Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
Noandy Jan 2016
Laut Anyelir*
Sebuah cerita pendek*

Apa kau masih ingat kisah tentang laut di belakang tempat kita tinggal? Laut—Ah, entah apa nama sebenarnya—Yang jelas, itu laut yang oleh paman dan para tetangga disebut sebagai Laut Anyelir. Kau mungkin lupa, sibuknya pekerjaan dan kewajibanmu jauh di seberang sana sepertinya tidak menyisakan tempat-tempat kecil dalam otak dan hatimu untuk mengingat dongeng muram macam itu. Tapi aku ingat, dan tak akan pernah lupa. Hamparan pantainya yang kita injak tiap sore setelah bersepeda selama 10 menit menuju Laut Anyelir, angin sepoinya yang samar-samar membisikkan gurauan dan terkadang kepedulianmu yang terlalu sering kau sembunyikan, dan bau asinnya yang busuk seperti air mata.

Kau mungkin  lupa mengapa Laut Anyelir disebut demikian.

Kau juga mungkin sudah lupa ombak kecil dan ketenangan Laut Anyelir kala malam yang terkadang berubah menjadi merah darah saat memantulkan bulan serta arak-arakan awan dan bintangnya.

Iya, pantulan bulan dan bintang yang lembut pada air Laut Anyelir pada saat tertentu berwarna merah,

Semburat merah dan bergelombang,

Seperti rangkaian puluhan bunga Anyelir merah yang dibuang ke laut lambangkan duka.

Biasanya, setelah terlihat berpuluh bercak-bercak merah melebur di Laut Anyelir, akan ada sebuah duka nestapa yang menyelimuti kita semua. Mereka bilang, laut bersedih dan melukai dirinya untuk hal-hal buruk yang tak lama akan datang. Menurutku itu kebetulan saja, mungkin hanya puluhan alga merah yang mekar atau ada pencemaran.

Tapi aku masih tak tahu mengapa semua hal itu selalu terjadi bertepatan,

Dan, sudahlah, laut itu memang cocok disebut sebagai Laut Anyelir. Aku tidak berlebihan seperti katamu biasanya.

Kau sangat suka cerita sedih, mungkin sedikit-sedikit masih dapat mengingat kisah sedih dari paman yang juga tak percaya soal pertanda Laut Anyelir, cerita soal kekasihnya yang hilang saat mereka berenang di pantai sore hari ketika kemarin malamnya, air laut berwarna merah.

Benar, hari ulang tahun mereka bertepatan, dan pernikahan untuk bulan depan di tanggal yang sama juga sudah direncanakan dengan baik. Kekasih paman sangat jago dalam berenang, ia mengajari paman yang penakut dengan gigih, sampai pada sore hari ulang tahun mereka, paman mengajaknya untuk berenang di Laut Anyelir sekali lagi,

Sebagai hadiah,

Untuk menunjukkan bagaimana paman mengamalkan segala ilmu yang diajarkannya, sebagai pertanda bahwa mereka dapat berenang bebas bersama, kapanpun. Mereka memakai pakaian renang sebelum mengenakan baju santai dan berbalap sepeda ke pantai seperti yang biasanya kita lakukan. mereka langsung berhamburan ke Laut Anyelir tanpa memperdulikan desas-desus tadi pagi bahwa kemarin malam airnya berubah warna. Kekasih paman sangat terkejut dan bangga melihat jerih payahnya selama ini terbayar. Berbagai macam gaya yang ia ajarkan telah dilakukan oleh paman, dan sekarang ia akan mencoba menyelam dengan melompat dari sebuah karang tepat di tengah laut. Paman mendakinya—Ia handal mendaki, dan sekarang handal berenang—Lalu menatap kekasihnya dengan rambut kepang dua yang melihatnya begitu bahagia. Ia melompat dengan indah, dan meskipun sedikit kesusahan untuk kembali menyeimbangkan dirinya dalam air, paman akhirnya muncul dengan wajah sumringah, memanggil serta mencari-cari kekasihnya.

Tapi ia tak ada di sana,
Ia tak ada dimanapun.

Itu kali terakhir paman melihat kekasihnya, melihatnya tersenyum, sebelum akhirnya ia menemukan pita merah rambutnya terselip diantara jemari kakinya.

Malam menjelang, semua warga dikerahkan untuk mencari kekasihnya, namun sampai bulan penuh terbangun di langit dan dilayani beribu bintang yang menyihir air laut menjadi kebun anyelir, kekasihnya masih tak dapat ditemukan.

Itulah sebabnya apabila mendengar laut berubah warna lagi kala malam, paman tak akan memperbolehkan kita untuk mendekati laut sampai dua hari ke depan.

Kau bukan saudaraku—Bukan saudara kandungku. Tapi aku menganggapmu lebih dari sekedar teman, bahkan lebih dari saudara kandung atau saudara angkat. Kau bukan saudaraku, tapi paman begitu peduli padamu seperti anaknya sendiri. Sama seperti bagaimana ia menyayangiku.

Dahulu kami hanya rajin mendengarmu, tetangga pindahan, memainkan gitar di kamarmu sendirian, melihatmu dari balkon lantai 2 rumah kayu kami sampai kau akhirnya sadar dan tidak pernah membuka tirai jendelamu lagi. Mungkin kau malu, tapi kami masih dapat mendengar sayup-sayup suara gitarmu. Namun setelahnya, paman justru hobi melemparkan pesawat-pesawat kertas yang berisi surat-surat kecil. Mereka kadang berisi gambar-gambar pemandangan alam—Salah satunya Laut Anyelir—Dan surat-surat itu sering tersangkut di tralis kamarmu. Akhirnya paman memberanikan diri dan menggandeng tanganku untuk segera mengetuk pintu rumahmu, usiaku belum beranjak belasan, dan aku hobi mengenakan celana pendek serta sandal karet yang mungkin tidak cukup sopan dipakai untuk memperkenalkan diri. Tapi kalian tidak peduli, dan menyambut kami dengan ramah—Paman menceritakan bagaimana ia menyukai musik-musik kecilmu, dan mengajak kalian untuk melihat-melihat keadaan sekitar sekaligus berkenalan dengan para warga,

Paman mengajak kalian ke Laut Anyelir,

Kalian menyukainya;

Dan paman mulai bercerita soal kisah Laut Anyelir yang menghantui, serta ketakutan-ketakutan warga. Tapi ia belum menceritakan kisahnya.

Namun kalian, sama seperti kami yang menghibur diri,
Tidak peduli, dan tidak takut akan semburat merah pertanda dari Laut Anyelir.
“Benar, itu mungkin hanya kebetulan!”
Sahut kalian.

Hampir dua tahun kita saling mengenal, dan pada hari ulang tahunmu, paman mengajak kita semua untuk berpiknik di pantai Laut Anyelir pada sebuah sore yang cerah. Aku memakan lebih dari 3 kue mangkuk, bahkan hampir menghabiskan jatahmu. Tapi tidak masalah, orangtuamu juga tidak menegurku. Kau sudah menghabiskan jatah klappertaartku, dan menyisakan hanya satu sendok teh.

Apa kau masih ingat betapa cantiknya Laut Anyelir saat matahari tenggelam? Seperti sebuah panggung sandiwara yang set nya sedang dipersiapkan saat-saat menuju lampu menggelap. Matahari sirna dan berganti dengan senyum bulan di atas sana, bintang-bintang kecil perlahan mulai di gantung dengan rapih,

Dan air laut yang biru gelap berubah menjadi lembayung,

Sebelum akhirnya mereka menderukan ombak, dan terlihat bercak-bercak merah pada tiap pantulan cahaya bintang. Sekilas terlihat seperti lukisan yang indah namun sakit. Kalian tidak takut, justru takjub melihat replika darah menggenang pada hamparan lautan luas dengan karang ditengahnya. Paman langsung menyuruh kita semua untuk bergegas membereskan keranjang piknik, dan berjalan pulang diiringi deru angin malam. Ia tak memperbolehkan kita mendekati pantai esok harinya.

Esok lusanya, kedua orangtuamu pergi ke kota untuk melapor pada atasannya, kau dititipkan pada paman. Mereka berjanji untuk pulang esok harinya,

Tapi mereka tidak pulang.
Mereka tidak kembali,
Dan kita masih menganggapnya sebagai sebuah kebetulan saja.
Kau bersedih, namun tidak menangis.

Aku yang sedikit lebih gemuk darimu memboncengmu dengan sepeda merahku dan mencoba untuk menghiburmu yang terus-terusan memeluk gitar di Laut Anyelir. Aku yakin saat itu aku pasti sangat menyebalkan; terus-terusan berbicara tanpa henti dan menarik lengan bajumu dengan erat sampai kau memarahiku karena takut akan sobek.

Tapi akhirnya aku berhasil membujukmu untuk memainkan gitarmu lagi, kau tersenyum sedikit,
Dan entah kenapa aku cukup yakin kau mulai tidak menyukaiku karena terlalu memaksa;
Namun menurutku itu sama sekali bukan masalah.

Kau mulai tinggal bersama paman dan aku sejak saat itu, dan menjadi kesayangannya. Ketika kita sudah cukup dewasa ia selalu membawamu saat bekerja di toko jam—Kau sangat handal dalam merakit jam serta membuat lagu-lagu untuk jam kantung automaton dengan kotak musik—dan aku ditinggalkan sendiri untuk mengurus pekerjaan rumah. Tapi tetap saja aku tak dapat menghilangkan kebiasaanku untuk menyeretmu bersepeda ke Laut Anyelir saat senggang dan tidak bekerja; kau akan memainkan gitarmu dan aku akan entah menulis surat untuk teman-temanku atau menggambar, dan terkadang menghujanimu dengan berbagai pertanyaan yang tak pernah kau jawab.

Begitu kita kembali, paman yang biasanya akan menggantikanmu untuk bercerita dan bercuap-cuap sampai makan malam dan kita pergi tidur.

Kau orang yang pendiam,
Dan aku yakin paman kesepian.
Orang yang kesepian terkadang banyak berbicara.

