemur
Juga tak cukup dingin tuk tidur
Seakan ini waktu yang sempurna untuk bekerja
Enaknya membaca buku atau menyanyikan lagu

Namun
Tetap saja
Kemanapun aku pergi
Sejauh apa aku melangkah
lukisan mata birulah kian kutuju
ga Dec 2018
Penghujung hari tiba
Kau menutup tirai panggung
Mengganti naskah dan cerita
Siap untuk kau mainkan kembali

Penghujung hari tiba
Hangat sentuhanmu menguap
Kecupanmu memudar
Kau rebut kembali rasa yang kau titipkan

Namun kitalah kepura-puraan yang sempurna
Dua tokoh utama dalam naskah drama
Aku cermin pecah yang berkali-kali direkatkan
Kaulah sang pandai kaca

Malam akan segera berlalu
Kau tutup tirai, siapkan panggung baru
Rias kembali wajah serta tubuhmu
Aku siap melupakan hari semalam
1/09/2018
Diksimerindu May 2019
Kesalahpahaman dalam kesendirian
Perkara yang tak pernah berujung
Seperti ada sekat yang menghalang
Naluri yang rusak akan keserakahan
Rasa ingin memiliki
Sudah menjadi keinginan tersendiri
Tak ada yang harus dilakukan
Berkali berkali terombang ambing
Oleh lautan sengsara
Kesalahan terbesar dalam kehidupan
So Dreamy Mar 2018
Kertas putih kosong,
Cat putih kosong
Cat merah menyala
Cat hitam yang kelam
Warna-warni
Langit dalam hati
Tangis tawa
Ruang hampa penuh maaf
Tak dihargai
Diulangi lagi
Berkali-kali
Lemas terkulai
Hati ragu
Langkah berhenti
Pergi saja
Pergi
Ingin saya pergi
Atau kamu yang pergi
Kemudian berlalu
Berlabuh
Garis pantai dan pohon rindang
Hangat
Cerah
Dalam rangkulnya
Matahari bernyanyi
Satu ruang penuh tawa
Ruang hampa bersajak cinta
Penuh harapan penuh asa
: Jatuh cinta.
lessache Apr 2020
geram hati ingin bicara padanya
tapi khawatir dapat respon yang menusuk
saran teman ingin kucoba
tapi otak bilang, kamu takut?

ya memang aku takut—takut sekali dia menjauh
dari yang tidak hapal wajahnya seperti apa
sampai tiap malam aku memikirkan lengkungan manis di bibirnya

manis sekali

tawanya, candaanya yang mungkin menurut beberapa orang tidak lucu sama sekali bisa merubah hatiku yang tadinya layu mekar kembali seperti bunga, dari gelapnya malam lalu datang sang purnama.

sudah berkali-kali mengetik pesan–lalu kuhapus lagi
sudah berkali-kali melihat akun instagramnya bersama sang pacar
sakit hati lagi
Sito Fossy Biosa Jun 2020
KISAH tuhan DAN SEMUA MANUSIA-KELUARGAnya YANG PEMBOHONG. ENTER
KISAH ISTRI-ISTRI BINAL YANG MENGGUGAT SUAMI-SUAMI NAKAL.
ENTER
SUDAH.
ENTER
AKU BUNTU LANGKAH SERONG MEREKA.
ENTER BERKALI (X) LIPAT (X) BUKA (X) SILAHKAN LANJUTKAN TITIK INI...............
oklasasadu is a diction that was deliberately created by Sito Fossy Biosa to express his frustration with God, disappointment, against God, and the concept of Godhead. ⊙a concrete poetry project⊙
ruyol Nov 2020
dia datang hari ini,
setelah berjanji berkali-kali untuk menemuiku,
dia akhirnya benar-benar datang hari ini.

hangat rasanya berada didekat dia,
senyumnya, pelukannya, dan suara tawanya berhasil menghilangkan
rasa rinduku.
berlebihan, aku tau
tapi aku rela melakukan apapun untuknya.

Tuhan,
aku sangat mencintainya.
apakah mungkin dia bisa mencintaiku seperti aku mencintainya?

— The End —