Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
Megitta Ignacia Jul 2019
membingkai itu ada tujuannya
dilapisi kaca biar tidak terkotori
aku mengamplas ingatan yang sempat luntur
terbawa pada lamunan utuh & seruan sendu
silam, bertumpu berapi-api enggan berkeputusan asal
sampai kini, aku masih patuh pada prinsipku

kamu memintaku,
namun hatiku berprasangka itu rancangan induk
bukan asli pemintaanmu
kupilih menepikan diri
diam-diam berharap kamu bercerita lebih dalam
tapi nihil, malah indukmu maju
aku mau, tapi apa keputusan ini benar
pepetan restu, tekanan waktu
dihimpit ketakutan indukmu atas cemooh
orang, siapa? tetangga? saudara?

keengganan bersepaham
kuuji kamu dari belakang
menantang setara, seimbang, sejajar
lontaran kata pengundang debat
berlindung atas wejangan duda muda yang baik
"dua jenis prinsip tujuan pernikahan"
satu, untuk memulai keluarga baru
dua, untuk menyatukan keluarga
dengan kesadaran kupilih yang bertolak denganmu
karena saat itu aku belumuran ragu
sejauh mana kedewasaanmu?

kamu gagal pada tesmu,
tapi aku tetap bertahan kala itu,
setelah semua berjarak, mungkin kamu sadar ikatan pernikahan bukanlah hal main-main
kubedah diriku, ada setitik kekecewaan
seumpama semesta menghajarku dengan keras
tapi Ia tidak melepaskanku pada maut
disadarkanNya pula, inilah jawaban doa
"jauhkanlah aku dari yang jahat & dekatkanlah dengan yang baik"
jari manisku takkan tersemat cincin duri sebab ranting emas berbunga daisy telah memekarkan diri
230719 | 19:35 PM udah di kost Bali lagi, minum kopi sambil makan roti canai, ini luapan emosi, tentang transformasi ke arah yang baik. Tuhan menjaga kita semua.
Megitta Ignacia Jul 2019
bakar saja paru-parumu.
hantam saja semua,
biar jatuh berhamburan sampai koyak.
tendang sekeliling deretan batu bata yang tersusun rapi sampai kakimu ngilu.
aku telah kebal pada tatapan tajammu.
telingaku tuli dari raungamu yang menderu.
ketukan bunyi lidah tak bermakna kian lesap mengganggu.
biar bergelut dengan bingungmu.

aku benci
caramu menyatakan perang.
110719 | 23:53PM depressive episode di indomaret, benci impulse buying, dengki dengan teh hijau.
Megitta Ignacia Jul 2019
di ruang 3x3 meter
kusesap lagi secangir kopi yang sudah tak lagi hangat
masam terkecap, pahit tersisa
buih-buih krema berjejer rapi di ujung mulut cangkir
menggetarkan diri
menciptakan nada detak jantung yang semakin tinggi
dan mengundang semut-semut emosi pada ujung jemariku

didekap
dibekap
kebencian bersarang pada ekor jiwaku yang semerawut
semakin hari, semakin menjadi-jadi

amarah yang tak terbendung
perkara hati bukanlah sebatas ruang
bukan juga sekedar sudut yang bisa disinggahi, diacak-acak, lalu ditinggal begitu saja tanpa dibereskan
ibumu saja marah kalau kamarmu berantakan

debaran  demi debaran
candu pada cairan pekat ini terkadang mengundang rasa kantuk
bagai lorong tanpa ujung
pikiranku melayang masuk ke masa lampau

amarah dan kebencian mengombangambingku
belum reda kesalku
kutuk bertaburan dari bibirku
ada rangkaian rencana cela yang menari-nari di kepalaku

apa warasku pergi?
apa warasku pergi?
apa warasku pergi?


benci ini tak perlu lagi disiram
terjebak realita semu, mantra-mantra sukar dipahami tetapi nyata efeknya
betapa sulitnya meracik ramuan ketenangan jiwa

kalau kamu jahat, lalu aku balas jahat
apa bedanya kamu dan aku?
aku tidak mau sepertimu
bukan pilhan pasif, dengan sadarku
warasku ada
aku pemenang petak umpetnya!
040719 | 00:55 AM pertanyaan tadi malam, seperti rokok yang kubakar diujung meja, kubiarkan mati dihisap angin.

— The End —