Seiring usiaku bertambah, cerita menyenangkan paman terkadang berubah menjadi cerita-cerita yang pedih dan menyayat hati. Kau tak mengatakannya, tapi aku dapat melihat dari matamu bahwa kau sangat menikmati mendengar cerita seperti itu. Aku tak menyukainya, tapi aku tak akan menyuruh paman untuk berhenti bercerita demikian. Kalian berdua membutuhkannya.

Saat itulah paman menceritakan kisah tentang dirinya dan kekasihnya saat kita akan menyelesaikan makan malam. Aku kembali tidur dihantui cerita mengenai laut yang melahap kekasihnya itu. Dalam mimpi, aku seolah dapat melihat ombak darah menerjang dan melahapku. Aku tidak ingin hal itu terjadi padaku, padamu, atau pada paman. Aku mulai menghindari Laut Anyelir pada saat itu.

Bunga Anyelir,
Dalam bahasa bunga, secara keseluruhan ia menunjukkan keindahan dan kasih yang lembut, seperti kasih ibu, kebanggaan, dan ketakjuban; namun kadangkala kita tidak memperhatikan arti masing-masing warnanya—
Anyelir merah muda berarti aku tak akan pernah melupakanmu,
Anyelir merah menunjukkan bahwa hatiku meradang untukmu,
Anyelir merah gelap merupakan pemberian untuk hati yang malang dan berduka.
Kurasa semua itu menggambarkan Laut Anyelir dengan tepat.

Setelah itu paman mulai makin sering bercerita soal kekasihnya yang hilang di Laut Anyelir. Aku tidak tahu mengapa, namun sore itu kau begitu ingin untuk pergi ke Laut Anyelir dengan gitarmu. Kali ini kau yang menggeretku menuju tempat yang selama beberapa hari kuhindari itu, kau tahu bagaimana aku menolak untuk pergi, kau yang biasanya tak ingin repot bahkan sampai menyiapkan sepedaku dan mengendarainya lebih dahulu.

Aku tak ingin kau pergi sendirian, aku mengikutimu. Kurasa tidak apa, tidak akan ada apapun hal buruk yang terjadi. Lagipula kita tidak akan berenang atau berencana untuk pergi jauh setelahnya.

Aku mengikutimu menuju Laut Anyelir. Kau duduk tanpa sepatah katapun, hanya menatapku. Dan mulai memainkan Sonata Terang Bulan oleh Beethoven dengan gitarmu saat matahari menjelma menjadi bulan. Saat itu barulah aku tersadar bahwa itu hari ulang tahunku, dan kau sengaja memainkannya untukku. Malam itu kita menghabiskan waktu cukup lama di tepi Laut Anyelir berbincang-bincang, meskipun aku lebih banyak berbicara daripadamu. Aku tidak membawa surat-suratku, jadi aku hanya bisa memainkan dan memelintir rambutmu sambil berkata-kata.

Kita menghabiskan waktu cukup lama di tepi Laut Anyelir, dan tidak menyadari bahwa air lautnya berubah menjadi merah. Aku terkejut dan berlari seperti anak anjing ketakutan ketika menyadarinya; kau berganti menarik lengan bajuku dan berkata bahwa tidak apa, bukan masalah. Aku, kau, dan paman akan terus bersama. Mungkin Laut Anyelir berubah merah bukan untuk kita namun warga pemukiman yang lain, pikirmu.

“Jangan berlebihan, kau manja, selalu bertanya, dan terlalu membesar-besarkan sesuatu.” Katamu, sekali lagi. Itu hal yang selalu keluar dari mulutmu.

Pintu rumah kuketuk, paman membukakan. Aku terkejut ketika tahu bahwa paman sudah menyiapkan banyak makanan kesukaanku termasuk klappertaart; kali ini aku tidak memperbolehkanmu untuk memakan klappertaartku. Ternyata ini rencana kalian berdua untuk membuat pesta kecil-kecilan di hari ulang tahunku, merangkap ulang tahun paman keesokan harinya.

Paman, tidak kusangka, ingin mengajak kita untuk berenang di Laut Anyelir esok. Ia ingin mengingat masa mudanya ketika menghabiskan banyak waktu berenang bersama kekasihnya di Laut Anyelir, dan kata paman, kita adalah pengganti terbaik kekasihnya yang belum kembali sampai sekarang.

Aku tidak ingin mengiyakannya, mengingat barusan kita melihat sendiri air laut berubah warna menjadi merah darah. Tapi aku tak ingin kau lagi-lagi mengucapkan bahwa aku manja dan berlebihan. Aku menyanggupi ajakan paman. Namun aku takkan berenang, aku tidak pernah belajar bagaimana caranya berenang, dan tidak mau ambil resiko meskipun aku percaya kalau kau dan paman akan mengajariku.

Esok pagi kita berangkat dengan sepeda. Kali ini paman memboncengku, dan kau membawa keranjang piknik yang sudah kusiapkan sejak subuh serta memanggul gitarmu seperti biasa.
Begitu tiba, kau dan paman langsung menyeburkan diri pada ombak biru Laut Anyelir dan berenang serta mengejar-ngejar satu sama lain. Aku duduk di tepian air, menggambar kalian yang begitu bahagia sampai akhirnya kalian keluar dari air untuk mengambil roti lapis dan botol minum. Setelah menghabiskan rotinya, paman berdiri dan kembali ke air sambil berkata lantang,

“Aku akan mencoba menyelam dari karang itu lagi.”
Tanpa menoleh ke arah kita.
“Jangan, paman. Kau sudah tua.”
“Sebaiknya tidak usah, paman. Hari makin siang.” Kau juga mencoba menghentikannya, tetapi paman tidak bergeming. Ia bahkan tak menatap kita dan terus berenang sampai ke tengah. Kau mencoba menyusulnya dengan segera, tapi sebelum kau sampai mendekati karang,

Paman sudah terjun menyelam.

Setelah tiga menit yang terasa lama sekali, kau menunggu ditengah lautan dan aku terus memanggil paman serta namamu untuk kembali ke tepian, paman tetap tidak muncul.

Kau menyelam, menyisir sampai ke tepi-tepi untuk mencari paman, namun hasilnya nihil, dan kau kembali padaku menggigil. Aku membalutkan handuk padamu, dan meninggalkanmu untuk kembali bersepeda dan memanggil warga yang tak sampai setengah jam sudah berbondong-bondong mengamankan Laut Anyelir dan mencari paman.

Malam hari datang,
Hari perlahan berganti,
Bulan demi bulan,
Tahun selanjutnya—
Paman masih belum kembali, dan kita tak memiliki kuburan untuknya.

Kita tinggal berdua di rumah itu, kau bekerja tiap pagi dan aku memasak serta mengurus rumah. Disela-sela cucianku yang menumpuk dan hari libur, kau rupanya tak dapat melepaskan kebiasaan kita untuk bersantai di Laut Anyelir yang sudah lama ingin kutinggalkan. Aku tak dapat menolak bila itu membuatmu senang dan merasa tenang.

Dan aku bersyukur,
Selama hampir setahun penuh, sama sekali aku tak melihat air Laut Anyelir berubah warna lagi menjelang malam. Memang beberapa hal buruk sesekali terjadi, namun aku sangat bersyukur karena aku tak melihat pertanda kebetulan itu dengan mata kepalaku sendiri.

Pada suatu hari kau memberiku kabar yang menggemparkan, ini pertamakalinya aku melihat senyuman lebar di wajahmu; kau terlihat semangat, bahagia, penuh kehidupan. Kulihat para pria-pria muda di sekitar sini juga sama bahagianya denganmu. Mereka bersemangat, dan mereka bangga akan adanya hal ini karena ini adalah waktu yang tepat untuk berkontribusi kepada negara. Katamu, tidak adil bila yang lain pergi dan berusaha jauh disana sedangkan kau hanya berada di sini, memandangi laut.

Kau memohon untuk kulepaskan menjadi sukarelawan perang, dan aku menolak.
Kau memohon, aku menolak,
Kau memohon, aku menolak,
Aku menolak, kau memohon.

Dan karena aku sepertinya selalu memberatkanmu, atas pertimbangan itu, aku ingin membuatmu lega dan bahagia sekali lagi—Aku akhirnya melepaskanmu untuk sementara, asal kau berjanji untuk kembali kapanpun kau diizinkan untuk kembali.

Kau tak tahu kapan, dan aku akan selalu menunggu.

Aku akan selalu berada di sini, dengan Laut Anyelir yang berubah warna, dan hantumu serta hantu paman
Gitarmu yang selalu kau rawat,
Untuk sementara waktu aku takkan bisa menarik ujung lengan bajumu,
Dan tak akan mendengarmu memanggilku manja dan berlebihan.

Kita tidak pergi ke Laut Anyelir sore itu, begitu pula esok harinya. Kita sibuk mempersiapkan segala hal yang kau butuhkan untuk pergi, aku memuaskan menarik ujung lengan bajumu, dan menyelipkan harmonika pemberian paman yang tidak pernah bisa kugunakan untukmu.

Ia akan lebih baik bila berada di tanganmu, dan ia akan menjadi pengingat agar kau pulang ke rumah, kembali padaku.

Kita tidak melihat ke Laut Anyelir sampai hari keberangkatanmu, di mana dengan sepeda kau akhirnya memboncengku untuk pergi ke pelabuhan. Kita tidak melihat Laut Anyelir, aku tak tahu apa airnya berubah warna atau tidak.

