Kata orang, jiwa yang ditakdirkan tak selalu bertemu di musim bunga— kadang mereka bersua dalam runtuhan dalam perit luka yang hampir sembuh di antara senyap dua jiwa yang pernah patah
Kau hadir bukan seperti guruh tetapi seperti dendang yang lama ku lupa suaramu— bahasa yang tulangku sudah mengerti senyumanmu— pintu yang pernah ku mimpikan jauh sebelum aku berani mengetuk
Kita tak berselisih Kita teringat Seperti bintang lama yang masih berkedip seperti hujan yang mengulang jejak di jendela yang pernah dikenalnya dalam dunia lain
Saat kau genggam tanganku nanti ia bukan sekadar hangat— ia kenangan Dari ribuan malam yang telah kita lalui di kehidupan yang lebih lembut di mana kau tak pernah perlu pergi dan aku tak perlu menunggu
Aku menyayangimu sebelum aku tahu wajahmu Dan saat aku akhirnya menatapmu aku menangis—bukan kerana bahagia tetapi kerana segala hayat yang pernah ku cari dan tidak menjumpaimu
Kita adalah sedih di balik lagu lama alasan rasi bintang enggan pudar nama yang laut bisikkan pada bulan yang selalu diam
Dan walau dunia melupakan kita walau di hayat seterusnya kita hanya bayang jiwaku tetap membawa lukamu dan degup nadiku akan sentiasa satu detik lambat menunggumu menyusulnya
Kerana saat semesta menulis namamu ditulis juga namaku di sebelah— bukan dengan dakwat tapi dengan kerinduan Selamanya.