Setelah kau naik ke kapal d
Aridea P Nov 2011
Palembang, Selasa 29 November 2011

Maaf,,,
Maaf hanya kata maaf yang bisa aku ucapkan

Sungguh,,,
Kalian tahu sendiri aku terlalu bodoh tuk berbuat
Dan aku terlalu bodoh tuk bicara

Yakinlah,,,
Aku selalu berusaha menjadi orang yang lebih baik lagi
Jadi orang yang mudah senyum dan menyapa

Tapi kalian tahukah?
Tuk melakukannya itu terlampau sulit bagiku
Bila hidup ini ku kurung sendiri
Ku kunci sendiri
Tanpa interaksi

Aku tahu kalian pun bertanya
Mengapa aku terpilih bila aku tak bisa apa-apa?
Jawabannya adalah beruntung
Ya, terkadang Keberuntungan mau berteman dengan ku
Tapi lebih banyak ia meninggalkan ku

Kalian pasti tahulah mengapa ia meninggalkan ku
Karena aku tak pandai berteman
Karena bakat ku melukai perasaan orang
Meski aku tak bermaksud
Terkesan begitulah di hati kalian

Sekali lagi
Maaf aku tak bisa menjadi yang kalian mau
Inilah aku apa adanya
Yang ku mau kalian bisa sabar
Sehingga terbiasa menghadapi aku yang sekarang
Stephanie Aug 2018
Para sa Pusong Iniwan
: A Spoken Word Poetry by Stephanie Dela Cruz

Umuulan na naman pala
Basa na naman ang kalsada
Malamig na naman ang dampi ng hanging nagmumula sa bukas na bintana
Gabi na rin pala, nalipasan na nang gutom,
Nakapatay ang ilaw sa kwarto, pero maya’t mayang binibisita ng liwanag ng kidlat
ang malungkot na gabi
Ang hirap pala ngumiti kung may luhang dumadampi sa mga pisngi
Nakakatawa kasi eh. Buti pa ang kidlat bumibisita
Buti pa ang kidlat, may hatid na liwanag, tapos yayakapin ka ng kakaibang lamig ng haplos ng hanging dala nito
Mabuti pa ang ulan, bumubuhos na parang malayang-malaya
Bumubuhos kasama ng mga luha
Bumubuhos kasama ng mga sakit na iniwan
Bumubuhos kasabay ng pagluha ng pusong iniwan.

Umaga na naman pala
Buti nalang nagising ng maaga
Haharap sa mesa, at kagaya ng nakasanayan, magtitimpla ng mainit na kape
Tatangkaing gisingin ang diwa, susubukang palitan ng init ang hatid na lamig ng gabi
Iba talaga ‘pag hinahatid ka ng sariling paghikbi sa kapayapaan ng mundo ng mga panaginip
Doon kung saan walang sakit, yung bang walang imposible
Heto na naman, panibagong araw
Araw-araw kong nasisilayan ang sigla ng sikat ng araw pero bakit dama pa rin yung dilim kinagabihan
Hindi pa rin matanaw ang liwanag
Tinangay mo kasi
Sinama mo sa pag-alis
Bakit naman kasi ang bilis? Hindi man lang ako nakapagpaalam

Tanghali na pala
Oras na ng kain.
At tulad ng dati, inaaya pa rin nila ko kumain
At tulad ng dati, tumatanggi pa rin
Kasi alam ko pupuntahan mo ko tapos sabay tayong kakain
Dun sa dati, sa paborito natin
Tanghalian na pala
Pero imbis na sa pagkain ay sa telepono ako nakatingin
Hindi man aminin pero sa loob loob ko’y naghihintay pa rin
Para sa iyong “kumain ka na ba?” o “Puntahan kita, kain tayo”
Hingang malalim, yung may kasamang matinding damdamin

Ilang tanghalian pa at malilimutan rin kita

Malilimutan ko rin yung ningning sa’yong mga mata kapag kausap kita
Yung mga biro **** corny pero tatawanan ko pa rin kasi habang binabanggit mo yun, natutuwa  ako
Natutuwa ako na kasama kita
Natutuwa ako na kausap kita
Natutuwa ako kasi akin ka
Natutuwa ako kasi ang cute mo, para kang batang masayahin
Natutuwa ako kasi magkasama tayo
Natutuwa ako kasi solo natin ang bawat sandali
Natutuwa ako kasi ikaw yan at mahal kita

Yun. Tumpak! Mahal pa rin kita.


Matagal na rin pala.
At hindi na tulad ng dati
Memoryado ko na lahat ng pasikot-sikot ng pagkatao mo
Ginawa kasi kitang mundo ko
Mahirap.
Masakit.
At para lang malaman mo, hindi kita kinabisado na tila mga salita sa paborito nating kanta para lang limutin
Mahirap.
Masakit.
Hindi naman kasi kita ginawang mundo para lang lisanin
Pero hindi naman talaga kita nilisan, mahal.
Ikaw yung nang-iwan
Ikaw yung sumuko
Ikaw yung bumitaw
At matagal na rin pala
Nung sinabi mo sakin na “Malaya ka na” alalang-ala ko pa. Yun yung panahon kung kalian ayaw kong lumaya. Ayaw kong lumaya sa pag-ibig mo. Gusto ko masintensyahan ng habang-buhay na pagkakulong dyan sa puso mo, sa buhay mo.

Pinilit ko kumapit pero kinalagan mo ako, pangako, pinilit ko pero pinalaya mo ako

Matagal na rin pala
Mahirap pa rin.
Masakit pa rin.
Ako nalang ang hinihintay. Siguro’y panahon na.
Para sarili ko naman yung palayain ko
Hindi naman siguro kailangang pilitin
Hindi naman kasi ganoon kadaling kalimutan ang isang taong naging parte na rin ng pagkatao ko
Pero para sa ikalalaya ng pusong iniwan
Para sa ikagagaling ng pusong lubos na nasaktan
Sisimulan ko na…..                makalimot.

Pero teka…


Umuulan na naman pala.
Wag naman sana pero ayan na, papatak na naman pala


Maaalala na naman kita.
I just have every pain and smiles enough to write this piece, not necessarily the experiences. Perhaps, with all my heart
Diska Kurniawan Sep 2016
Seteguk apapun, semua tak akan berakhir*

Aku adalah seorang pemabuk yang selalu menguarkan harum arak kemanapun aku pergi. Anggur, dan berbotol-botol ***** telah kutenggak pagi ini. Dan hanya hari ini pula aku ingin bicara, tentang segenggam racun yang kalian semua suntik ke dalam nadi dan pembuluhku.

Topeng
yang dengan bangga kalian pakai
tak ubahnya ketelanjangan
hanya mengumbar malu dan aib

Tawa
yang sesenggukan kalian jeritkan
hanyalah tangis jiwa kalian yang memudar
memutihkan kejujuran dan kebajikan


Oh, beginikah cara kerja dunia
berduri dan berbatu, sama saja
disetiap lajurnya
kemanapun aku pergi, dijejali
mulutku dengan dusta dan hanya dusta
belaka

Menghitamnya jiwaku, seandainya
bagai langit malam
tak ada chandra di ufuknya

Sudah selayaknya aku berkabung atas jiwaku, dimana dia merintih penuh sesal dan tanya. Apakah lalu lalang motor dan diesel itu memusingkan kepala atau hanya sebuah kesibukan belaka. Dan dengan itu pula jiwaku berakhir, terdiam, dalam kematian.

Kukubur dia dengan layak, diantara nisan-nisan lain disekitarku, yang diberi nomor, sesuai urutannya. Jiwaku tersungkur di nomor tujuh. Beruntung sekali!
Kukubur dia, pelan sekali dengan tertidur. Tak berharap bangun lagi di keesokan pagi. Kutaburi bunga-bunga dan prosa yang harum, dan kusiram dengan sebotol Martini dan bir.

Harum. Seharum embun yang kau injak ditepian jalan.
Wangi. Sewangi sukmamu yang kuingat telah pergi.

Aku adalah pemabuk. Yang selalu menenteng sebotol arak, bermabuk di tepian jalan kehidupan. Mengambil jeda diantara kalimat-kalimat mencela dan busuk, yang tergelincir masuk ke dalam telingaku.

Botol-botol inilah sang penawar, berminum pula para nabi terdahulu menyesali umatnya, sedangkan aku?

Menyesali kalian.
anj Dec 2015
Sinusulat ko ito para aking matandaan
Ang pangako na minsang sinundan
Ng sakit at tampo ng nakaraan
Pero hindi ito susundan ng sakit at kahihinatnan.

Minsan aking pinangako na magiging okay lang ako
Na lahat ng ito ay malalagpasan at makakalimutan rin
Pero lahat pala ito’y napako,
At napadaan lang sa daan na bako-bako.

Daan na bako-bako, parang tayo.
Di malaman kung san liliko, palagi nalang nakakalimutan at nahihilo,
Kung ang damdamin ay pareho. Umasa ang isa at nagpaka-tanga,
Sa pangako at pag-ibig kung san lahat ay nalito.

Pangako. Sinusulat ko ito para aking matandaan
Ang sakit na dinulot mo sa akin
Mas masakit pa kesa sa paluhudin sa bilao ng asin
At kalian man umasa na ikaw ay mapapa sakin.

Pangako, salitang palaging napapako.
Katulad ng tulang ito, parang pangako.
Paulit-ulit sinasabi, ngunit nalilito at napupunta sa daan na bako bako
Pero aking tutuparin, ang pangako na ito hangga’t sa kakayanin.
Pero hindi kita tutularin, na ginawa ang pangako na parang bang kasing nipis ng asin.
#PrayForJean :)
Bintun Nahl 1453 Mar 2015
Islam adalah ajaran yang sangat sempurna, sampai-sampai cara berpakaian pun dibimbing oleh Alloh Dzat yang paling mengetahui apa yang terbaik bagi diri kita. Bisa jadi sesuatu yang kita sukai, baik itu berupa model pakaian atau perhiasan pada hakikatnya justru jelek menurut Alloh. Alloh berfirman, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal itu adalah baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal sebenarnya itu buruk bagimu, Alloh lah yang Maha mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Al Baqoroh: 216). Oleh karenanya marilah kita ikuti bimbingan-Nya dalam segala perkara termasuk mengenai cara berpakaian.

Perintah dari Atas Langit

Alloh Ta’ala memerintahkan kepada kaum muslimah untuk berjilbab sesuai syari’at. Alloh berfirman, “Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu serta para wanita kaum beriman agar mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka mudah dikenal dan tidak diganggu orang. Alloh Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (Al Ahzab: 59)

Ketentuan Jilbab Menurut Syari’at

Berikut ini beberapa ketentuan jilbab syar’i ketika seorang muslimah berada di luar rumah atau berhadapan dengan laki-laki yang bukan mahrom (bukan ‘muhrim’, karena muhrim berarti orang yang berihrom) yang bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah yang shohihah dengan contoh penyimpangannya, semoga Alloh memudahkan kita untuk memahami kebenaran dan mengamalkannya serta memudahkan kita untuk meninggalkan busana yang melanggar ketentuan Robbul ‘alamiin.

Pertama

Pakaian muslimah itu harus menutup seluruh badannya kecuali wajah dan kedua telapak tangan (lihat Al Ahzab: 59 dan An Nuur: 31). Selain keduanya seperti leher dan lain-lain, maka tidak boleh ditampakkan walaupun cuma sebesar uang logam, apalagi malah buka-bukaan. Bahkan sebagian ulama mewajibkan untuk ditutupi seluruhnya tanpa kecuali-red.

Kedua

Bukan busana perhiasan yang justru menarik perhatian seperti yang banyak dihiasi dengan gambar bunga apalagi yang warna-warni, atau disertai gambar makhluk bernyawa, apalagi gambarnya lambang partai politik!!!; ini bahkan bisa menimbulkan perpecahan diantara sesama muslimin. Sadarlah wahai kaum muslimin…

Ketiga

Harus longgar, tidak ketat, tidak tipis dan tidak sempit yang mengakibatkan lekuk-lekuk tubuhnya tampak atau transparan. Cermatilah, dari sini kita bisa menilai apakah jilbab gaul yang tipis dan ketat yang banyak dikenakan para mahasiswi maupun ibu-ibu di sekitar kita dan bahkan para artis itu sesuai syari’at atau tidak.

Keempat

Tidak diberi wangi-wangian atau parfum karena dapat memancing syahwat lelaki yang mencium keharumannya. Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang wanita diantara kalian hendak ke masjid, maka janganlah sekali-kali dia memakai wewangian.” (HR. Muslim). Kalau pergi ke masjid saja dilarang memakai wewangian lalu bagaimana lagi para wanita yang pergi ke kampus-kampus, ke pasar-pasar bahkan berdesak-desakkan dalam bis kota dengan parfum yang menusuk hidung?! Wallohul musta’an.

Kelima

Tidak menyerupai pakaian laki-laki seperti memakai celana panjang, kaos oblong dan semacamnya. Rosululloh melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki (HR. Bukhori)

Keenam

Tidak menyerupai pakaian orang-orang *****. Nabi senantiasa memerintahkan kita untuk menyelisihi mereka diantaranya dalam masalah pakaian yang menjadi ciri mereka.

Ketujuh

Bukan untuk mencari popularitas. Untuk apa kalian mencari popularitas wahai saudariku? Apakah kalian ingin terjerumus ke dalam neraka hanya demi popularitas semu. Lihatlah isteri Nabi yang cantik Ibunda ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha yang dengan patuh menutup dirinya dengan jilbab syar’i, bukankah kecerdasannya amat masyhur di kalangan ummat ini? Wallohul muwaffiq.

(Disarikan oleh Abu Mushlih dari Jilbab Wanita Muslimah karya Syaikh Al Albani)
AL Marasigan Jul 2016
1:40 am,
Ganitong oras mo ‘ko sinagot
Ganitong oras mo pinaramdam sa’kin na mahal mo rin ako
Ganitong oras ko narinig ang mga katagang mahal kita mula sa’yong mapupulang labi
Kaya naman, sa ganitong oras ko din isisiwalat kung gaano kita kamahal
Matagal ko na ‘tong pinaghandaan
Di ko nga tansya kung ilang letra, ilang salita o ilang talata ang nasulat ko
Di ko na tansya kung ilang araw ko ‘tong kinabisado para lamang maging perpekto sa harapan mo
Di ko tansya kung ga’no nga ba kita kamahal, nung tinanong mo ‘ko
Pero ngayon, ito na.
Ala-una kwarenta ng umaga, ginising ako ng isang panaginip
Panaginip na nagbigay init sa puso kong natutulog.
Ito din yung oras kung
kailan ako’y natataranta kasi nga may pasok na naman.
Ito rin yung araw
kung kalian kita unang nakita.
Di ko alam kung tadhana nga ba, na napaniginipan kita bago kita nakilala
Tandang-tanda ko pa…
Yung mga ngiting binigay mo sa’kin nung ika’y nasa panaginip ko pa lamang
Tandang-tanda ko pa…
Yung mga ngiti mo
Nung tinanong mo ‘ko kung
kailangan ko ba ng tulong
sa mga akdang-araling binigay sa’tin ng ating mga ****
Tandang-tanda ko pa….
Na hirap akong makatulog
kasi nga
di ako makapaniwala na ang babaeng napanigipan ko’y
Magiging kaklase ko
Kaya naman
Sinet ko na ang alarm sa 1:40 am simula nung araw na yun
Araw-araw
Para lamang itext ka ng goodmorning at gulat naman ako
Kasi nga, nagrereply ka pa sa ganoong oras
Destiny at meant for each other nga naging mantra’t mentality ko noon.
Di ko nga alam kung ako ba’y nasa loob pa ng isang panaginip
O ito ba’y kathang-isip na lamang
Masaya ako!
Hindi, Mali
Sumaya ako simula noon
Kaya naman ginagawa ko ang lahat ng gusto mo at pinipilit gustuhin ang mga ito
Para lamang matugunan ko ‘tong pag-iisip ko na
TAYO NGA’Y PARA SA ISA’T-ISA
Nakakatawa kasi nga dumating yung araw na para nalang akong tangang
Di ginagamit ang kokote dahil nagpakabulag na sa tinatawag nilang pag-ibig.
Tangang, pinabayaan ang sarili para lamang mapasaya ka
Tangang, pinaubaya ang lahat sa mga salitang *“Mahal kita”

Tangang, akala na ang lahat ng bagay na ginagawa mo at ginagawa ko ay
Si tadhana ang may pakana*
Ngunit di pala, ito pala’y purong katangahan na lamang
Ang akala kong nagpupuyat ka rin para lamang makareply sa text ko pagsapit ng 1:40 am
Ay di pala talaga para sa’kin
Ang akala kong panaginip na nagbigay init sa pusong malamig na natutulog
Ay panaginip pala na sinunog ang natunaw ko nang puso dahil sa malaanghel **** boses
Ang akala kong pananginip na nagbigay kulay sa buhay kong matagal nang matamlay
Ay panaginip pala na sa sobrang kulay ay nagbigay kadiliman na lamang
Ang akala kong perpektong panaginip
Ay panaginip palang maraming butas at naging isang masakit na bangungot na lamang
Mahal, sa ganitong oras mo ‘ko sinagot
Sa ganitong oras mo binigkas ang mga salitang matagal ko nang inaasam-asam
At sa ganitong oras mo din binigkas ang katagang
“Tapos na tayo”
1:40 am
Nagising ako sa isang panaginip
Panaginip na purong kadiliman na lamang
Panaginip kung saan ang kasiyaha’y naging purong kalungkutan na lang
Mahal, sa ganitong oras ko isisiwalat ang lahat
Kaya maghanda ka na,
Kasi di ko tansya kung ilang salita, ilang talata o ilang araw ko tong pinaghandaan
Para lamang maging perpekto sa harapan mo
Di ko tansya kung gaano nga ba mo ko minahal
O kung minahal mo ba talaga ako
Pero ngayon, ito na….
1:40 am
Malapit nang masira ang aking tainga dahil sa pagtunog ng orasan.
Ginising na ako ng katotohanang wala nang ‘TAYO’
Kaya naman ako’y
Bumangon, tumayo’t binago na ang alarmang inilagay,
Gising na ako, gising na gising.
Masaya, masayang-masaya!!
Kahit wala ng ‘TAYO’

Time Check: 1:41 am
Spoken Word Piece.
Copyrights Reserved.
                                                         -Alenz Marasigan
Aridea P Nov 2013
Semusim ini ku jalani dengan bebas
Hingga suatu hari di musim berikutnya aku tersesat
Menanggung sakitnya duri kehidupan akibat perbuatanku sendiri
Di saat begitu siapa yang ada bersamaku di jalanan sepi?
Kalian bisa lihat sendiri betapa kehilangannya diriku
Kehilangan akal sehatku
Kalian tidak mengerti, kalian tidak mau mengerti
Aku memang terlalu rumit

Musim ini aku ditemani sepi
Melanglang buana sendiri
Mencoba tuk temukan ketenangan yang pernah aku miliki
Aku duduk lama di tepi sungai dan menatap ke air seraya lirih
Menggoyangkan kaki-kakiku yg beralas sepatu usang
Merasakan angin sore menusuk hingga ke telapak kaki
Aku menunggu mentari jatuh di ufuk barat
Kemudian pulang berjalan kaki berharap pamrih
Hari ini aku masih sendiri
Musim masih lama berakhir
Bintun Nahl 1453 Mar 2015
3 Maret 1924..
Tak banyak уαηg tahu αρα уαηg telah terjadi ∂ι hari itu | dahsyatnya makar & kemunduran umat telah melupakan peristiwa detik2 hancurnya institusi daulah Khilafah sang pemersatu
Hingga derita mendera bertubi silih berganti menimpa muslim ∂ι segala penjuru | teraniaya,terhina,tercabik,tertindas,tersakiti,terjajah,menangis tersedu
Umat уαηg satu tak lagi menyatu | terpecah tersekat oleh nation state buatan sekutu | bak anak ayam kehilangan induk terancam hidupnya sewaktu-waktu
Begitulah wajah muslim hari ini | ketika tiada lagi institusi уαηg melindungi | problematika terjadi tiada henti
Hari ini | tepat 91 tahun umat Islam hidup tanpa institusi Khilafah | saatnya melawan lupa & bergerak mewujudkannya
Khilafah janji Allah tersampaikan melalui lisan mulia Rasulullah SAW | walau banyak уαηg beranggapan utopis kembali mewujudkannya | yakinlah tiada janji уαηg pernah ingkar kecuali janjiNya
Nabi saw bersabda,
"Akan datang kepada kalian masa kenabian,& atas kehendak Allah masa itu akan datang.Kemudian,Allah akan menghapusnya,jika Ia berkehendak menghapusnya.
Setelah itu,akan datang masa Kekhilafahan ‘ala Minhaaj al-Nubuwwah;& atas kehendak Allah masa itu akan datang.Lalu,Allah menghapusnya jika Ia berkehendak menghapusnya.
Setelah itu,akan datang kepada kalian,masa raja menggigit (raja yang dzalim),& atas kehendak Allah masa itu akan datang.Lalu,Allah menghapusnya,jika Ia berkehendak menghapusnya.
Setelah itu,akan datang masa raja dictator (pemaksa);& atas kehendak Allah masa itu akan datang; lalu Allah akan menghapusnya jika berkehendak menghapusnya.
Kemudian,datanglah masa Khilafah ‘ala Minhaaj al-Nubuwwah (Khilafah yang berjalan di atas kenabian). Setelah itu, beliau diam".
[HR. Imam Ahmad ]
Saudaraku,
Telah tiba saatnya satukan langkah satukan perjuangan,
Menyongsong kembali janji Allah Sang Penggegam Kehidupan,
Tegaknya kembali Daulah Khilafah ∂ι atas jalan kenabian..
Takbir !!
Allahuakbar !
SalamPerjuangan!
‪#‎3RDMARCH1924‬
‪#‎melawanLupa‬
Hunyo May 2018
Kasabay ng ulan, bumubuhos ang ganda
Buwan at araw ang ating saksi
Ikaw ang dulo, gitna at panimula
Sa maamong mukha at maaliwalas na umaga
Walang katulad boses **** humuhuni sa tuwa

Bakas man ang pagod sa mga mata
Nangingibabaw ang ganda at kapayapaan
Sa mga dahon na sumasayaw;
Sumasabay din ang bawat galaw
Nais kapang makilala

Gaya ng kalikasan
Unti-unting matutuklasan
Pag-ibig na gustong maasam
Dagat na walang katapusan
Sa init man o lamig
Ikaw lang ang sasamahan

Walang hirap basta’t magkakasama
Anumang daan nais kong malagpasan
Sa’yo ang direkyson, saan man patungo
Gusto kong manatili
Sulitin ang lahat
Bago ang araw ay sumapit

Gaya ng kalikasan
Nandoon ang nais makita
Magsasama hanggang langit
Kay gandang pagmasdan
Mga puno’t halaman

Hindi ko alam kung hanggang kalian
Wala sanang unos o kalamidad
Gaya mo ay kalikasan
Nais protektahan
Nais alagaan
Salamat kay kuya sa pagtulongggg
AnxiousOcean Mar 2018
Ngingiti ka na naman;
Lolokohin mo na naman ang buong mundo,
Paniniwalain ang lahat ng tao,
Uutuin maging ang sarili mo--
Na ayos ka lang,
Na wala kang problema,
Na patuloy kang lumalaban
Sa buhay kung sa’n
Ang sarili ang iyong kalaban.
“Ayos lang” ang iyong sagot sa tanong na “kamusta ka?”
At ngayon ko lamang napagtanto na palabiro ka pala.
Lahat nang ‘yan, iyong itatago sa iisang ngiti.
At sa iyong pagkukubli,
Lahat ay napaniwala.

Tatawa ka na naman;
Muling ipaparinig ang iyong halakhak.
‘Yung tipong mabibingi silang lahat
At masasabing ikaw ay masaya at tapat.
Pero ang bawat ritmo ay kumpas ng kasinungalingan
Na hindi namamalayan dahil sa lakas ng tawanan.
Itutuloy ang tawa hangga’t ang kasiyahan ay maisilang.
Pambihirang panlilinlang.
Daig mo pa ang hunyango pagdating sa pagtatago.
Lahat idaraan mo sa tawa, hindi dahil masaya ka,
Kundi dahil wala kang mukhang maihaharap.
At sa iyong pagpapanggap,
Lahat ay napaniwala.

Mananahimik ka na naman;
Mambibingi gamit ang saradong bibig.
Sasampalin ang buong mundo ng kantang walang ritmo,
Walang liriko, at walang nota.
Dahil hindi tengang handang makinig ang iyong kailangan,
Kundi pangunawa at ang maintindihan.
Mahirap bang gawing salita ang iyong nadarama?
Hirap ka bang magsabi ng kahit ano sa kanila?
Kaya’t mananahimik ka na lang
At paparoon sa isang sulok.
Aawit nang pabulong,
Rinig lamang ang iyong suntok.
At sa iyong pananahimik,
Lahat ay napaniwala.

Mangangamba ka na naman;
Matutulog na lang, sasaktan pa ang sarili mo.
Titingin sa paligid at magiisip nang kung anu-ano.
Kahit ano.
Kahit masakit.
Hanggang sa maaawa ka sa kalagayan mo ngayon
At Iiyakan ang sariling takot bumangon.
Malulungkot, magagalit
At mapapatanong kung bakit.
Bakit ganito? Bakit ganyan?
Bakit ang mata mo ngayo’y luhaan?
Minsan tulog na lamang iyong hiling,
Pero pagod ka pa rin maging sa paggising.
Mangangamba at iisipin ang lahat.
Lahat sila,
Lahat ng iyong napaniwala.

Pero hindi ako.
Ibahin mo ako,
Simula’t sapul, hindi mo ‘ko maloloko.
Hindi mo ‘ko mapapaniwala, hindi mauuto,
Dahil kilala kita,
At alam ko ang pinagdaraanan mo.
Alam kong hirap ka na sa pagsubok ng buhay.
Mistulang ang bawat araw ay pare-pareho na lamang,
Walang bago, puro tabang.
Maaaring tensionado ka, dulot ng paaralan.
O ‘di kaya’y dahil diyan sa mga tinatawag **** “kaibigan.”
Pwede ring dahil sa iyong tahanan.
Dahil sa sakit na dulot ng kung ano man.

Kilala kita.
Alam ko ang nararamdaman mo.
Alam kong gusto mo nang huminto,
Gusto mo nang itigil ang laro,
Pagod ka nang bumangon,
At takot nang umahon.
Tulad ng isang dahon na kahit kalian
Ay ‘di maibabalik sa punong pinanggalingan.
At iyo na lamang inaantay ang iyong paglanta.
Sa isang lugar, inirereklamo ang tagal ng pagkawala.
Dahil ikaw ay sawang-sawa.
Paulit-ulit na lamang.
May galit, may pait pagkatapos ng hagupit.
Babangon, sasaya, at muling babalik sa sakit.
Alam kong luha ang ‘yong nais ipabatid,
At hindi ang iyong mga tawa.
Dahil dama ko ang iyong lungkot sa tuwing ika’y masaya.
Alam kong hirap ka na.
Alam ko, alam ko.

Kilala kita.
Alam ko ang pagkatao mo.
Hirap ka nang kumapit, alam ko.
Dahil mahina ka,
At ‘di mo kailangang magpanggap;
Alam ko ang iyong hanap.
Ngunit nawa'y maintindihan mo,
Tanggap kitang buo at totoo.
Pwede ka nang umiyak,
Pwede mo nang bitiwan ang 'yong sandata,
Pwede mo nang ibaba ang iyong kalasag,
Pwede ka nang maging totoo.
‘Wag nang magpanggap na malakas ka,
Pwede kang maging mahina.
Pwede mo nang burahin ang iyong ngiti.
Pwede kang umiyak,
Hayaan **** dumaloy ang mga luha.
Sige, isumbong mo lahat,
Sabihin mo ang lahat sa akin,
Akala mo ba’y ‘di ko napapansin?
Sumuko man ang araw at nagdulot ng dilim,
‘Di kita susukuan at mananatiling taimtim.
Patuloy na kumakapit,
Inaantay ang 'yong paglapit.
Alam kong mapapatanong ka na naman kung bakit.
Bakit alam ko, at bakit ganito.
Pasensiya kung may pagkukulang man ako,
Ngunit hiling ko lamang na ikaw ay magkwento.
At sabay tayong ngingiti at tatawa,
Saba’y tayong iiyak sa drama.
Yayakapin kita,at patuloy na uunawain,
Dahil 'yun lang din naman ang gusto kong gawin.

Sabi ko nga sa’yo, kilalang-kilala kita.
At ‘di tulad ng iba,
Hindi mo 'ko mapapaniwala.
Dahil siyempre, ako ang 'yong ina.
Soleil Mar 2017
Jalan menuju hatiku
Bagaikan jalan berliku
Bagaikan jalan berbatu
Yang tikungannya tajam
Penuh rintangan

Jalanan jalanan ini menjadi saksi
Bagaimana cinta bisa membutakan,
Membutakan kalian dari kebenaran Tempat kalian tikung menikung
tanpa memikirkan lagi pertemanan.

Jalanan jalanan ini menjadi saksi
Bahwa cinta itu ada
Dan untuk mendapatkannya
Butuh banyak pengorbanan
Butuh banyak waktu

Jalanan jalanan ini pernah menjadi saksi sebuah kisah cinta
Kisah cinta tentang dua orang
Yang dulu saling menyayangi
Kisah aku dan kamu.
Denny Umar Jan 2015
INFO NYA DISINI GAN n’ SIST : PIN BB: 262878A6
Ukurannya 40×60 cm / Order 1-2 Pcs = Rp. 70.000,-…Order 5 Pcs Ke atas Rp. 65.000,-

Bantal Nama Murah Bandung - Untuk menambah koleksi bantal kamu yang unyu-unyu, kayaknya ga cukup kalo cuma punya bantal donat, bantal Nama dan bantal leher aja. Nah, biar koleksi kamu tambah lengkap,  siap siaga bikinin kamu Bantal Nama

Bantal dengan tulisan nama kalian, nama pacar, nama sodara atau nama orang-orang yang kamu sayangi. Kamu bisa pilih warna warni kesukaan kamu dengan tulisan yang artistik banget.

Buat kamu-kamu yang pada galau nyari kado yang cocok buat temen ultah, ponakan, adik atau pacar, pas banget deh kalo kamu pilihin kado Bantal Nama buat mereka.

Mau tahu spesifikasi teknisnya?

- Bahan dasar velboa
- Tulisan velboa (bukan flanel jadi lebih lembut)
- Isi silikon (bukan dacron jadi lebih kenyal dan ga kempes)
- Waktu pengerjaan normal 14 hari kerja (Kalo lagi banjir order bisa molor dikit)
- Ukurannya 40×60 cm (Yang mau panjang bisa request ukuran 40x90cm)
- Berat sekitar 600 gram

Ok bro and sist, yang blom jelas (ngacung!) invite aja PIN BB marketingnya  262878A6. Harga blom termasuk ongkir dari Bandung.

Incoming Search Terms:

Bantal Nama handmade
Bantal Nama online
Bantal Nama murah
Bantal Nama
Bantal Nama baby
Bantal Nama lucu
Bantal Nama bayi
Bantal Nama bandung
INFO NYA DISINI GAN n’ SIST : PIN BB: 262878A6
Ukurannya 40×60 cm / Order 1-2 Pcs = Rp. 70.000,-…Order 5 Pcs Ke atas Rp. 65.000,-
Aridea P Oct 2011
Kini belum dipertemukan
Aku dengan soulmate yang dinanti
Teman ku menjauh
Aku sendiri di sini

Tapi biar
Aku jalani sendiri hidup ini
Toh di pulau seberang
Ku cari lagi teman sejati

Memang tak jodoh
Aku berteman dengan semua
Di Jakarta ini aku berbuat kesalahan
Hingga tersakiti oleh mereka

Mereka membuat ku cemburu
Tapi aku rela asal mereka bahagia
Biar aku diam di sini
Agar mereka tak tersakiti
Oleh sikap ku yang tak sengaja
Melukai hati mereka
Maaf aku teman, ku tak ingin menyakiti
Asal kalian bahagia, siksa saja aku ini

Created by Aridea Purple
Ara Oct 2013
Kau... membenciku kah?
tidak menyukaiku? atau mungkin kau iri padaku?

Kau begitu munafik!
dulu aku selalu bercerita tentangnya padamu, meskipun aku dan dia sudah tak lagi bersama kau pun tahu aku masih sangat sangat menyukainya. Kau tahu aku mengaguminya berbulan bulan, kau juga tahu untuk mendapatkan hatinya seperti berlari mendapatkan satu bintang kecil. Walau pada akhir nya aku hanya jadi pelampiasan perasaannya, tapi aku masih sangat menyukainya pada waktu itu meski kenyataannya harus seperti itu.

Aku teman mu, dan aku juga tahu kau juga temannya lebih dekat dari sekedar pertemananku denganmu.
tapi apa kau tak bisa mengahargai perasaanku sebagai temanmu?
kau tahu semua isi hatiku tentangnya, tapi mengapa kau sekarang?
memadu kasih dengan dirinya yang sampai detik ini kau tahu aku masih sangat mengaguminya!

kau jahat! kau benar-benar penghianat bertopeng pertemanan!
kau bukan lagi temanku sekarang. Itu terlalu sakit, sangat sakit untuk ku percaya.
kau bahkan hanya mengatakan maaf hanya untuk sekali seumur hidupmu?! itukah dirimu yang sebenarnya? menikamku tanpa ampun.

kalian berdua sama saja, tak ada gunanya aku mempertahankan seorang teman penghianat, dan sorang pengagum yang gila perempuan.

'seorang pencuri kekasih sesungguhnya mencuri seorang penghianat!'
Aridea P Oct 2011
Jumat, 1 Oktober 2010

Alangkah gembiranya aku
Ingin ku tak henti tuk tersenyum
Tertawa, bahagia karena mereka

Terima Kasih Tuhan,,,
Kini banyak yang sayang pada ku
Mereka begitu berarti bagiku
Yang hiasi hari-hari di sekolahku

Terima Kasih Tuhan...
Mereka tidak kehilanganku
Mereka selalu memuat ku tersenyum
Dan selalu tersenyum untukku ku

Bersyukur aku atas yang ku dapat
Aku sayang kalian, Sahabat-Sahabat ku...


Created by. Aridea .P
D Aug 2019
“Tiga tahun dan kau tak pernah menulis tentangku.”
Katanya setengah bercanda, rambut hitam sebahu itu menutupi sebelah matanya. Bahkan saat berbicara tentang kecewa, dia tetap memilih untuk tidak menatap mataku.
“Tidak seperti pada si musisi itu, atau si perempuan yang kau bilang jahat.”
“Kau tahu aku hanya bisa menulis saat aku terluka, atau saat ada kafe baru di Jakarta — Namun itu tuntutan.”
Dia mendelik, tapi aku tahu dia sedang menahan tawa. Tawa yang kudengar hampir setiap hari setahun lalu. Selain bunyi tawa, terlalu banyak yang kita tahu akan masing-masing.
“Ya. Sepertinya seru kalau ada yang menulis tentangku.”
“Menulis tentangmu? Harus kumulai dari mana tulisan itu?”
Walau pemilihan kata “Seru” terdengar sangat remeh ditelingaku, pikiranku hinggap ke hal lain; mungkin harus kutekankan pada si konyol bersampul Rock and Roll ini bahwa ide tentangnya memang terlalu banyak dan terlalu dalam untuk digambarkan lewat satu atau seribu kata, setidaknya untukku. Di saat banyak yang mengagumiku karena lidah ini terlalu banyak berceloteh tentang film, sastra dan bercinta, laki-laki satu ini telah mendengar sinisnya makian yang terlontar dari lidahku — serta menjadi saksi akan terlemparnya makian tersebut ke sudut-sudut ruang. Selama dua tahun kedua bola mata coklatnya harus melihat ratusan lembar diri ini. Setiap hari lembaran yang berbeda. Namun aku tahu, dari sekian lembar yang ia baca, hanya beberapa yang betul-betul ia hafal - telaah - dan dia simpan di memori terdalamnya untuk suatu saat ia bolak-balik lagi. Setelah setahun berpisah dengannya, tubuh ini seakan tak mampu menghapus rasa yang begitu familiar, begitu kental, begitu erat, saat bersanding disebelahnya. Tidak pernah ada yang melihatku setelanjang ini.
“Kamu ingat saat kita hendak berangkat ke Bandung?”
“Untuk nonton konser Jazz?”
“Ya.”
Aku bisa merasakan nafasku berhenti.
“Aku melemparmu dengan handphone-ku.”
“Yang lalu retak dan mati.”
“Aku meneriakimu.”
“Aku juga.”
Terlepas persona beringasnya, suaranya hampir tidak pernah bernada tinggi, kecuali satu kali.
“Hari itu aku bertengkar dengan Ibu.”
Ada sesuatu dari dirinya yang sampai detik ini tak bisa kutemukan pada orang lain; ketidakmunafikannya.
“Kalian berdua sama sarapnya. Itulah yang bikin kalian begitu dekat.”


Dia tidak pernah berusaha menenangkanku dengan khotbah klise tentang kasih Ibu, atau tentang tanggung jawab seorang Ibu yang begitu berat — yang kadang membuatnya meledak membanjiri semesta dengan segala emosinya. Dia tidak pernah berpura-pura menjadi filsuf, menaruh tanda tanya kepada setiap kata dan kejadian, atau tidak pernah menjadi psikolog gadungan yang memaksaku bercerita saat otak ini masih melepuh belum waras. Jika banyak perempuan yang dalam hati berdarah-darah karena ingin diperhatikan, kekagumanku terhadap cuainya lelaki ini patut dipertanyakan. Sikap yang terlihat acuh tak acuh itu malah terlihat begitu natural di mataku. Ada perasaan nyaman yang tak bisa dijelaskan lewat kata-kata di saat aku tidak lagi mendengar rentetan omong kosong seperti; “Semua akan baik-baik saja.” “Tuhan akan membalas suatu yang baik dan buruk.” “Kamu perempuan yang kuat.”
Sebaliknya, lelaki nyentrik ini lebih memilih untuk menatap diam sebelum ia menyetel lagu pilihannya untukku keras-keras. Mengenal orang ini begitu lama, ada sedikit banyak hal yang kupetik dari hubungan kita yang lebih sering tidak jelas; mungkin cinta kasih tak harus repot.
Denny Umar Jan 2015
INFO NYA DISINI GAN n’ SIST : PIN BB: 262878A6
Ukurannya 40×60 cm / Order 1-2 Pcs = Rp. 70.000,-…Order 5 Pcs Ke atas Rp. 65.000,-

Bantal Nama Murah Bandung - Untuk menambah koleksi bantal kamu yang unyu-unyu, kayaknya ga cukup kalo cuma punya bantal donat, bantal Nama dan bantal leher

aja. Nah, biar koleksi kamu tambah lengkap,  siap siaga bikinin kamu Bantal Nama

Bantal dengan tulisan nama kalian, nama pacar, nama sodara atau nama orang-orang yang kamu sayangi. Kamu bisa pilih warna warni kesukaan kamu dengan tulisan

yang artistik banget.

Buat kamu-kamu yang pada galau nyari kado yang cocok buat temen ultah, ponakan, adik atau pacar, pas banget deh kalo kamu pilihin kado Bantal Nama buat

mereka.

Mau tahu spesifikasi teknisnya?

- Bahan dasar velboa
- Tulisan velboa (bukan flanel jadi lebih lembut)
- Isi silikon (bukan dacron jadi lebih kenyal dan ga kempes)
- Waktu pengerjaan normal 14 hari kerja (Kalo lagi banjir order bisa molor dikit)
- Ukurannya 40×60 cm (Yang mau panjang bisa request ukuran 40x90cm)
- Berat sekitar 600 gram

Ok bro and sist, yang blom jelas (ngacung!) invite aja PIN BB marketingnya  262878A6. Harga blom termasuk ongkir dari Bandung.

Incoming Search Terms:

Bantal Nama handmade
Bantal Nama online
Bantal Nama murah
Bantal Nama
Bantal Nama baby
Bantal Nama lucu
Bantal Nama bayi
Bantal Nama bandung
INFO NYA DISINI GAN n’ SIST : PIN BB: 262878A6
Ukurannya 40×60 cm / Order 1-2 Pcs = Rp. 70.000,-…Order 5 Pcs Ke atas Rp. 65.000,-
Aridea P Oct 2011
Palembang, Rabu 26 Juli 2011

Aku sayang dia
Aku jaga dia sejak pertama ku milikinya
Ku genggam erat dia seakan tak ingin berpisah
Ku selalu awasi dia tak ingin kehilangannya

Dia selalu ada di setiap ku butuh
Kawan terbaik mencurahkan inspirasiku
Tak terbayang jika dia pergi tinggalkan ku
Atau hanya hilang tanpa jejak atau pesan sekalipun

Yang pertama, tak bisa terganti
Sekali sayang, dan akan terus selamanya
Perasaanku tak tercurah tanpanya
Berhari-hari aku bersamanya dengan setia

Namun di hari itu aku kecewa
Yang aku sayang yang terus aku jaga
Dia mati di kala waktunya belum tiba
Aku kecewa ketika mereka membunuhnya

Aku marah, aku kesal
Aku minta mereka mengembalikannya
Tapi yang ku dapat hanya heningan
Tanda mereka tak mau berbuat apa-apa

Aku sudah tahu jawaban mereka
Meskipun belum terucap, hanya bahasa gerak
Mereka tidak mengerti rasanya kehilangan
Mereka tidak peduli dengan perasan orang

Ku hanya ingin pertanggungjawaban
Dan kembalikan dia kembali ke genggamanku
Tolong sekali saja Kalian mngerti perasaan seseorang
Dia adalah pena ungu yang paling ku sayang

"Pena Ungu ku tinggal kenangan"
Joshua Soesanto Jun 2014
terlewatkan beberapa batang rokok pagi
untuk mencicipi sebuah kopi hitam lembab
di lidah basah seorang perempuan
indra pengecap bersama semesta lain

seorang pemberontak pada sebuah mata
mata dingin yang berkuasa atas semua puisi
rasa skeptis pun berkarat
lalu, bersembunyi pada tanaman yang sekarat

dia masih meredup di sebuah ranjang
bintik-bintik tumpah pada dada yang telanjang
dengan selimut dingin bintang kemarin malam
bakar sebatang melihat keluar jendela, dunia tenggelam

minggu pagi ini
terhiruplah kopi dingin dan anggur
lalu,
kapan kalian mabuk lalu lelah?
Illinois - Are You Coming With Me? #NowPlaying #Tracklist
Aridea P Jan 2012
Palembang, 31 Desember 2011

Ku tak berharap malam ini akan spesial
Mengingat kembang api tak mau memperlihatkan sinarnya
Terompet pun enggan mengumandangkan suara nyaringnya
Apalagi, arang bersumpah takkan membara malam ini

Jahat sekali mereka padaku 

Aku sudah mengira malam ini akan menjadi bosan
Ditinggal sendirian di rumah
Dilarang pergi ke rumah teman
Ditambah modem tak mau konek

Jahat sekali kalian padaku 

Baiklah
Aku hanya bisa bermimpi saja
Mendengar gemuruh kembang api
Melihat cahaya indahnya
Menghirup wangi jagung bakar
Menyantap ayam panggang
Dan ketika aku kenyang, aku tertidur

Esok pagi
Yang ku temui hanya sepi
Jame Jan 2018
“Tumakbo ka na”, sabi ng aking mga paa
habang ika’y unti-unting lumalaho sa dilim
at habang ika’y hinahabol ko palayo sa’kin
hinahabol ko ang pagasa; hinahabol ko ang aking hininga

“Huminga ka muna”, sabi ng aking baga
habang pumapatak ang mga malalamig na pawis
nagbabakasakaling maabutan ang dama ng iyong yakap
at makita ang makikintab **** mata

“Pagod na ‘ko”, sabi ng aking puso
“Hindi ka pa ba napapagod? Hindi mo ba naipapansin na malayo na siya sa iyo?”,
dugtong ng puso at labis pigilan ang ikot ng mundo

Patuloy ang lakbay at pilit ‘kong umabot sa piling mo
ngunit kahit gaano kabilis ‘kong palakarin ang mga paa,
ngunit kahit gaano man karaming ikot na ang naidaan ko at ilang patak ng pawis na ang tumulo,
pilit pa ring binabaliktad ng mundo ang daan palayo sa iyo

At kung patuloy akong inililigaw ng buwan patungo sa liwanag
at kung patuloy akong inililigaw ng liwanag patungo sa kadiliman
palayo sa gulo,
bakit nagkaron ng dulo?

At kung tinuturuan pa lang ako ng puso nang umibig ng tama,
bakit ngayon pa?
bakit ngayon pa kung kalian pagod na ang tadhana?
kailan ba sisikat ang araw at sa huli ng storya, tayo ang masaya?

Marami na ang nawala,
mga sugat na ‘di tuluyang naghilom
at mga tahi na nasira,
mga damdamin na pinaraya
at mga ngiting pinalaya

Aakitin rin tayo ng ligaya
darating rin ang panahon na tayo ang maligaya
ng wala sa piling
at sa puso
ng isa’t-isa

Pasensya ka na aking mahal
ngunit hindi ko maitahan ang lumuluhang puso na napilitang pakawalan ang nakaraan –
ang oras ang nakaharang
– Pasensya ka na, hindi kita naabutan
Aridea P Dec 2013
Palembang, 30 Desember 2013

Ini terjadi lagi,
tuk yang kesekian kali
Jiwaku terbentur batu, keras sekali
Retak, hampir pecah berapi
Gesekan kemarahan dan penyelesaian hati
Menjadi mayat tak berhati
Tak mampu berfikir lagi
Menahan diri tuk bertahan dalam raga ini
Meski kaki ini tak mampu berdiri
Nafas ini tak mampu berhembus lagi
Hanya satu yang aku yakini
Keajaiban yang benar ada di dunia ini
Rencana indah Tuhan yang lain
Yang tak pernah bisa dihindari
Hidup tidak selalu buruk atau baik
Perubahan kecil sangatlah berarti
Tuk hidupku yang sunyi


Aku memang sendiri
Tapi ku tak ingin sembunyi
Apapun yang kan terjadi akan ku hadapi
aku yang memilih aku yang jalani
Ini bukanlah janji
Ini adalah curahan hati
Keinginan yang tak mampu ku raih
Namun ku jua tak lelah berlari
Meraih keingnan di hidup ini
Jika kalian membaca ini
Tolong, hargai dan temani
Aku di sini sendiri ...
Membinasakan, demi bertahan
Menindas, mencerca, demi jadi raja hutan (singa kali..)
Ganas dan bengis, mengingkari kawan seperjuangan
Memang, manusia sekarang banyak yang tak lebih dari binatang!

Aku juga ingin jadi binatang
Binatang semut..
Ulat dimakan ayam
Ayam dimakan elang
Elang dimakan harimau
Semut? Semut tak pernah masuk rantai makanan
Karena ia kedahuluan mati terinjak

Walau begitu
Semut menggemukkan tanah
Tanah gembur tempat tumbuh rumput dan pohon subur
Rumput dan pohon subur jadi pusat rantai makanan

Kalian lihat kan peran semut?
Cakap dan mulia urusannya
Saking jadi pahlawan
Semut tak layak dinamai binatang
Mereka tak pas jadi tandingannya
hehe

Makanya aku ingin jadi semut
terlanjur modern.
Bintun Nahl 1453 Mar 2015
^_^
Serasa haru , campur bahagia , sedih , kesal senang juga . bercampur menjadi satu ketika aku mendengar bahwa sahabat tercintaku akan menikah dengan kekasih pujaannya . Haru kenapa? Terharu saja , disisi lain aku kagum akan usahanya memperjuangkan cintanya trhdp org yg dia cinta sejak bbrpa tahun lalu. padahal , jika boleh menengok kebelakang , kisah cinta mereka terbilang sangat rempong . Yaaa... beberapa kali sebut saja novi kerap menghubungiku utk meminta petuah2 apa saja yang bisa membuat dia gak cemburu buta lagi hanya karena si cwoknya ketemu mantan via jalur reuni .

Dan kesalnya adalah , mereka menikah dengan jalan pacaran . Padahal , Dalam islam tdk menganjurkan pacaran ,meskipun kegiatan itu sudah menjadi budaya seluruh dunia . Tidak melihat dari sisi buruk . aku hanya bisa mendoakan saja , agar ALLAH memudahkan segala hajat . menjadikan kalian sepasang suami istri yg saling mencinta di dunia sampai meggapai jannahNYA .  Semoga Bahagia selalu sahabatku NOVI APRIANI ,
Bintun Nahl 1453 Mar 2015
AKHI, JIKA BENAR ENGKAU MENCINTAI
ISTRIMU...
Ijinkan dia berdakwah...
Berkumpul dengan akhwat seperjuangan....
Relakan kepergiannya ke berbagai majelis ilmu...
Sekalipun itu mengurangi waktunya, untukmu...
Banyak suami salah prioritas...
Istrinya boleh bekerja di luar rumah...
Bebas beraktivitas jika hasilnya menunjang
ekonomi keluarga...
Bahkan didukung untuk kuliah pascasarjana...
Tapi, minta ijin 2 jam saja dalam seminggu untuk
ngaji, TIDAK BOLEH?
Jangan egois, wahai saudaraku..
Suami memang punya "hak veto" dalam rumah
tangga...
Keputusannya adalah kewajiban istri
mentaatinya...
Larangannya adalah keharusan istri
meninggalkannya...
Maka, gunakanlah kewenangan itu dalam
PRIORITAS YANG BENAR...
Dakwah itu wajib, bagi pria juga wanita...
Doronglah istri ikut berjuang di jalan dakwah...
Sesekali ambil alih kerjaannya di rumah agar dia
bisa leluasa bergerak...
Sudah pasti ini mengurangi kebersamaanmu
dengannya...
Tapi, percayalah ini hanya sementara...
Kelak ada masa bebas bercengkerama dengan
yang tercinta...
Di dalam surga, dan kalian berdua akan terus
bergembira...
ﺍﺩْﺧُﻠُﻮﺍ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ ﺃَﻧﺘُﻢْ ﻭَﺃَﺯْﻭَﺍﺟُﻜُﻢْ ﺗُﺤْﺒَﺮُﻭﻥَ
"Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan
isteri-isteri kamu digembirakan".
(QS. Az-Zukhruf, 43: 70)
‪#‎women‬ and sharia
Ara Oct 2013
Yes
Aku jahat bukan?
Merampas hatimu ketika kau sesungguhnya masih sangat mencintainya?

Aku egois kah?
Membiarkan hati kecilmu itu menghianati cinta yang sebenarnya. Cinta yg lain yang lebih besar dari
yang kupunya.


Bukankah aku jahat?
Merasa diriku yang sangat sakit, padahal hatimulah yang lebih sakit dari ini. Kau tersiksa dalam kebimbanganmu sendiri.

Aku tahu, aku hanya menjadi bayang-bayang gelap diantara kalian.
Aku juga tahu kau hanya rehat sejenak darinya.

Maaf, telah menjadi orang ketiga diantara kau dan dirinya~
Bintun Nahl 1453 Mar 2015
Poligami itu hukumnya mubah (QS. An Nisa 3) tidak ada thalab (seruan) disana secara jazm (yang menguatkan) untuk disebut berhukum sunnah, ataupun wajib. Dan tidak ada illat ataupun syarat yang menjadikannya wajib ataupun sunah.
Di ayat tersebut ada frase "ma thoba" (yang kalian senangi), jadi disitu Allah memberi pilihan (atas keMahatahuannya Allah atas mahluk-Nya), karena memang mubah itu statusnya "pilihan"
Kalau dianalogikan, seperti orang makan lauk kerupuk. Ada yang suka/memilih makan pake kerupuk, ada yang nggak suka. Bukan berarti yang suka makan kerupuk, lebih terpuji, dan yang tidak suka makan kerupuk, tidak terpuji. Atau sebaliknya.
Dan 'adil' bukanlah illat atau syarat, dibolehkannya seorang laki-laki (suami) untuk berpoligami (menikah lagi)...
Sederhananya begitu cara memahami 'hukum Allah' yang satu ini. Jangan sampai suka dan ketidaksukaan kita terhadap sesuatu membuat kita salah persepsi tentang hukum yang satu ini... Wallahu'alam
========================
Semoga yang baca nggak salah persepsi ya...
Aridea P Sep 2012
Palembang, 11 September 2012

Cintaaa
dengan dua a di sebelah a
Seperti dua wanita di antara aku dan dia

Cintaaa
dengan dua a di sebelah a
Seperti aku yang mencintai dia dan dia

Cintaaa
dengan dua a di sebelah a
Seperti hatiku yang terbelah dua

Cintaaa
dengan dua a di sebelah a
Seperti aku yang bimbang memilih antara kau dan dia

Cintaaa
dengan dua a di sebelah a
Seperti kerinduanku pada kalian berdua

Cintaaa
dengan dua a di sebelah a
Seperti dirimu dan dirinya
Lacuna Nov 2016
aku suka dia
salah
emm aku cinta dia
tak tau alasannya apa
dia tidak terlalu tampan
tak terlalu pintar
bahkan ada yang menganggap nya tidak menarik
tapi aku tertarik dengan dia
aku tertarik dengan dia sejak pertama kali teman ku menyebut nama nya
menceritakan hal-hal konyol akan dirinya
yang membuat ku jatuh lebih dalam kepadanya
mata nya biasa saja
manik hitam yang keliatan coklat saat terkena sinar matahari
tapi bagi ku
mata itu bisa memberikan kebahagiaan
kebahagiaan ku
hanya aku yang boleh merasakan kebahagiaannya
kalian tidak boleh
sudah lah, aku lelah
jika aku terus menulis tentang betapa aku mengagumi nya
kurasa tangan ku akan lepas.
Pada suatu hari yang kejam.
Budi mau ke sekolah.
Ganti baju, minum susu, tidak lupa gosok gigi.
“Buk, Budi berangkat dulu ya.”

Ibu pertiwi tidak menjawab.
Budi melongok ke dapur lalu melihat ibu pertiwi.
Tampangnya kusut, pakaiannya berantakan dan matanya sembab.
Budi marah.
Sosok bangsat macam mana yang telah membuat ibu pertiwi sedih !
Di mana bapak pertiwi? Ibu pertiwi sudah jadi janda dan masih dicabuli. Memang anjing !

Jadi siapa yang telah membuat ibu pertiwi sedih?
Apakah si bangsat itu adalah mereka?
Yang menanam beton raksasa dan mengambil semua dengan paksa?

Atau apakah si bangsat itu adalah kalian?
Yang menumpang dan mengotori air udara tanah, menggusur alam atas nama pembangunan?

Atau apakah si bangsat itu adalah dia ?
Yang berjalan angkuh dan tamak. Sesekali mencari peluang, sumber daya mana lagi yang bisa di sikat ?
Babat terus tambang, sekalian laut, hutan, juga hewan!

Atau apakah si bangsat itu adalah saya ?
Bersembunyi di balik hati nurani yang katanya peduli, katanya cinta bumi, saya adalah omong kosong!
Saya tidak benar-benar cinta. Jijik betul merasa ibu pertiwi sungguh berarti, ikut menjerit ketika ia ternodai, mana yang lebih munafik apakah diri saya atau aksi ?

Pada suatu hari yang kejam,
Budi tidak berangkat ke sekolah.
Akal sehat budi meronta ingin lari selamatkan diri bersama ibu pertiwi.
Anak cicit Adam dan Hawa terlalu goblok dan jahat.
Manusia terlalu serakah dan merasa berkuasa.
Lihat itu,
Asap hitam pekat bergerak mendekat.
Mampus kau! Ibu pertiwi sudah sekarat!

Pada suatu hari yang kejam,
malam datang dan manusia mulai buta.
Ibu pertiwi gelap gulita, budi merangkak tanpa arah.
Apa perlu listrik untuk buka mata?
Atau cukup hanya sepercik bara?
Budi bingung. Ibu pertiwi sedih. Bapak pertiwi bodo amat.
untuk pertama kali saya bacakan tanggal 22 Juni 2019 dalam acara “Diskusi Panel: Dimulai dari Kita kepada Lingkungan” oleh Light Up Indonesia, Weston Energy.
Di ko alam kung bakit ako nagkakaganito
Ang alam ko lang ay nagseselos ako.
Nagagalit ako pag nakikita ko magkasama kayo.
Nagseselos ako dahil sa pagmamahalan niya.

Hindi ko maalala kung kalian pa kita minahal.
Pero tuwing nakikita kita, ang takbo ang oras ay kay bagal.
At tuwing nakikita kitang may kasamang iba, ako’y nasasakal.
Tuloy, galit sa aki’y umiiral.

Bakit ba ako sa iyo’y patay na patay?
Kapag ako’y nagseselos para akong lantang gulay.
Sa iyong ganda, ako nabubuhay.
Sa pagkaselos sa inyo, ako’y namamatay.
Nandito na ako sa labas, sa ilalim ng payapang ilaw mula
          sa poste kasabay ng pamamayagpag ng mainit
          na hangin ngayong Marso.

   Nag-hihintay sa kasunod na pigura na lalabas mula
          sa masikip na daluyan ng tao – ikaw o ang konsepto

ng    ikaw   na    ‘di   dapat,  maselan
   kagaya ng pagnanais,

       pagkakataong mas sinungaling pa sa
pamahiin – mayroong napupukaw
    ngunit   hindi kalian man mabibihag.
Pj Aug 2017
Mahal hindi ko inasahan, at kahit kalian hinding hindi ko aasahan
Hindi ko inasahan na lilihis ka ng daan
Ang sabi mo sakin ay hihinga ka lamang
Hihinga ka mula sa higpit ng aking pag mamahal
Pagmamahal na akiy lubos na inaalay na minsan hindi may hindi nangalay
Hindi nangalay sa pag-alay kasi kahit kalian ayaw kang mawalay.
Mahal hindi ko inaasahan na lilihis ka ng daan.
Mahal hindi ko hinding hindi ko aasahan
Hinding hindi ko aasahan na akoy maliliwanagan
Maliliwanagan mula sayong katabangan
Katabanga tungkol sa ating pag mamahalan
Mahal
Hinding hindi ko aasahan na tayoy muling matatamisan
Muling matatamisan sa ating mga pag sasamahan at madalas na hindi pag kakaunawaan
Mahal alam kong ikay natatabangan na
At hindi na kita papahirapan pa
Mahal na mahal kita pero simot na simot na ko
1st try :D
Sundari Mahendra May 2017
Sejak kecil mereka aku kasihi dengan sangat
Tak boleh ada  masalah dan persoalan yang didapat
Aku memberi yang dibutuhkan
Walau kadang agak dipaksakan

Melalui hari-hari sekolah kalian ku bimbing
Melalui waktu-waktu susah kau ku bina
Mengarungi saat-saat penting kau kutemani
Tak ada saat dimana kau kutinggalkan

Masuk masa perkuliahan kau dapatkan
dimana kau ingin melanjutkan pendidikanmu
Walau seakan mustahil tapi Tuhan memberi
itulah yang aku ingatkan

Masa perkuliahan kau jalani juga gadisku
Pergaulan yang susah kau lewati
Kau dapati teman-teman sendiri
Yang memenuhi hari-hari yang dilewati

Kau dapati juga seorang jaka
Yang kau suka karena berbeda
Pandai dan dapat dipercaya
Kau kenalkan dia sebagai pacar
ophelia Jan 2019
rasa-rasanya sudah mati,
namun raga tetap berwujud,
jika sudah mati kenapa tidak dikubur jauh-jauh?
kenapa malah menyiksa manusia lain dengan jiwa yang sudah mati dan membusuk hingga menusuk dan menyakitkan hidung orang lain dengan bau busuk?
sekarang kami yang perlahan mati dengan bau busuk kalian,
lalu,
salah siapa jika kita semua mati?
lalu,
siapa yang akan mengubur kita jauh-jauh?
i wrote this as my family breaking into pieces. my mom and dad forcing their relationship for nothing then it killed themself. “menusuk dan menyakitkan hidung orang lain dengan bau busuk”. i feel like me and my brothers are dying because of bad parenting & bad family and we are about to feel nothing anymore.
Sundari Mahendra May 2017
Sejak kecil mereka aku kasihi dengan sangat
Tak boleh ada  masalah dan persoalan yang didapat
Aku memberi yang dibutuhkan
Walau kadang agak dipaksakan

Melalui hari-hari sekolah kalian ku bimbing
Melalui waktu-waktu susah kau ku bina
Mengarungi saat-saat penting kau kutemani
Tak ada saat dimana kau kutinggalkan

Masuk masa perkuliahan kau dapatkan
dimana kau ingin melanjutkan pendidikanmu
Walau seakan mustahil tapi Tuhan memberi
itulah yang aku ingatkan

Masa-masa kuliah kau jalani
Walau banyak protes sana sini
Karena inginkan sesuatu yang lebih lagi
Kau salahkan kami

Lulus sudah kuliahmu nak...
Kau sandang gelas sarjanamu
Pakailah itu sebagai modah untuk hidupmu
Memasuki dunia kerja yang baru

— The End —